Kamis, 20 Desember 2012

Teror-teror Paranoia (dari Cerpen Edgar Allan Poe)

Bayu Agustari Adha *
Riau Pos, 16 Des 2012

NAMA Edgar Allan Poe tentu tak asing lagi dalam peta kesusastraan dunia. Ia dikenal sebagai Master Horror Gothic yang membuat pembacanya masuk pada ruang gelap yang menyajikan ketegangan dan misteri. Di saat sastrawan seangkatannya sibuk menelurkan karya-karya berpesan moral seperti Charles Dickens dan Mark Twain, ia malah menghadirkan warna baru dengan teror-teror psikologis dalam cerpen-cerpennya. Dalam genre misteri sendiri ia juga membuat suatu hal otentik dengan menekankan pada kegilaan karakternya, beda dengan Agatha Christie yang lebih fokus pada usaha pemecahan misteri.
Tabiat karakternya yang selalu menyimpan suatu kelainan psikologis membuat para pembaca takut dan sekaligus penasaran. Sehingga ketakutan itu sendirilah yang membuat kita ingin terus membalikkan setiap halaman ceritanya. Karya-karyanya yang terkenal seperti Tell-Tale Heart dan Black Cat adalah beberapa contoh yang menyajikan teror-teror paranoia. Teror yang selalu menghantui tokohnya sehingga membuatnya paranoid dan melakukan hal-hal di luar kewajaran. Meskipun terlihat terlalu sadis, namun ini merupakan suatu siklus psikologis yang bisa merasuk siapa saja. Cerpen di atas dan cerpen lainnya bisa dibaca pada Kisah-Kisah Tengah Malam terjemahan Maggie Tiojakin yang memuat 13 cerpen pilihan karya Edgar Allan Poe.

Dalam cerpen Tell-Tale Heart (Terjemahan: Gema Jantung yang Tersiksa) memuat cerita seseorang yang sangat membenci tatapan mata seorang lelaki tua, padahal lelaki tua itu baik padanya dan begitu juga sebaliknya. Namun karena mata yang seperti mata burung bangkai itu sangat menjijkkan baginya, dia berencana untuk membunuh laki-laki tua itu. Tujuh malam berturut-turut ia mengintai mata lelaki tua itu, namun tak bisa melihatnya karena sedang tidur. Di malam kedelapan saat dia mengintai dengan sangat hati-hati, lelaki tua itu terbangun dan satu jam tak beranjak dari posisi duduknya di atas ranjang. Hingga akhirnya si aku berteriak dan menghantamnya ke lantai dan membalikkan ranjang hingga menimpa lelaki tua itu sampai mati. Ia lalu mencincang mayatnya dan menyembunyikannya di bawah lantai kayu. Keesokan harinya, polisi datang untuk bertanya-tanya. Sementara waktu ia bisa menyembunyikan perbuatannya, namun lama kelamaan ia mendengar suara jantung lelaki tua itu dari bawah lantai. Keras dan semakin keras sehingga ia tak tahan lagi untuk mengakui pembunuhan dengan menunjukkan sendiri letak mayat yang membuatnya jijik itu.

Dari sekuel di atas bisa dilihat bahwa konflik dimulai dari ketaksukaannya terhadap mata lelaki tua itu. Kebencian itu terus dipelihara sampai menimbulkan rencana pembunuhan. Dari aspek psikologi dapat ditarik bahwa elemen id naluriahnya terus memaksanya untuk terus memuaskan hasrat kebenciannya. Ia tidak berusaha memfilter apa yang diinginkan oleh idnya tersebut. Tidak adanya mekanisme menghambat laju napsu naluri kebinatangannya membuatnya semakin liar. Saat eksekusi pembunuhan akan dilakukan, ada jeda waktu satu jam untuk mengelola tindakan yang akan dilakukan. Namun tetap saja saat pengambilan keputusan dia menuruti perintah id untuk melancarkan rencana. Konflik tindakan ini akhirnya benar-benar dimenangkan oleh sang id. Bisikan untuk membunuh ini tentu datangnya dari ketidakinginan untuk kembali melihat sesosok mata yang menjijikkan itu. Setelah itu sepertinya dia menyerahkan segalanya kepada perintah id untuk memutilasi mayat lelaki tua itu.

Gejolak pergolakan psikologis lainnya terjadi pada saat polisi datang keesokan harinya. Dalam menanggapi keberadaan polisi tersebut, si pembunuh berusaha untuk terus menyembunyikan. Di sini terlihat siklus psikologis yang masih dikuasai naluri alamaiah untuk menghindari sesuatu yang dianggap akan tidak menguntungkannya. Mekanisme pertahanan ini memang adalah sesuatu yang wajar mengingat elemen id dalam psikologi juga mendorong seseorang untuk tidak berada pada suatu keadaan yang akan merugikannya. Terlihat dia membuat alasan bahwa lelaki tua pergi liburan ke pedesaan. Alasan inilah yang menjadi senjata dalam upaya penghindaran tersebut. Si pembunuhpun mempersilahkan polisi untuk memasuki kamar lelaki tua itu.

Pada saat berada dalam kamar tersebut bersama tiga polisi, di situlah muncul teror-teror paranoia yang selalu menghantuinya. Polisi tak terlalu menginterogasinya dan hanya berbincang dengan santai. Namun apa yang dialami oleh si pembunuh tidak demikian, meskipun dia tetap berusaha untuk santai bersahaja. Beberapa saat kemudian dia mendengar suara detak jantung dari balik lantai kayu yang makin lama makin keras. Di sinilah efek dari paranoia yang dijangkiti olehnya, karena di antara gejala paranoia adalah adanya halusinasi yang hanya dirasakan diri sendiri. Jelas sekali suara detak jantung itu sendiri merupakan suatu halusinasi darinya, dari efek rasa bersalahnya. Hingga akhirnya diapun mengakui, meskipun polisi tak berusaha sedikitpun untuk mencurigainya dan mengatakan, ‘’Dasar penjahat!’’ teriakku lantang, ‘’Tidak usah berpura-pura lagi! Aku mengakui perbuatanku! Bongkar lantai ini!-sini!-di sini!-aku bisa mendengar denyut jantungnya yang menjijikkan’’.

Sementara itu dalam cerpen lainnya yakni The Black Cat (Terjemahan: Kucing Hitam) juga menceritakan hal dengan fenomena psikologis yang cukup mirip dengan cerpen di atas. Tokoh aku sendiri adalah seorang yang sangat mencintai binatang karena dia merasakan kenyamanan dengan binatang dikarenakan pergaulan sesama manusia yang tidak memuaskannya. Setelah beristripun dia akrab dengan binatang, yang favorit baginya adalah kucing hitam bernama Pluto. Seiring berjalannya waktu kondisi mentalnya mulai tidak stabil karena sering mabuk-mabukan. Akibatnya dia sempat melampiaskan kemarahannya pada istri dan binatang-binatangnya. Plutopun juga jadi sasaran setelah sekian lama dia mencoba menahan amarahnya. Sampai akhirnya Pluto diangkat dan dicekik lehernya kemudian dicongkel matanya serta digantungnya di pohon.

Setelah membunuh kucing itu, rumahnya kebakaran namun ada satu dinding yang tidak terbakar dan menurutnya ada ukiran yang mirip Pluto. Setelah itu dia selalu dibayangi oleh sosok Pluto. Suatu saat di Bar dia melihat kucing mirip Pluto dan langsung mengambilnya. Diapun memperlakukan dengan penuh kasih sayang layaknya Pluto dulu. Namun lama kelamaan dia juga benci kucing itu sampai suatu saat dia ingin membunuh kucing itu dengan kapak. Malangnya istrinya menghalanginya sehingga diapun tak terkontrol sampai akhirnya Kapak tertancap di kepala istrinya. Diapun menyimpan mayat istrinya di dalam dinding yang kemudian dilapisinya lagi dengan bata sehingga tertutup dan berbentuk sama seperti dinding. Namun dia masih heran di mana Pluto berada. Polisipun datang untuk sekedar bertanya keberadaan istrinya, karena para tetangga juga telah melakukan pencarian. Dia bisa menyembunyikan pembunuhan ini sampai akhirnya dia mendengar tangisan dari lapisan dinding dan akhirnya mengakui perbuatannya. Kucing hitam mirip Pluto berada di atas mayat istrinya.

Sekilas terlihat memang cerpen ini sama polanya dengan cerpen Tell-Tale Heart. Perbedaannya barangkali hanya dari latar belakang tokoh-tokohnya. Si narator dalam cerita ini sejak kecil memang telah mengalami kelainan psikologis. Dia kerap menjadi olok-olokkan temannya sehingga dia menemukan pelarian dengan bermain bersama binatang. Ini juga merupakan suatu gejala paranoia di mana kecendrungan untuk mengasingkan diri terjadi karena adanya anggapan dan kecurigaan takkan diterima oleh sosial. Rasa khawatir inilah yang terus menterornya sehingga menjadikan suatu pergaulan sosial dengan manusia untuk tidak menjadi pilihan. Kemudian berbeda dengan cerpen pertama yang memiliki sesuatu yang dibenci, dalam cerpen ini kebencian lahir dari adanya suatu kasih sayang. Si pembunuh yang telah lama mencintai binatang akhirnya menemukan antiklimaks di mana dia kemudian sangat membenci hal yang disayanginya. Pengaruh luar mungkin bisa dijadikan alasan di sini yakni pengaruh mental yang dirasuki alkohol. Jelas di sini dimendi Id telah menguasainya mengalahkan dimensi super ego yang memuat nilai-nilai mulia, di sini adalah kasih sayangnya pada binatang.

Seperti diketahui, binatang lainnya telah menjadi pelampiasan kemarahannya, namun untuk sang kucing hitam Pluto dia masih menahannya hingga akhirnya meledak dengan kejadian dia mencongkel mata si Pluto. Pelampiasan kehendak Id yang bersifat destruktif terus menguasainya sampai akhirnya dia menggantungnya. Namun setelah rumahnya terbakar dan melihat ukiran Pluto di dinding yang tidak terbakar, teror rasa bersalah terus menghantuinya. Ukiran Pluto tersebut jelas merupakan suatu halusinasi dari dirinya. Ukiran ini akan terus membuatnya menjadi paranoid karena bayangan itu terus menghantuinya. Akibatnya, dia berusaha untuk mencari wadah penebus rasa bersalah. Kucing yang dikiranya mirip Pluto diambilnya dan diniatkan untuk merawatnya dengan kasih sayang.

Akan tetapi sepertinya keakrabanlah yang menimbulkan kebencian karena lama-lama dia membenci juga kucing ini. Apalagi ditambah dengan adanya halusinasi tanda putih lingkaran di dada kucing itu yang dianggapnya sebagai tali gantungan Pluto. Kebiasaannya yang selalu memanjakan kehendak ingin menghancurkan membuatnya menyerah juga untuk ingin membunuh kucing ini, walaupun akhirnya yang terbunuh adalah istrinya. Istrinya yang disimpannya di balik dinding yang dibuatnya sendiri mungkin terasa janggal dan tidak logis. Namun apabila dianalogikan dengan binatang-binatang yang disiksanya, istri dan binatang merupakan dua korban yang sama. Di mana kebencian dilahirkan dari suatu keakraban dan kasih sayang. Tidak adanya rasa takut untuk membunuh istrinya adalah suatu perasaan superior yang dimilikinya karena istrinya memang tidak pernah sekalipun berlawanan dengannya.

Teror-teror yang membuatnya menjadi paranoid jelas sekali saat polisi datang rumahnya. Meskipun dia mencoba santai, namun usaha-usaha menyembunyikan perbuatan itu tak begitu kebal. Perasaannya yang seakan-akan ada yang akan membahayakannya menjadi umpan balik yang membuatnya tidak stabil saat dia mengetuk dinding di mana istrinya di dalamnya dengan tongkat. Dia mengatakan ‘’Kalimatku dijawab seseorang dalam dinding-seperti tangisan, suara itu awalnya menyerupai isak tangis anak kecil, yang lama-lama membengkak menjadi teriakan binatang atau setan’’. Teror yang menghantuinya membuatnya khawatir dan ketakutan sehingga tanpa sadar dia telah memperlihatkan perbuatannya. Edgar Allan Poe sepertinya tak hanya menyumbang untuk sastra dan psikologi tapi sepertinya dia juga memberi metode interogasi untuk pelaku kejahatan. Faktanya kita lihat memang banyak pembunuhan yang terjadi akibat oleh orang terdekat. Walaupun hidup satu abad lebih di masa lalu, tapi tampaknya pemikirannya telah melampaui zamannya.

*) Bayu Agustari Adha, penulis sastra yang rajin menulis esai dan karya-karyanya dimuat diberbagai media, salah satunya Riau Pos.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2012/12/teror-teror-paranoia-dari-cerpen-edgar.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae