Kamis, 11 Oktober 2012

Sinema Wanita dalam Novel Indonesia

Sutejo
Kompas, 2 Jan 1996

Mengapa dalam novel-novel Indonesia wanita sering dipotret sebagai sosok yang lemah? Sosok yang tidak berdaya oleh kultur dan budaya masyarakat, kesadaran dan daya hidup yang lemah, atau hanya sebagai subordinat laki-laki.

Gambaran demikian seringkali menimbulkan kecemburuan kaum wanita manakala membaca novel-novel Indonesia. Bahkan, tak jarang potret wanita dalam novel kita diformulasikan sebagai hiasan dan alat imaji seksual. Gejala menarik ini tampaknya tidak saja terjadi pada genre novel, tetapi cerita pendek. Meski demikian, tak boleh dipandang sebagai sastra demikian sebagai asusila.

Umar Kayam pernah menyarankan bahwa karya sastra yang mengandung unsur seks sesekali pun tidak boleh kita pandang melanggar kesusilaan, bila dia didukung oleh ide yang baik, dipersiapkan dengan mendalam dan matang, dan memberikan pengertian tentang kehidupan dan kemanusiaan.

Dalam novel-novel kitsc Indonesia pun wanita berpose  dalam gambar yang tidak berbeda. Novel-novel Ike Supomo, Mira W, dan Marga T, dapat dijadikan contoh. Bahkan, barangkali wanita dalam novel-novel kitsch  Indonesia sebagian besar adalah sosok yang tak berdaya, hiasan imajinasi, dan bahkan menjadi korban yang tak dipihaki. Wanita-wanita seperti Miranti-nya Ike Supomo dalam Kabut Sutera Ungu dan Karmila-nya Marga T. adalah sedikit contoh. Dari novel pertama tampak, bagaimana Miranti yang menjadi korban dari sesat persepsi masyarakat, atau lebih tepatnya pemikiran masyarakat yang tidak adil terhadap potret janda Miranti. Sedangkan, Karmila adalah figur wanita yang gagal akibat makhluk bernama modernitas yang mengorbankan nilai etika dan moral.

Agenda sastra kita (khususnya novel), menunjukkan keberpihakannya pada laki-laki. Sehingga tidak mengherankan jika banyak pihak berpendapat, diskursus literer sastra kita masih didominasi oleh keberadaan wanita yang terkalahkan, baik psikologis maupun sosiokulturalnya.

Gejala ini terjadi bukan saja pada ‘’sastra sejati’’ tetapi juga apa yang sering disebut orang dengan kitsch. Karya awal novel Indonesia, Azab dan Sengsara-nya Merari Siregar memotret sosok Maria Amin yang tidak merdeka, bahkan mengalami ‘’kesengsaraan’’. Demikian halnya, manakala kita membaca novel Bekisar Merah-nya Ahmad Tohari, tak luput dengan ‘’kesengsaraan’’ wanita yang bernama Lasi. Potret ‘’kesengsaraan’’ wanita seperti ini juga dapat kita telusuri pada trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala-nya.

Lasi dalam Bekisar Merah, bercerita tentang wanita yang terkemas dan dilingkupi oleh budaya global, sebuah budaya ‘’modern’’ yang berwajah pembangunan, sehingga Ismet N.M. Haris, menyebutnya sebagai ‘’wanita di persimpangan jalan’’. Namun sebenarnya, Lasi dalam Bekisar Merah lebih afdol jika kita sebut dengan ‘’wanita sengsara’’. Karena begitu sulitnya tokoh bertarung dengan wajah kemiskinan, gunjingan masyarakat, sampai pemberontakannya yang tidak mau ‘’dikelasduakan’’ dari laki-laki. Dan ini, tentu sebuah tantangan besar sebagai stereotip wanita Jawa yang selalu disubordinatkan laki-laki.

Wanita dalam kadar ‘’kesengsaraan’’ yang berbeda juga terjadi pada trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang telah mendahuluinya. Liku-liku dan makna ‘’ketidakberdayaan’’  dalam melawan kultur adat Ronggeng Dukuh Paruk, yang menyudutkan Srintil di lembah sengsara.

Potret wanita dengan ragam kesengsaraannya, juga akan kita temukan pada Siti Nurbaya (Marah Rusli), atau Belenggu (Armin Pane), atau pun Layar Terkembang-nya Sutan Takdir Alisyahbana. Makna ‘’kesengsaraan’’ itu dapat ditelusuri pada pemberontakan Nurbaya, Tini, dan Tuti, yang paralel dengan ide gerakan emansipasi Kartini yang harus bertarung dengan kuatnya adat dan budaya masyarakat.

Nurbaya, dalam roman Siti Nurbaya adalah sentral wanita yang menjadi korban dari tradisi, dogma, adat, agama, dan bangsa. Meskipun Nurbaya mampu protes, tapi justru jadi pelengkap ‘’kesengsaraannya’’. Berontaknya, ‘’Dari Tuhan kita telah mendapat halangan, yaitu dalam hal mengandung, dan menjaga anak sehingga tiada dapat melawan laki-laki, tentang apa pun; agama tiada pula disamakan dengan laki-laki, sebab laki-laki diizinkan beristri sampai empat, tetapi perempuan ke luar rumah pun tak boleh; oleh suami dihina dan disia-siakan oleh ibu-bapa dan negeri pun tiada pula hendak menolong.’’ (hal.205).

‘’Kesengsaraan’’ itu diperpanjang dengan fenomena Tini (Sukartini) dan Yah (Rokayah) dalam Belenggu-nya Armin Pane. Keduanya tampak tak berkeputusan manakala berhadapan dengan alternatif nilai. Sehingga sosok feminim Tini lebih tampak sebagai persoalan, terkesan ganjil, dan tak tahu adat dalam ukuran zamannya. Demikian juga, figur Tuti dalam Layar Terkembang, meskipun dalam alur ceritanya terkesan ekspansif, dinamis, rasional, dan aktif dalam kegiatan Putri Sedar, namun toh tak mampu menaklukkan dinding tradisi  dan benteng adat yang sudah berlapis-lapis. Sebaliknya, justru satu persoalan bagi dirinya dan keluarga Partadiharja.

Dari agenda novel Indonesia yang bersejarah itu, tampak bagaimana ‘’kesengsaraan’’ wanita-wanita yang harus takluk dan terkalahkan, bagaimanapun ‘’pemberontaknya’’. Meskipun tampak juga bagaiamana fenomena wanita dalam agenda novel tersebut seakan terentang pada dua kutub yang berbeda. Di satu sudut muncul wanita-wanita yang pasrah terhadap kodrat, pasif, dan menerima dari Sananya apa adanya. Ini tampak pada sosok Fatimah (Siti Nurbaya), Rokayah (Belenggu), dan Maria (Layar Terkembang). Pada kutub lain berdiri figur wanita lain yang tidak mudah menyerah, dinamis, dan progresif meskipun tak mampu menggempur adat dan tradisi yang melingkupinya. Ini tampak pada Nurbaya (Suti Nurbaya), Tini (Belenggu), dan Tuti (Layar Terkembang).

Novel Harimau Harimau-nya Muchtar Lubis sekalipun yang sebenarnya menceritakan tentang kisah para pemburu, tak luput dari hiasan wanita Siti Rubiah, isteri muda Wak Katok, sehingga terlibat cinta dengan tokoh Buyung. Siti Rubiah yang tak mampu melepaskan diri dari cengkeraman Wak Katok, dia lebih dekat sebagai wanita sengsara dan tumbal keganasan seksual suaminya.

Sinema kesengsaraan wanita dalam novel Indonesia mencapai puncak ketika prosa liris Linus Suryadi AG, melontarkan ketidakberdayaan wanita Pariyem. Pariyem dalam Pengakuan Pariyem-nya Linus Suryadi AG jelas-jelas menerjemahkan diri sebagai wanita Jawa. Satu dunia lego lilo, dan pasrah sumarah dalam menerima kodrat.  Puncak seorang wanita Jawa yang demikian bangga dengan menggenggam ‘’takdir’’ teraliri donya gedhe.
***

NOVEL-novel kitsch seperti disebutkan sebelumnya tampaknya tak jauh berbeda dengan sinema wanita dalam novel-novel sejati. Figur Karmila dalam Karmila-nya Marta T adalah cermin wanita yang tersaruk-saruk dan harus berhadapan dengan tembok-tembok dalam upayanya memasuki kehidupan modern. Erosi etika moral kehidupan modern mempurukkan Karmila dalam pola hidup permisif, Karmila harus hamil ketika menjalin cinta.

Sinema serupa, yang mengisahkan lemahnya kesadaran wanita akan kita temukan manakala membaca novel kitsch Marga T. yang lain, seperti Setangkai Edelweis dan Badai Pasti Berlalu. Marianne Katoppo dalam Raumanen juga memotret sisi wanita yang lemah. Roumanen memilih jalan bunuh diri untuk menyelesaikan problem-problem kehidupannya ketika puncak pergaulannya dengan Monang berbuah janin.

Sinema wanita dalam novel Indonesia berada dalam posisi yang disalahkan, dikorbankan, dan dinafikkan. Dengan kata lain, diskursus literer Indonesia didominasi oleh sosok wanita yang tak mandiri, tak merdeka, tak berkembang, tak mampu melawan kodrat dan tembok adat sosial masyarakat.

Pengarang-pengarang kita, tampaknya belum berpihak kepada wanita. Artinya, bagaimana menjadikan tokoh wanita bukan saja penghias imajinasi, perumit konflik, atau korban cerita. Tapi mendudukkannya untuk menawarkan persepsi positif tentang entitasnya kepada apresian sastra kita. Dengan demikian, laki-laki adalah ordinat wanita sedangkan wanita sekadar subordinat yang seringkali tereduksi negatif. Ideologi gender akhirnya menjadi karakter kuat novel-novel Indonesia. Selanjutnya, genderistik novel Indonesia demikian pada akhirnya justru mengukuhkan kolonialisme laki-laki atas potensi wanita kita-yang secara simbolik- jelas  merupakan diskriminasi wanita dalam konteks makro kehidupan. Baik itu ekonomi, adat budaya, sosial kemasyarakatan, ataupun religi keagamaan.

*) Sutejo atau S.TEDJO KUSUMO,  Penulis tinggal di Jawa Timur (Ponorogo).
Dijumput dari:  http://sastra-indonesia.com/2012/10/sinema-wanita-dalam-novel-indonesia/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae