Hasnan Bachtiar *
http://sastra-indonesia.com/
Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam nabi, supaya sejarah menjadi jinak dan mengirim sepasang merpati – Kuntowijoyo –
UPAYA susastra seorang sastrawan, adalah aktivitas sejarah. Betapapun
di era kontemporer ini marak dikumandangkan karya sastra yang dianggap
otonom, maka penulis sastra tidak pernah terbang dari bumi di mana ia
berpijak.
Dari sekian banyak kritikus sastra Indonesia, Nurel Javissyarqi
adalah salah satu penulis yang ternaungi oleh berkah buminya. Ia mencoba
menimbang syair-syair, puisi, prosa dan kritik sastra yang lahir dan
tumbuh dari negerinya sendiri, khususnya penjelasan-penjelasan sastra
dan kebudayaan oleh Ignas Kleden.
Dalam konteks ini, tidak ada sastra yang hanya sastra. Yang ada
adalah sastra yang ditulis oleh latar belakang sejarah yang jelas dan
untuk masa depan sejarah yang jelas pula. Jika seorang sastrawan seorang
yang baik, maka kemungkinan besar karyanya tentu baik dan mencerminkan
kebaikan.
Hal yang sama diungkapkan oleh Mursal Esten (1988) bahwa kreativitas
bukanlah hal yang berdiri sendiri. Di samping merupakan aktivitas
seorang seniman, kreativitas adalah suatu proses yang kompleks,
menyangkut lingkungan sosiokultural. Subadyo Haryati dalam karyanya yang
bertajuk “Seniman dan Seni di Indonesia” (1983) menegaskan bahwa
seorang penyair sesungguhnya merupakan unsur masyarakat. Sebagai unsur,
ia menghadapi lingkungan dan sejarah yang dihadapi oleh seluruh
masyarakatnya.
Dengan kata lain, penulisan esai panjang “Membaca ‘kedangkalan’
logika Dr. Ignas Kleden? (bagian XX kupasan keenam dari paragraf tiga
dan empat)” oleh Nurel, adalah aktivitas yang “penting” dalam sejarah
sastra Indonesia. Dikatakan penting, karena memiliki maksud-maksud dan
tujuan-tujuan tertentu. Dan harus dimaklumi sejak awal bahwa,
karya-karya kritik Nurel bukanlah anak-anak rohani yang terlepas dari
konteks di mana ia lahir. Inilah pandangan alternatif di era kontemporer
dewasa ini yang menganggap bahwa sastra atau kritik sastra melampaui
teks dan permainan teks.
Melampaui Kritik Sastra Baru yang Terbaru
Dewasa ini, “kritik sastra baru” menjadi kiblat kritik sastra di mana
pun. Siapa yang keluar dari arus utama, berarti dianggap tidak
menganggap penting trend dan pastilah akan tersisih sebagai anggota
masyarakat sastra (teralienasi). Harap dimaklumi, dalam pengertian
tertentu, salah satu jenis sastra kontemporer ini dapat juga dianggap
sebagai gaya hidup.
Kritik sastra baru ini jelas berbeda dari sekedar aturan estetis Aristoteles dalam poetika. Michael Rifaterre secara gamblang menyebut bahwa sastra (puisi) hanyalah permainan belaka (this is an extreme case but exemplary, for it may tell us much about poetry’s being more of a game than anything else)
(1984: 13-14). Umberto Eco, novelis dan pakar semiotika mengatakan hal
yang sama bahwa sastra adalah kebohongan. Sedangkan teori sastra adalah
teori tentang kebohongan. Persoalan ini jelas melebihi kerumitan tentang
bahasa dan benda yang dibahasakan.
Dalam ungkapan Rifaterre, sastra adalah konstruksi dari hasil eksperimen senam kata-kata indah (a calisthenics of words), suatu kesibukan menenun kata-kata (a verval stting-up exercise).
(Rifaterre, 1984: 13). Pada jalur ini, Roland Barthes merumuskan
hakikat sastra dengan mengesampingkan roman-roman yag bercorak realisme,
khususnya dari abad XIX di Eropa. Malahan ia menaruh minat pada Finnegans Wake.
Ia menganggapnya sebagai hal yang sulit dimengerti dan tidak pernah
bermakna pasti. Dari ketidakpastian inilah, kemudian ia menyimpulkan
bahwa sastra seharusnya tidak punya kepastian akhir. Selama teks terus
dibaca, – dengan demikian pembaca adalah produsen sastra yang baru –
maka akan terus menjadi teks yang baru tanpa henti.
Atas nama obyektifitas, Barthes melanjutkan bahwa tidak mungkin
memulai sejarah sastra yang baru, tanpa meninggalkan hak istimewa
pengarang. Ia berargumen bahwa, “Kita harus memisahkan sastra dari
individu.” (Roland Barthes, On Racine, 1963: 162). Sebaliknya,
kendati Barthes menitikberatkan pada obyektivitas pembaca, di seberang
jalan Rene Wellek mengingatkan agar pembaca pun, tidak perlu hingga
melakukan anarki nilai dan akhirnya menuai skeptisisme yang kering.
Pembicaraan yang impresionistis dan subyektif hendaknya dihindari. (Rene
Wellek, Literary Theory, 1983: 74). H.R. Jauss, Wolfgang Iser,
Norman Holland, Harold Bloom dan Stanley Fish mungkin adalah sederet
kritikus yang sealiran.
Sementara itu, aliran sastra yang berkomitmen pada ikhtiar penemuan makna dalam benak pengarang ada pada karya E.D. Hirsch, Validity in Interpretation
(1976). Dalam tradisi filsafat, mungkin hal ini lebih dekat pada
tradisi fenomenologi. Praktik-praktik kritik sastra dalam bingkai
fenomenologis bisa disimak pada Georges Poulet dan Jean-Pierre Richard.
Di luar itu semua, berkembang aliran dekonstruksi. Nama-nama yang
patut dijadikan sebagai rujukan adalah Jacques Derrida, J. Hillis Miller
dan Paul de Man. Inilah aliran yang paling tidak bisa dipahami,
nilistik dan selalu berlari dalam kubangan teks yang mengalami pembaruan
abadi.
Kendati demikian, di luar hutan rimba aliran kritik sastra yang ada,
ada komentar yang sangat masuk akal dari William E. Cain bahwa,
kontestasi teoritis sastra telah keluar dari jalurnya. Kritik sastra
terlalu lepas menjulang ke langit dalam perdebatan filsafat. (William E.
Cain, the Crisis in Criticism, 1987) Ia tidak pernah lagi tahu
bagaimana cara menikmati karya sastra dengan penghayatan yang
sederhana. Seolah terlupa bahwa di samping teks-teks yang terajut, ada
manusia hidup yang mencicipi masakan, berhubungan seksual dan memiliki
empati kepada sesamanya, bahkan mereka yang religius bisa merasakan
ketenangan batin dari Yang Ilahi.
Penegasan ini mendapatkan pembelaan dari Steven Knapp dan Walter Ben
Michaels. Keduanya mengingatkan bahwa perdebatan filsafat menyangkut
teori sastra, membuat para kritikus sastra tidak lagi bekerja sebagai
seorang kritikus. Dengan kata lain, konstalasi teoritis hanya melalaikan
banyak orang dari upaya berkarya. Padahal, perdebatan teoritis itu,
hanyalah upaya coba-coba belaka, tidak lebih. (W.J.T. Mitchell, ed., Againts Theory, 1985: 30).
Jika pelbagai rimba teoritis sastra itu dipetakan, maka kritik sastra
lawas diwakili oleh aturan estetis Aristoteles. Sementara, kritik
sastra baru, hadir sebelum Roland Barthes. Pasca Barthes, muncullah
tradisi teori sastra yang “seksi” bernama dekonstruksi. Melampaui itu
semua, marilah kita semua kembali pada penghayatan sastra yang paling
tradisional, bebas dan terlepas dari jeratan bias-bias teoritis. Dalam
konteks inilah kritik sastra Nurel menempati ruangnya.
Kritik sastra Nurel terhadap teks-teks Ignas Kleden, di luar dari
substansi filolosofis, teologis, sosio-kultural dan estetika sastra,
sebenarnya hanya ingin menunjukkan bahwa, tradisi dekonstruksionis dan
relativisme interpretasi Kledenian bukanlah puncak gunung. Karya-karya
Kleden, adalah karya yang patut diapresiasi dalam posisi yang sama di
hadapan pengetahuan. Dengan kata lain, Nurel hendak menawarkan sedikit
nilai etis egalitarianisme.
Ia sangat konsekuen terhadap pendiriannya, imannya. Egalitarianisme
membawanya pada aktivitas kreatif yang melampaui upaya-upaya akademik civitas academia.
Nurel sebagai kritikus, adalah pekerja keras yang disiplin, tekun dan
punya etos intelektual yang sudah sangat jarang ditemui. Kesedarajatan
kemanusiaan membawanya pada kesimpulan pentingnya kebebasan intelektual
tanpa tendensi gelar akademik apapun. Dengan pelbagai catatan terhadap
teks-teks Ignas Kleden, ia membuktikan bahwa, “Semua manusia memiliki
derajat yang sama di hadapan pengetahuan. Semua manusia adalah murid di
hadapan ilmu.”
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, upaya “melampaui” bukanlah
permainan teks belaka oleh Nurel. Kehendak untuk berbicara, berkampanye,
mencoba membuat jernih persoalan dengan maksud-maksud dan tujuan yang
mulia, keadilan, egalitarianisme dan kemanusiaan, semua itulah yang
membuat karya kritik sastra Nurel adalah karya yang sangat penting dan
berbobot.
Bukan hanya itu, artikulasi kritik Nurel sangat mudah dipahami jika
dibaca secara utuh dan menyeluruh. Dengan bahasa yang manis dan
meliuk-liuk, ia seperti para pujangga zaman kuno, pujangga
kerajaan-kerajaan besar di Jawa. Mengambil pesan moralnya, maka akan
menemukan betapa kritik sastra ini sangat tinggi nilainya. Tidak
sembarang kritikus sastra, – bukan pembuat prosa, novel atau syair –
dapat menciptakan ulasan atas teks sastra tanpa meninggalkan kekhasan
bahasa yang dimilikinya, bahkan secara berani, ia sengaja memainkan
kualitas estetis yang unik.
Secara akademik, dengan sedikit sosiologis, Nurel sebagai kritikus
dapat dikatakan sebagai penulis yang turut menuliskan karyanya pada buku
harian sejarah. Bahwa pembelaannya dalam mengapresiasi Ignas Kleden –
yang menurutnya perlu direvisi dengan kearifan Islam-Jawa – adalah
manifestasi teologisnya dalam memahami agama, kebudayaan dan dunia.
Singkat kata, kritik sastra Nurel adalah ibadah. []
*) Anggota the Reading Group for Social Transformation, PSIF-UMM. Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.
Dijumput dari:
http://www.facebook.com/notes/hasnan-bachtiar/melampaui-kritik-sastra-baru-yang-terbaru/10151844182965702?ref=notif¬if_t=note_reply
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar