Sutejo
Kompas, 2 Jan 1996
Mengapa dalam novel-novel Indonesia wanita sering dipotret sebagai
sosok yang lemah? Sosok yang tidak berdaya oleh kultur dan budaya
masyarakat, kesadaran dan daya hidup yang lemah, atau hanya sebagai
subordinat laki-laki.
Gambaran demikian seringkali menimbulkan kecemburuan kaum wanita
manakala membaca novel-novel Indonesia. Bahkan, tak jarang potret wanita
dalam novel kita diformulasikan sebagai hiasan dan alat imaji seksual.
Gejala menarik ini tampaknya tidak saja terjadi pada genre novel, tetapi
cerita pendek. Meski demikian, tak boleh dipandang sebagai sastra
demikian sebagai asusila.
Umar Kayam pernah menyarankan bahwa karya sastra yang mengandung
unsur seks sesekali pun tidak boleh kita pandang melanggar kesusilaan,
bila dia didukung oleh ide yang baik, dipersiapkan dengan mendalam dan
matang, dan memberikan pengertian tentang kehidupan dan kemanusiaan.
Dalam novel-novel kitsc Indonesia pun wanita berpose dalam
gambar yang tidak berbeda. Novel-novel Ike Supomo, Mira W, dan Marga T,
dapat dijadikan contoh. Bahkan, barangkali wanita dalam novel-novel kitsch Indonesia
sebagian besar adalah sosok yang tak berdaya, hiasan imajinasi, dan
bahkan menjadi korban yang tak dipihaki. Wanita-wanita seperti Miranti-nya Ike Supomo dalam Kabut Sutera Ungu dan Karmila-nya Marga T. adalah sedikit contoh. Dari novel pertama tampak, bagaimana Miranti
yang menjadi korban dari sesat persepsi masyarakat, atau lebih tepatnya
pemikiran masyarakat yang tidak adil terhadap potret janda Miranti. Sedangkan, Karmila adalah figur wanita yang gagal akibat makhluk bernama modernitas yang mengorbankan nilai etika dan moral.
Agenda sastra kita (khususnya novel), menunjukkan keberpihakannya
pada laki-laki. Sehingga tidak mengherankan jika banyak pihak
berpendapat, diskursus literer sastra kita masih didominasi oleh
keberadaan wanita yang terkalahkan, baik psikologis maupun
sosiokulturalnya.
Gejala ini terjadi bukan saja pada ‘’sastra sejati’’ tetapi juga apa yang sering disebut orang dengan kitsch. Karya awal novel Indonesia, Azab dan Sengsara-nya Merari Siregar memotret sosok Maria Amin yang tidak merdeka, bahkan mengalami ‘’kesengsaraan’’. Demikian halnya, manakala kita membaca novel Bekisar Merah-nya Ahmad Tohari, tak luput dengan ‘’kesengsaraan’’ wanita yang bernama Lasi. Potret ‘’kesengsaraan’’ wanita seperti ini juga dapat kita telusuri pada trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala-nya.
Lasi dalam Bekisar Merah, bercerita tentang wanita
yang terkemas dan dilingkupi oleh budaya global, sebuah budaya
‘’modern’’ yang berwajah pembangunan, sehingga Ismet N.M. Haris,
menyebutnya sebagai ‘’wanita di persimpangan jalan’’. Namun sebenarnya, Lasi dalam Bekisar Merah lebih afdol
jika kita sebut dengan ‘’wanita sengsara’’. Karena begitu sulitnya
tokoh bertarung dengan wajah kemiskinan, gunjingan masyarakat, sampai
pemberontakannya yang tidak mau ‘’dikelasduakan’’ dari laki-laki. Dan
ini, tentu sebuah tantangan besar sebagai stereotip wanita Jawa yang selalu disubordinatkan laki-laki.
Wanita dalam kadar ‘’kesengsaraan’’ yang berbeda juga terjadi pada trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang telah mendahuluinya. Liku-liku dan makna ‘’ketidakberdayaan’’ dalam melawan kultur adat Ronggeng Dukuh Paruk, yang menyudutkan Srintil di lembah sengsara.
Potret wanita dengan ragam kesengsaraannya, juga akan kita temukan pada Siti Nurbaya (Marah Rusli), atau Belenggu (Armin Pane), atau pun Layar Terkembang-nya
Sutan Takdir Alisyahbana. Makna ‘’kesengsaraan’’ itu dapat ditelusuri
pada pemberontakan Nurbaya, Tini, dan Tuti, yang paralel dengan ide
gerakan emansipasi Kartini yang harus bertarung dengan kuatnya adat dan
budaya masyarakat.
Nurbaya, dalam roman Siti Nurbaya adalah sentral wanita yang
menjadi korban dari tradisi, dogma, adat, agama, dan bangsa. Meskipun
Nurbaya mampu protes, tapi justru jadi pelengkap ‘’kesengsaraannya’’.
Berontaknya, ‘’Dari Tuhan kita telah mendapat halangan, yaitu dalam hal
mengandung, dan menjaga anak sehingga tiada dapat melawan laki-laki,
tentang apa pun; agama tiada pula disamakan dengan laki-laki, sebab
laki-laki diizinkan beristri sampai empat, tetapi perempuan ke luar
rumah pun tak boleh; oleh suami dihina dan disia-siakan oleh ibu-bapa
dan negeri pun tiada pula hendak menolong.’’ (hal.205).
‘’Kesengsaraan’’ itu diperpanjang dengan fenomena Tini (Sukartini) dan Yah (Rokayah) dalam Belenggu-nya
Armin Pane. Keduanya tampak tak berkeputusan manakala berhadapan dengan
alternatif nilai. Sehingga sosok feminim Tini lebih tampak sebagai
persoalan, terkesan ganjil, dan tak tahu adat dalam ukuran zamannya.
Demikian juga, figur Tuti dalam Layar Terkembang, meskipun
dalam alur ceritanya terkesan ekspansif, dinamis, rasional, dan aktif
dalam kegiatan Putri Sedar, namun toh tak mampu menaklukkan dinding
tradisi dan benteng adat yang sudah berlapis-lapis. Sebaliknya, justru
satu persoalan bagi dirinya dan keluarga Partadiharja.
Dari agenda novel Indonesia yang bersejarah itu, tampak bagaimana
‘’kesengsaraan’’ wanita-wanita yang harus takluk dan terkalahkan,
bagaimanapun ‘’pemberontaknya’’. Meskipun tampak juga bagaiamana
fenomena wanita dalam agenda novel tersebut seakan terentang pada dua
kutub yang berbeda. Di satu sudut muncul wanita-wanita yang pasrah
terhadap kodrat, pasif, dan menerima dari Sananya apa adanya. Ini tampak
pada sosok Fatimah (Siti Nurbaya), Rokayah (Belenggu), dan Maria (Layar Terkembang).
Pada kutub lain berdiri figur wanita lain yang tidak mudah menyerah,
dinamis, dan progresif meskipun tak mampu menggempur adat dan tradisi
yang melingkupinya. Ini tampak pada Nurbaya (Suti Nurbaya), Tini (Belenggu), dan Tuti (Layar Terkembang).
Novel Harimau Harimau-nya Muchtar Lubis sekalipun yang
sebenarnya menceritakan tentang kisah para pemburu, tak luput dari
hiasan wanita Siti Rubiah, isteri muda Wak Katok, sehingga terlibat
cinta dengan tokoh Buyung. Siti Rubiah yang tak mampu melepaskan diri
dari cengkeraman Wak Katok, dia lebih dekat sebagai wanita sengsara dan
tumbal keganasan seksual suaminya.
Sinema kesengsaraan wanita dalam novel Indonesia mencapai puncak
ketika prosa liris Linus Suryadi AG, melontarkan ketidakberdayaan wanita
Pariyem. Pariyem dalam Pengakuan Pariyem-nya Linus Suryadi AG jelas-jelas menerjemahkan diri sebagai wanita Jawa. Satu dunia lego lilo,
dan pasrah sumarah dalam menerima kodrat. Puncak seorang wanita Jawa
yang demikian bangga dengan menggenggam ‘’takdir’’ teraliri donya gedhe.
***
NOVEL-novel kitsch seperti disebutkan sebelumnya tampaknya tak jauh berbeda dengan sinema wanita dalam novel-novel sejati. Figur Karmila dalam Karmila-nya
Marta T adalah cermin wanita yang tersaruk-saruk dan harus berhadapan
dengan tembok-tembok dalam upayanya memasuki kehidupan modern. Erosi
etika moral kehidupan modern mempurukkan Karmila dalam pola hidup
permisif, Karmila harus hamil ketika menjalin cinta.
Sinema serupa, yang mengisahkan lemahnya kesadaran wanita akan kita temukan manakala membaca novel kitsch Marga T. yang lain, seperti Setangkai Edelweis dan Badai Pasti Berlalu. Marianne Katoppo dalam Raumanen juga
memotret sisi wanita yang lemah. Roumanen memilih jalan bunuh diri
untuk menyelesaikan problem-problem kehidupannya ketika puncak
pergaulannya dengan Monang berbuah janin.
Sinema wanita dalam novel Indonesia berada dalam posisi yang
disalahkan, dikorbankan, dan dinafikkan. Dengan kata lain, diskursus
literer Indonesia didominasi oleh sosok wanita yang tak mandiri, tak
merdeka, tak berkembang, tak mampu melawan kodrat dan tembok adat sosial
masyarakat.
Pengarang-pengarang kita, tampaknya belum berpihak kepada wanita.
Artinya, bagaimana menjadikan tokoh wanita bukan saja penghias
imajinasi, perumit konflik, atau korban cerita. Tapi mendudukkannya
untuk menawarkan persepsi positif tentang entitasnya kepada apresian
sastra kita. Dengan demikian, laki-laki adalah ordinat wanita sedangkan
wanita sekadar subordinat yang seringkali tereduksi negatif. Ideologi
gender akhirnya menjadi karakter kuat novel-novel Indonesia.
Selanjutnya, genderistik novel Indonesia demikian pada akhirnya justru
mengukuhkan kolonialisme laki-laki atas potensi wanita kita-yang secara
simbolik- jelas merupakan diskriminasi wanita dalam konteks makro
kehidupan. Baik itu ekonomi, adat budaya, sosial kemasyarakatan, ataupun
religi keagamaan.
*) Sutejo atau S.TEDJO KUSUMO, Penulis tinggal di Jawa Timur (Ponorogo).
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/10/sinema-wanita-dalam-novel-indonesia/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar