Selasa, 26 Mei 2020

Menjinakkan Kesatria Pemberontak

Judul buku : Strategi Menjinakkan Diponegoro, Stelsel Benteng 1827-1830
Penulis : Saleh As’ad Djamhari
Penerbit : Komunitas Bambu, Jakarta 2004
Tebal : xix + 342 halaman
Kompas, 21 Maret 2004
Peresensi: Achmad Sunjayadi

Mengapa dalam historiografi kolonial Belanda pemberontakan Diponegoro tidak disebut sebagai pemberontakan, tetapi Java Oorlog? Begitu pula dalam historigrafi Indonesia, pemberontakan itu disebut Perang Diponegoro.

Menurut aliran sejarah militer baru, dengan John Keegan sebagai salah satu pelopornya, perang yang terjadi dalam satu wilayah negara disebut perang kecil (small war). Bentuk aksi politiknya adalah pemberontakan, revolusi, atau perang saudara. Mengacu pada pendapat ini, maka pemberontakan yang dipimpin Diponegoro sebagai upaya politik yang dilakukan orang Jawa untuk merebut kembali kedaulatannya dapat dikategorikan sebagai perang. Serta dipenuhinya tiga indikasi yang menjadi tolak ukur. Pertama, memiliki ideologi, yaitu untuk berjihad, kedua memiliki organisasi dan dukungan lingkungan serta ketiga menguasai medan.

Di samping itu, Java Oorlog (Perang Jawa), seperti halnya Atjeh Oorlog (Perang Aceh), berlangsung lama (1825-1830), menelan korban yang besar, hampir membakar sebagian besar daerah di Pulau Jawa serta memaksa Pemerintah Hindia Belanda mengocek kantong hingga 25 juta gulden. Bukan jumlah yang sedikit untuk ukuran masa itu. Keletihan luar biasa dan rasa frustrasi akibat kegagalan strategi dalam perang tersebut membuat para petinggi militer Belanda memeras otak mencari strategi baru.

Diangkat dari disertasi Saleh As’ad Djamhari di Pascasarjana UI tahun 2002, buku ini menguraikan teknis strategi baru yang dikenal dengan Stelsel Benteng secara gamblang. Dalam memoar Kolonel Stuers, anak menantu Jenderal De Kock, diungkapkan, Java Oorlog tersebut merupakan awal diterapkannya strategi militer baru, suatu strategi yang unik, baik dari sisi pemikiran maupun pelaksanaan yang berhubungan dengan aspek politik, sosial, dan kultural (hal 5-6). Strategi ini lahir berdasarkan pada kesalahan strategi mobilitas pasukan di lapangan dalam upaya mengejar pasukan Diponegoro selama dua tahun. Perkiraan De Kock yang membiarkan lawan berperang dengan cara berperangnya sendiri sampai kehabisan logistik ternyata keliru. Pasukan Diponegoro ternyata mampu bertahan hanya dengan makan nasi kering dan garam (hal 79).

Strategi Stelsel Benteng bertujuan melindungi pasukan dari serangan mendadak dengan mendirikan semacam kubu perlindungan (battlefield fortification) sederhana dari bahan baku yang tersedia di Pulau Jawa. Model perlindungan sederhana ini kemudian ditiru oleh beberapa komandan pasukan lainnya yang secara populer disebut “benteng” dan dapat menampung 25-30 orang (hal 85). Tercatat dalam buku ini ada 258 benteng berukuran kecil dan sedang, termasuk 16 benteng berukuran besar dibangun.

Meskipun buku ini dipenuhi istilah-istilah kemiliteran, tetapi kita seakan-akan dibawa ke medan pertempuran oleh seorang guide militer dan seolah-olah ikut menyaksikan pertempuran secara langsung. Hal ini tentu tak lepas dari latar belakang penulis di kemiliteran. Di samping itu, penulis Memoar Jend (Pur) Soemitro dan staf pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya ini begitu rajin menyusun data renik berdasarkan sumber-sumber primer seperti memoar Kolonel de Stuers Memoires sur la guerre de ile de java de 1825-1830, dokumen Verzameling van officiele Rapporten serta memoar Diponegoro Babad Diponegoro in Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. Babad ini sering disebut Babad Diponegoro versi Manado yang ditulis dengan gaya bahasa sederhana dan lebih lugas dari Babad Diponegoro versi Keraton Surakarta yang pernah diteliti oleh Peter Carey. Namun, penulis tidak hanya membahas kronologis jalannya perang, data-data kehidupan sehari-hari para prajurit masa itu juga dihimpunnya sehingga buku ini tidak semata-mata berisi uraian teknis strategi militer (hal 217).

Saleh pun tak terjebak dengan polemik yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa mengenai apakah Pangeran Diponegoro itu seorang “pahlawan” atau “pengkhianat”. Di sini ia mencoba menjelaskan alasan-alasan Pangeran Diponegoro memberontak apakah berkaitan dengan isu balad Islam/negara Islam (hal 36), diterapkannya konsep mesianistik dalam perangnya serta strategi yang diterapkannya menghadapi pasukan kolonial (hal 44). Saleh juga membahas apakah strategi perang yang dilancarkan Diponegoro itu ada kaitannya dengan taktik pasukan elite Kerajaan Turki Usmani.

Hal yang tidak kalah menarik lainnya dari buku ini adalah pada bagian ketika Diponegoro dipaksa menyerah dengan cara mengeksploitasi nilai-nilai budaya karakter kesatria bangsawan Jawa yang ada pada pribadi Diponegoro. Di mana salah satu nilai kesatria yang dianggap luhur itu adalah “seorang kesatria pantang ingkar terhadap janji” (hal 219). Meskipun menyadari telah tertipu, ia menyatakan dirinya bertanggung jawab dan bersalah atas pecahnya peperangan. Namun, ia tetap menolak untuk menyerah dan menyatakan lebih baik mati. Akhirnya, Diponegoro yang sempat emosi dan berniat membunuh Jenderal De Kock mengurungkan niatnya. Ia sadar dan pasrah pada takdir lalu memutuskan untuk meninggalkan tanah Jawa karena tak ada yang dimilikinya lagi di tanah Jawa (hal 223-224). Drama penangkapan ini tampak sesuai dengan pilihan gambar sampul buku yang merupakan repro lukisan karya Raden Saleh “Historiches Tableau; die Gefangennachmen des Javanischen Hauptling Diepo Negoro”

Pemicu memberontaknya Diponegoro dapat dilihat dari beberapa faktor. Bermula dari konflik internal Keraton Yogyakarta pada tahun 1792 antara Sultan Hamengkubuwono II dan putra mahkota, Pangeran Adipati Amangkunagoro, yang akhirnya melibatkan Diponegoro. Hingga keputusan politis Residen Baron de Salis pada tahun 1822 dengan mengangkat RM Menol yang masih berusia dua tahun sebagai Sultan Hamengkubuwono V untuk menggantikan Sultan Hamengkubuwono IV yang meninggal tiba-tiba. Diponegoro pun merasa terhina ketika harus menyembah seorang bocah ingusan karena menurut tata krama keraton, setiap pangeran diwajibkan menyembah sultan dalam audensi resmi. Ini sesuai dengan pandangan Jawa di mana sultan adalah penguasa tertinggi yang ditakdirkan Tuhan karena mendapat wahyu kerajaan.

Faktor berikutnya adalah masalah penyewaan tanah milik Keraton Yogyakarta dan Surakarta oleh Pemerintah Hindia Belanda serta faktor kultur. Pada masa pemerintahan adiknya-Hamengkubuwono IV-banyak bangsawan yang tiba-tiba menjadi kaya dari hasil penyewaan tanah, suka bermewah-mewahan, dan meniru gaya hidup orang Belanda. Mereka mulai meninggalkan nilai dan norma-norma kehidupan Jawa dan Islam yang disakralkan. Ditambah lagi perilaku para pejabat Belanda yang seenaknya memasuki keraton dan berhubungan gelap dengan beberapa putri keraton. Hal ini membuat prihatin Diponegoro yang berlatar belakang Islam taat. Berkuasanya orang asing terhadap tanah milik kerajaan (melalui penyewaan tanah) merupakan pertanda jatuhnya tanah Jawa ke tangan orang asing sehingga Jawa harus direbut kembali dengan perang sabil.

Konflik politik puncaknya pada penutupan jalan ke Tegalrejo dengan pemasangan pancang secara sengaja di tanah milik Diponegoro di Tegalrejo sebagai tanda pembuatan jalan baru. Residen Smissaert-pengganti Residen Baron de Salis-yang mendapat laporan bahwa pancang-pancang itu dicabut oleh para pengikut Diponegoro segera memerintahkan untuk memasang kembali pancang-pancang itu dan menggantinya dengan tombak-tombak mereka. “Insiden pancang” dan penutupan jalan menjadi konflik terbuka antara Diponegoro dan residen yang melibatkan senjata. Insiden ini justru membangkitkan simpati masyarakat dan mengundang para demang beserta anak buahnya berdatangan ke Tegalrejo untuk membela Diponegoro pada pertengahan tahun 1825. Peristiwa ini merupakan awal mobilisasi kekuatan Diponegoro.

Buku ini dilengkapi pula dengan peta lokasi benteng-benteng tahun 1825- 1829, peta operasi, tabel-tabel, serta sajak penutup “Diponegoro” karya Sitor Situmorang yang menggambarkan percakapan Diponegoro dengan kudanya Kiai Gentaju seakan menjadi “gong” simpulan buku ini. Semua itu memudahkan kita-dengan meminjam ungkapan AB Lapian dalam kata pengantarnya-seperti juga John Keegan dalam The Battle for History Re-Fighting World War II untuk ikut “mengulangi pertempuran”, to refight, sebuah perang penting dalam sejarah Indonesia. Perang yang cukup lama membingungkan dan menggoyahkan kedudukan pemerintah kolonial di Pulau Jawa pada dekade ketiga abad ke-19. Tidaklah berlebihan jika buku ini patut dikoleksi para penikmat sejarah, khususnya sejarah militer, yang dapat menambah wawasan dan bahan diskusi lebih lanjut.

https://achmadsunjayadi.wordpress.com/2007/05/05/menjinakkan-kesatria-pemberontak/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae