A. Yusrianto Elga
http://jejakpengelana.blogspot.com/
“Tiada satu pun di antara kedua pihak berhak mencaci maki pihak lainnya oleh karena dengan demikian berarti bahwa kita menghormati jiwa suatu bangsa yang sedang menunjukkan sikapnya.” Demikianlah pernyataan Sanusi Pane tentang akan dibentuknya perhimpunan pemuda-pemuda Batak yang kemudian disepakati bernama “Jong Bataks Bond.”
Pernyataan itu saya kutip dari Nationalisme, Jong Batak, (Januari, 1926). Dalam naskah itu, Sanusi Pane menyampaikan gagasannya bahwa perhimpunan bagi pemuda-pemuda Batak bukan berarti upaya pembongkaran terhadap de Jong Sumateranen Bond (JSB). Tetapi sebaliknya, menumbuhkan persaudaraan dan persatuan orang-orang Sumatera. Karena itu, Sanusi Pane mengingatkan agar tak ada caci maki antara kedua belah pihak. Semua harus saling menghargai dan menghormati sebagai sesama bangsa, lebih-lebih sebagai sesama Sumatera.
Sebagai pulau yang memiliki keanekaragaman bangsa, tentu hanya persatuanlah yang bisa memajukan Sumatera. Gagasan mendirikan Jong Bataks Bond sebenarnya adalah salah satu upaya untuk mewujudkan persatuan yang bersifat massif di kalangan orang-oarang Sumatera. Sebab bagaimana pun baik bagi orang-orang Minangkabau, Batak, Aceh dan sebagainya, Sumatera adalah tanah tumpah. Hal ini tercermin dalam sajak Mohammad Jamin (1920) yang berumbul “Tanah Air”:
Pada batasan, Bukit barisan,
Memandang aku, ke bawah memandang;
Tampaklah hutan rimba dan ngarai;
Lagi pun sawah, sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk, daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku
Sesayup mata, hutan semata,
Bergunung bukit, lembah sedikit;
Jauh di sana, di sebelah situ,
Dipagari gunung, satu persatu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya jahat bumi kedunia
– firdaus melayu di atas dunia!
Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatera namanya, yang kujunjungi
Pada batasan, bukit barisan,
Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala,
Itulah laut, samudera Hindia.
Tampaklah ombak, gelombang pelbagai
Memecah ke pasir, lalu berderai,
Ia memekik, berandai-andai:
“Wahai Andalas, pulau Sumatera,
Harumkan nama, selatan utara!”
Sajak yang kemudian selalu dinyanyikan oleh para pelajar Sumatera itu menggambarkan suatu spirit dalam menjunjung tanah kelahiran. Teeuw I 1967: 9-13, 20-22), sebagaimana dikutip oleh Hans van Miert dalam bukunya Dengan Semangat Berkobar (2003), mengatakan bahwa dalam sajak itu – dan dalam banyak sajak lain yang diciptakannya di masa itu – mengungkapkan perasaan banyak pelajar Sumatera yang seperti dia menyeberangi selat Sunda untuk meneruskan pendidikan di Jawa. Ketika mereka berada di lingkungan yang asing di kota Batavia, Buitonzorg atau kota yang lain di Jawa, mereka pun mengangankan tanah kelahirannya, lalu mengangankan keindahan alam yang melimpah di Andalas, Firdaus Melayu atau Sorga Melayu yang jauh di mata tapi dekat di hati. Nasion mereka itu tidak salah lagi adalah nasion Sumatera.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan gagasan untuk mendirikan suatu perhimpunan harus disadari sebagai bagian dari komitmen kebangsaan dalam maknanya yang luas. Karena bagaimana pun melalui perhimpunan itu, semangat, aspirasi, dan gagasan pemuda-pemuda dapat terwadahi. Hanya pemuda-pemuda dengan semangat juang penuh motivasi yang tinggi tentunya yang mau mengabdikan hidup dan perjuangannya untuk bangsa.
Dan perhimpunan Jong Bataks Bond bukanlah “perhimpunan tandingan” terhadap JSB. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa disamping sentimen nasionalis, motif-motif duniawi lebih memainkan peranan dalam usha mendirikan perhimpunan yang khas Batak, yaitu jengkel dengan keadaan Jong Sumateranen Bond yang selama beberapa tahun berada dalam keadaan limbung, dan menolak dominasi Minangkabau. Ada “suasana menekan” di dalam perhimpunan itu, ada “sikap menahan diri” antara sesama anggota klub (Aminoedin Pohan, JB, 1926).
Namun, sebagaimana yang dikatakan Sanusi pane, berdirinya perhimpunan pemuda-pemuda Batak lebih pada tumbuhnya persatuan yang lebih besar di antara orang-orang Sumatera. “Sekali memilih dalil bahwa kekuatan suatu bangsa sebagian terdapat dalam kebudayaannya maka dengan berpikir secara konsekuen kami telah sampai kepada kesimpulan bahwa suatu Jong Bataks Bond mempunyai hak untuk berdiri.” Demikianlah Sanusi Pane menegaskan.
Selanjutnya, ia tak lupa mengingatkan kepada pemuda-pemuda Batak ihwal komitmen dasar dalam sebuah perhimpunan: “Jika kita ingin agar perhimpunan ini berumur panjang, maka jangan sekali-kali kita memasuki perhimpunan ini dengan pertanyaan keuntungan apakah yang akan kita peroleh, melainkan dengan pertanyaan apakah yang dapat kita berikan. Janganlah kepentingan kita sendiri menjadi pendorong kita untuk menjadi anggota, melainkan rasa cinta terhadap rakyat Batak, yang menantikan tuan-tuan sebagai anak-anaknya dan cinta terhadap cita-cita Pemuda Sumatera.”
Pesan sederhana tapi sarat makna itu memberikian suatu bekal yang cukup berharga agar perhimpunan yang kelak akan menjadi wadah persatuan pemuda-pemuda Batak tidak sia-sia.
Tentang Nasionalisme
Kalau nasionalisme kita pahami sebagai kecintaan kepada bangsa atau Tanah Air, maka internasionalisme mempunyai titik jangkauan yang lebih luas. Seorang internasionalis tidak lagi mepersoalkan identitas bangsa atau negara apa ketika melakukan kerja-kerja kemanusiaan. Semuanya sama, sederajat, dan berhak mendapatkan curahan kasih sayang sebagai sesama manusia.
“Seorang internasionalisme,” kata Sanusi Pane dalam Nationalisme, Jong Batak, (Januari, 1926), “tidak usah berhenti bekerja buat negaranya, ya, bahkan cita-citanya itu merupakan cambuk untuk bekerja terus tanpa lelah bagi tanah tumpah darahnya. Akan tetapi pekerjaannya tidak semata-mata dibaktikannya kepada bangsanya melainkan kepada kemanusiaan pada umumnya.”
Jangkauan dari internasionalisme, dengan demikian, jelas lebih luas karena semangat kemanusiaanlah yang sejatinya mendorong nuraninya untuk berbakti. Sebab semangat kemanusiaan berada di atas segala. Dalam konteks inilah Sanusi Pane mengingatkan, utamanya kepada pemuda-pemuda Batak, bahwa yang mendorong internasionalisme bukanlah kebencian, melainkan cinta, yang tidak mengenal batas materi, ia bekerja untuk bangsanya, demi kepentingan manusia seluruhnya, oleh karena bangsa adalah sebagian dari seluruh manusia.
Dengan begitu gagasan internasionalisme tidak menutup pintu bagi nasionalisme. Banyak orang mengatakan bahwa antara nasionalisme dan internasionalisme tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan satu asumsi : keduanya terpisah. Nasionalisme bagaimana pun adalah paham yang mengajarkan kesejatian, bagaimana kita mampu mencurahkan segala daya demi Tanah Air tercinta. Seorang nasionalis tidak tertutup kemungkinan menjadi penganut internasionalisme atau sebaliknya oleh karena rasa cinta terhadap manusia dan kemanusiaan. Jadi, atas dasar kemanusiaanlah yang mendorong nurani setiap manusia untuk saling berbagi, tolong-menolong, hingga terjalin persatuan yang meniscayakan kedamaian.
Di Indonesia, kita mendapatai kenyataan yang kurang menggembirakan, yakni ihwal nasionalisme dan internasionalisme yang diasumsikan sebagai dua paham yang tidak bisa didamping-dampingkan atau disatupadukan menjadi satu kekuatan. Seorang internasionalisme yang mengimpikan perdamaian di dunia, misalnya, seringkali tidak mendapatkan apresiasi dan bahkan dianggap sebagai utopian belaka oleh karena gagasannya dianggap tidak sejalan atau bahkan mungkin keliru.
Dalam konteks ini menarik apa yang digambarkan oleh Sanusi Pane: “Dalalam bergeloranya ombak gagasan timbul pikiran tentang perdamaian dunia bagaikan sebuah bintang pada pekatnya langit hitam di cakrawala, sambil mendendangkan lagu bagi orang-orang yang haus akan pembebasan dari lumpur hidup yang melandasi segala tipu daya politik, dengan kata-kata sebagai berikut: Pilihlah saya yang sedang kemilau di atas segala orang besar sedunia sebagai penunjuk jalanmu! Ikutilah saya ke ruangan penuh berisikan kebahagiaan rohani, ke ruang-ruang tanpa batas, penuh dengan paduan suara menggelora dengan riangnya! Saya adalah utusan Sang Cahaya nan Remaja Kembali, saya adalah nada Symphoni yang mengelu-elukan tuan dari Kehidupan Abadi, Mari, kemari, ikutilah saya!”
Namun lagu dari Dunia Kemilau itu, demikian menurut Sanusi Pane, hanya separuh dipahami orang. Mereka yang membangunkan cinta internasionalisme dari deburan ombak di masa itu, masih dinamakan kaum utopia, tukang mimpi yang tak berdaya yang hanya mampu melagukan lagu tentang indahnya bulan dan damianya kelap-kelipnya bintang di langit. Seorang internasionalisme tak lebih hanya dianggap sebagai penghayal akan idealisme atau sesuatu yang diimpikan.
Bagaimana mungkin kita bisa menerima dengan asumsi ini kalau pada kenyataannya internasionalisme mempunyai visi kemanusiaan yang cukup mendasar, yakni cinta dan pengabdian. Jelas tak ada yang bertentangan, antara nasionalisme dan internasionalisme saling mendukung. Bahkan kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Kalau saya berpendapat, seorang sejati adalah ia yang mempunyai spirit nasionalisme sekaligus internasionalisme. Nasionalisme tanpa internasionalisme hanya akan memunculkan pandangan yang sempit (nasionalisme ekslusif). Memang pada satu sisi hal semacam ini sangat positif karena meniscayakan adanya suatu kekuatan, yakni kecintaan yang maha dahsyat terhadap bangsa dan Tanah Airnya. Tetapi pada sisi yang lain, nasionalisme sempit atau ekslusif akan mengobarkan api egoisme, yakni memandang bangsa lain dengan amat rendah.
Karena itu, nasionalisme harus selalu disandingkan dengan internasionalisme agar memunculkan suatu pandangan yang terbuka. Internasionalisme meniscayakan adanya penghormatan dan penghargaan terhadap manusia lain terlepas ia berasal dari bangsa dan negara mana.
Dijumput dari: http://jejakpengelana.blogspot.com/2008/03/jong-bataks-bond-dan-nasionalisme_15.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar