Minggu, 24 Mei 2020

PETA ESTETIKA DAN ETIKA NOVEL INDONESIA SETELAH TAHUN 2000-AN

Djoko Saryono *

Istilah paradigma sesungguhnya sudah berumur lama, sejak zaman Yunani telah umum dipakai. Pada zaman modern Abad XX istilah tersebut makin lazim dipakai di bidang filsafat dan ilmu-ilmu (baik ilmu kealaman, kemasyarakat, maupun lebih-lebih ilmu kemanusiaan. Dalam bidang filsafat dan ilmu-ilmu istilah paradigma menjadi populer berkat Saussure dan Khun. Dalam karya monumentalnya General Linguistics, Saussure memaknai paradigma sebagai pola pemikiran menurun (vertikal) yang dilawankan pola pemikiran mendatar (sintagma).

Istilah atau konsep paradigma menjadi semakin populer dan utama dalam khazanah filsafat ilmu dan pelbagai bidang ilmu berkat buku Khun bertajuk Struktur Revolusi Ilmiah (The Structures of Scientific Revolution) pada akhir tahun 60-an. Sejak itu sampai sekarang istilah paradigma menjadi konsep utama di berbagai bidang ilmu termasuk kajian sastra. Dengan demikian, bisa kita katakan: (a) dalam perspektif Saussurian paradigma adalah pola-pola pemikiran vertikal yang menjadi rujukan atau acuan; dan (b) dalam perspektif Khunian paradigma adalah sistem pemikiran yang menjadi cara pandang sesuatu.

Sejalan dengan itu, frasa paradigma pengembangan estetika dan etika novel Indonesia dapat dimaknai sebagai pola-pola pemikiran sastra yang sistemis yang menjadi cara pandang terhadap sastra. Di sini kita bisa mendapatkan tiga kemungkin ranah sastra, yaitu pemikiran, pengkajian, dan penciptaan sastra. Formalisme, strukturalisme, dekonstruksi, dan semiotika, misalnya, bisa disebut mengandung paradigma tertentu tentang pemikiran dan pengkajian sastra. Sementara itu, realisme, realisme magis, dan darwinisme literer, misalnya, dapat kita katakan paradigma penciptaan karya sastra. Tulisan ringkas ini mencoba menguraikan kecenderungan penciptaan sastra Indonesia setelah kurun tahun 2000-an yang bisa katakan sebagai kecenderungan pemikiran sastra terutama estetika dan etika yang terpola dan sistemis yang terepresentasi dalam teks sastra sejak awal tahun 2000-an sampai sekarang.

Berkenaan dengan hal tersebut, pertanyaan pokok yang harus dijawab adalah: apakah telah terjadi pergeseran, bahkan perubahan paradigmatis estetika dan etika yang terepresentasi dalam novel-novel Indonesia setelah kurun waktu tahun 2000-an? Pertanyaan tersebut dapat dirumuskan juga sebagai berikut: apakah novelis atau pengarang yang mengarang atau menciptakan novel setelah tahun 2000-an mengembangkan paradigma estetika dan etika yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya? Apakah terlihat tikungan paradigma estetika dan etika dalam novel Indonesia sebelum dan setelah tahun 2000-an? Apakah terdapat krisis paradigma estetika dan etika dalam penciptaan novel Indonesia memasuki tahun 2000-an?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, secara deduktif dapat dikatakan di sini bahwa telah terjadi krisis paradigma estetika dan etika dalam penciptaan novel Indonesia ketika memasuki kurun tahun 2000-an. Minimal pengarang-pengarang yang muncul atau mencipta pada akhir tahun 1990-an (menjelang tahun 2000-an) dan setelah memasuki tahun 2000-an merasakan adanya ketidakmemadaian dan ketidakcukupan paradigma estetika dan etika yang ada dalam novel Indonesia. Mengapa demikian? Dikatakan demikian karena sejak awal Abad XX (zaman Balai Pustaka) telah terjadi pembelahan dan pemisahan antara estetika dan etika dalam sastra Indonesia, padahal doktrin klasik sastra (baik Barat maupun Timur atau nusantara) menyatakan betapa terpadunya estetika dan etika dalam sastra, seperti tampak pada pandangan Aristoteles bahwa fungsi utama sastra adalah indah dan berguna (baca: menghibur dan mendidik, estetika dan etika).

Lebih-lebih setelah memasuki tahun 1970-an, saat modernisme makin kuat menancap dalam budaya Indonesia khususnya novel populer Indonesia yang urban dan khas kelas menengah yang baru tumbuh, estetika dan etika semakin tampak terpisahkan dalam sastra. Dalam hal ini estetika menjadi urusan sastra; dan sastra hanya berkutat pada estetik. Dalam pada itu, etika menjadi urusan filsafat atau ilmu etika; dan etika tidak berambisi menjadikan sastra sebagai kitab etis. Di sinilah kita melihat novel Indonesia melakukan eksplorasi dan elaborasi estetis dengan meninggalkan dimensi etis. Estetika novel Indonesia tidak lagi berjalan seiring dan bersanding dengan etika sosial dan personal manusia. Inilah paradigma penciptaan novel Indonesia sampai penghujung tahun 1990-an.

Sehubungan dengan itu, sejalan dengan cara berpikir oposisi biner dalam modernisme Cartesian, fiksi Indonesia khususnya novel semakin membebaskan diri dari realitas primer, mencoba berkelit dari faktualitas. Bahkan bisa dikatakan sejak tahun 1970-an fiksi atau novel Indonesia berusaha keras melakukan penyangkalan terhadap realitas dan faktualitas. Buktinya, novel-novel Indonesia yang terbit sejak tahun 1970-an hingga 1990-an selalu menyatakan diri bermain di dunia fiksionalitas yang selalu mengelak diasosiakan dan ditautkan dengan realitas dan faktualitas. Sampul dalam novel selalu berisi tulisan kira-kira begini: novel ini hanya fiksi belaka, kesamaan nama dan tempat serta cerita hanya kebetulan belaka. Tak heran, etika semakin tercampak dalam dunia fiksi atau novel Indonesia; tidak menjadi urusan dan timbangan penting dalam penciptaan novel Indonesia. Estetisme fiksional benar-benar menjadi panglima novel Indonesia.

Novel Indonesia yang bertumpu estetika dan fiksionalitas yang menjadi paradigma utama novel Indonesia pada kurun sebelum tahun 2000-an bukan berarti tak berbicara etika dan realitas. Etika dan realitas tetap dibicarakan, tetapi bukan sebagai rujukan dan standard, melainkan sebagai bahan novel dengan pengolahan sedemikaian rupa. Sebagai bahan novel, baik sebagai bahan bentuk maupun isi novel, etika dan realitas tidak lagi diteladani dan 'diugemi' (dikukuhi), tetapi lebih sering diolah, dipersoalkan, bahkan dijungkirkan atau dibalikkan sedemikian rupa demi pencapaian estetika dan fiksionalitas yang tinggi; etika dan fiksionalitas diperlakukan sebagai salah satu bahan pengucapan estetis dan realistis novel-novel Indonesia.

Dalam konteks seperti itulah jagat pernovelan Indonesia menghasilkan novel Telegram dan Pabrik karya Putu Wijaya, Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Burung-burung Manyar dan Burung-burung Rantau karya Mangunwijaya, Saman dan Bilangan Fu karya Ayu Utami, Jangan Main-main (dengan Kelaminanmu) dan Nayla karya Djenar Mahesa Ayu, dan sejenisnya. Di sini kita menyaksikan etika dan realitas tidak menjadi tolok ukur novel Indonesia, tdaik menjadi panglima novel Indonesia, tetapi sebatas bahan novel Indonesia. Di sinilah kemudian berkembang sebuah doktrin novel Indonesia: bukan novel susastra kalau menghamba etika dan realitas. Acap pula terdengar kilah: sastra bukan kitab etika dan berita yang mutatis mutandis realitas. Hal ini kadang-kadang mengakibatkan timbulnya sinisme terhadap sastra yang sarat muatan etika, misalnya tampak pada sebutan sastra didaktis atau sastra menggurui.

Memasuki kurun tahun 2000-an, yang ditandai oleh pelbagai pergeseran besar, bahkan pembalikan tatanan ekonomi-moneter, politik-kekuasaan, sosial-budaya, dan lain-lain, pergeseran dan bahkan pembalikan paradigma novel Indonesia juga terjadi secara berarti. Memasuki kurun waktu tahun 2000-an, kita menyaksikan surutnya pendewaan estetika dan fiksionalitas sebagai substansi utama novel Indonesia. Sedikit demi sedikit, setahap demi setahap semakin diketengahkan oleh para novelis etika dan realitas sebagai substansi penting atau setidak-tidaknya sebagai fungsi pokok novel Indonesia.

Dalam jagat novel Indonesia hal tersebut ditandai oleh 4 (empat) hal sebagai berikut. Pertama, muncul, berkembang, dan diterbitkannya novel-novel Islami yang menggaungkan suara-suara etis-moral, bahkan idealisme, dan bertumpu pada realitas persoalan manusia modern-urban. Novel Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan Mihrab Cinta, misalnya, yang diklaim sebagai novel pembangun atau pembangkit jiwa, merupakan contoh betapa fundamentalnya etika dan realitas dalam novel Indonesia. “Genre Ayat-ayat Cinta” ini sekarang semakin mekar dan cukup menguasai ruang sastra Indonesia.

Kedua, muncul dan berkembangnya (sekaligus diterbitkan dan larisnya) novel-novel biografis dan historis yang sering diklaim "based on true story" dan “berdasarkan kisah nyata”. Di sini realitas dan faktualitas justru dijadikan pembenaran narasi novel sebagai upaya persuasi kepada pembaca. Misalnya, novel 9 Autums 10 Summers karya Iwan Setyawan, Peci Miring karya Aguk Irawan, dan Sepatu Dahlan. Mirip dengan hal tersebut, novel yang mengambil bahan-bahan sejarah yang oleh para penulis diklaim berdasarkan sejarah nyata. Misalnya, serial novel Gadjah Mada dan Madjapahit karya Langit Kresna Hadi. Perlu disebutkan juga di sini adalah novel-novel yang ditulis oleh para buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri terutama di Hongkong. Mereka malah menghasilkan suatu corak novel tersendiri, yaitu novel yang sangat kuat dan tampak nyata substansi memoarnya. Novel biografis dan historis serta memoar ini mendesakkan suara-suara etis-moral dan realitas untuk diteladani dan renungi. Estetika dan fiksionalitas dipaksa berbagai atau menerima etika dan realitas.

Ketiga, muncul dan berkembangnya (sekaligus larisnya) novel-novel perjalanan baik yang natural-eksotis maupun yang etis-moralnya kental. Di sini realitas perjalanan ke suatu tempat dan budaya menjadi teladan utama atau substansi penting novel. Dalam deretan novel ini ada Menyusuri Lorong-lorong Dunia karya Sigit Susanto, Selimut Debu-Garis Batas-Titik Nol karya Agustinus Wibowo, 99 Cahaya di Langit Eropa, dan Assalamu'laikum Beijing. Kuantitas dan produktivitas novel jenis ini semakin signifikan dalam jagat novel Indonesia setelah tahun 2000-an. Novel-novel jenis ini tak hanya menarasikan lanskap fisikal (tempat), melainkan juga lanskap dan bentang suara budaya dan tradisi pada satu wilayah. Narasi lanskap fisikal dan sosial-budaya itu dihajatkan agar realitas benar-benar termenifestasi dalam novel. Di samping itu, juga dimaksudkan agar hikmah-hikmah etis-moral bisa dipetik oleh pembaca. Eksperimentasi estetika dan fiksionalitas pada umumnya kurang terjadi meskipun juga tak selalu buruk.

Keempat, muncul dan berkembangnya novel-novel berlanskap sosial budaya di Indonesia, yang secara panoramik menarasikan keadaan dan kenyataan suatu budaya Indonesia beserta segenap pernak-perniknya. Dalam deretan novel ini terdapat tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, Asinga karya Dorothea Rosa, dan novel bertajuk Seberapa Indonesia Kamu. Novel-novel ini terasa menyerupai karya antropologi naratif atau interpretif yang berpijak pada realitas budaya dan moralitas sosial-budaya. Kelancaran dan kelincahan bercerita tampak menonjol dibanding eksperimentasi estetis yang rumit dan sulit dipahami. Di sini estetika dan fiksionalitas sekadar menjadi saluran atau bungkus pesan-pesan moral yang real.

Berdasarkan empat hal tersebut dapat dikatakan bahwa setelah kurun tahun 2000-an terjadi dan berkembang paradigma estetika dan etika baru dalam jagat pernovelan Indonesia. Tidak berarti paradigma estetika dan etika yang ada dalam novel Indonesia sebelum tahun 2000-an lenyap dan sepi dari gejolak hidup sastra Indonesia. Paradigma estetika dan etika yang baru tersebut ikut memperkaya paradigma novel Indonesia meskipun kehadirannya menyusutkan pamor paradigma estetika dan etika yang ada dalam novel Indonesia sebelum tahun 2000-an. Demikianlah peta kasar novel Indonesia setelah kurun tahun 2000-an.

____________________
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.
http://sastra-indonesia.com/2020/03/peta-estetika-dan-etika-novel-indonesia-setelah-tahun-2000-an/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae