Jumat, 13 Januari 2012

Sastra dalam Desain Sistem Pendidikan Nasional

Kalis Mardi Asih *
http://www.kompasiana.com/mardiasih

”Pendidikan itu tidak cuma untuk menciptakan anak pandai, tetapi juga harus membentuk warga yang berkarakter” (Nasution, 2010)

Beberapa hari lagi, pada tanggal 2 Mei nanti kita akan kembali memperingati Hari Pendidikan Nasional. Pada tahun- tahun lalu biasanya hari ini diwarnai dengan selebrasi meriah berupa lomba- lomba di bidang pendidikan seperti lomba siswa teladan, lomba guru teladan dan lain sebagainya. Bertolak dari kegiatan tahunan tersebut, ada baiknya kita menilik sejarah dari Hari Pendidikan Nasional itu sendiri di masa lalu.
Bahwa tanggal 2 Mei 1889 adalah tanggal lahir tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro. Beliau merupakan cikal bakal lahirnya sekolah taman siswa yang memiliki basis asah, asih, asuh dan motto ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani serta menjalankan pendidikan dengan sistem among. Lalu, adakah sistem pendidikan nasional kita masih menjunjung tinggi prinsip- prinsip kearifan tersebut? Ataukah tut wuri handayani pada masa sekarang hanya menjadi slogan?

Sistem pendidikan nasional Indonesia telah mengindikasikan peluang terciptanya kesenjangan sosial yang semakin melebar. Acuan sistem pendidikan nasional adalah Negara- Negara maju, terutama yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development ( OECD). Acuan ini menyebabkan berbagai macam komersialisasi pendidikan yang Nampak jelas kita amati kini. Biaya pendidikan yang semakin mahal serta status sekolah mulai dari sekolah dengan pelayanan minimal hingga sekolah berstandard nasional semakin membuat jalan kesenjangan melebar. Pasalnya, masyarakat ekonomi atas akan berbuat apa saja agar anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik. Namun, perspektif pendidikan seperti apakah yang dimaksud? Padahal,tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang- Undang telah jelas, yakni membentuk masyarakat yang cerdas, berkeadilan, serta berkarakter keindonesiaan.

Pendidikan yang hanya bermain pada ranah kognitif memforsir otak sebagai mesin tunggal yang harus dipekerjakan namun melupakan prinsip- prinsip paling dasar pada moral value. Akibatnya banyak kita lihat dalam berita harian televise tentang pelajar atau mahasiswa yang di usia dini telah melakukan berbagai aksi kriminalitas, seks bebas, narkotika dan perkara lain yang melanggar hukum.

Banyak pendapat yang berhembus, terutama dari para penggiat sastra dalam negeri sendiri, bahwa hal itu disebabkan pendidikan sekarang yang mengabaikan pembelajaran sastra. Menurut telaah penulis, hal ini dapat dibenarkan. Sastra ikut mempengaruhi pembentukan karakter siswa lewat karakter- karakter keindonesiaan yang ditanamkan dalam proses yang natural. Pada zaman penjajahan Belanda, setiap siswa harus membaca 25 buku sastra setiap tahun. Tetapi pada zaman sekarang, belum tentu siswa membaca satu buku sastra dalam setahun.

Karya sastra Indonesia adalah segenap cipta sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia, disertai adanya nafas dan ruh keindonesiaan, serta mengandung aspirasi dan kultur Indonesia ( Mujiyanto, 2010 : 1). Dengan membaca karya sastra Indonesia dari berbagai periodesasinya, secara tidak langsung siswa mempelajari bab nasionalisme melalui deskripsi kisah dan latar tempat yang disajikan para sastrawan dengan indah. Bukan mempelajari nasionalisme secara teoritis, menghafal secara sistematis tentag definisi dan jenis pada saat ulangan saja.

Dari makna kebahasaan, sastra juga erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Sastra berasal dari bahasa sansekerta “castra” yang artinya belajar, pembelajaran. Sastra bersifat memanusiakan manusia karena meninjau suatu kajian terhadap sesuatu secara menyeluruh, wujud sastra dalam karya sastra adalah dulce et utile yang artinya berguna dan menyenangkan. Melalui makna ini, jelas bahwa sastra berbicara lebih dari sekedar teori. Pun, setiap proses penciptaan karya sastra itu sendiri tidak lepas dari unsur intrinsik berupa amanat yang menyatu dalam karya.

Problematikanya adalah mengapa sastra dalam kurikulum yang harusnya menjadi bahan penyegaran otak siswa, ibarat kerupuk yang bersifat renyah tetapi terasa kurang jika tidak kita temui keberadaannya dalam makanan, justru menjadi momok bagi siswa. Jawabannya adalah tentu saja terjadi kesalahpahaman pada pendidik dalam hal pembinaan apresiasi sastra. Penyair, sastrawan sekaligus Dosen pada FKIP UNS program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Yant Mujiyanto mengungkapkan dalam bukunya Sejarah Sastra Indonesia bahwa pembinaan apresiasi sastra bukanlah sesuatu yang bersifat kognitif, informatif dan ilmiah, melainkan bersifat intuitif, afektif, estetis dan kreatif. Lebih lanjut, Yant menjelaskan bahwa mengajarkan sastra bukan berarti mengajarkan novel/ sanjak ini dikarang oleh sastrawan A, menganut aliran X dari angkatan sekian, tetapi lebih dari itu anak diharapkan mampu memahami kedalaman makna serta merasakan keindahannya.

Oleh karena begitu kompleks fakta yang memojokkan kehidupan sastra di lapangan, maka kita harus kembali merestrukturisasi keberadaan sastra di tengah- tengah dunia pendidikan. Mendalami arti puisi misalnya, sama sekali tidak pernah sayadapati di sekolah formal. Bahwa jika banyak guru sastra di sekolah yang alih- alih membuat siswa pandai bersyair tetapi ujungnya malah membuat siswa alergi terhadap syair itu sendiri, maka sekali lagi sastra harus melalui pendekatan yang berbeda. Sastra harus di dekati dengan santai, jenaka tapi intens. Guru harus mengajarkan betapa karya sastra begitu bermakna dalam setiap penulisannya.

Mengarang, menulis puisi, seharusnya dihadapi seperti berbicara (Aspahani, 2007:1). Ya, menulis puisi bisa dianggap sama dengan berbicara karena sama- sama memberdayakan fungsi bahasa. Ketika anak- anak belajar berbicara, mereka tidak pernah diharapkan pada teori atau seperangkat aturan yang memaksa. Anak- anak hanya belajar berbicara dan mengeja makna dalam lingkungan kecil yang akrab dan mudah memahami dia. Jika di analogikan dalam dunia penulisan misalnya, sastrawan pemula tidak perlu takut terhadap seperangkat aturan misalnya, ia hanya butuh menulis apa saja yang ada dalam imajinya. Hanya saja bedanya, ketika menulis kita bukan lagi berada di lingkungan kecil yang akrab. Kita berada pada lingkungan pembaca yang lebih luas, yang memiliki hak prerogative terhadap jutifikasinya sehingga pelan- pelan sastrawan harus mempelajari strategi dan tangkisan- tangkisan kecil yang diperlukan.

Menyikapi hal ini, penulis tidak bermaksud merendahkan teori- teori atau kutipan- kutipan ilniah namun justru berusaha memberikan pendekatan baru dalam edukasi sastrawi. Jika 25 tahun lalu Arswendo Atmowiloto sudah menerapkan jurus yang sama melalui buku Mengarang itu Gampang (Gramedia : Jakarta, 1982). Maka karya sastra lain seperti puisi pun sah- sah saja jika didekati dengan jalan yang sama.

Guru masa kini rasanya tidak perlu lagi berkamuflase sebagai ahli sastra jika ia tidak menguasai. Ia tidak penting lagi untuk menyuguhkan pembacaan puisi yang membuat siswa menjadi kaku karena metode pembelajaran modern telah memfasilitasi berbagai media seperti LCD, layar, dan laptop. Maka yang perlu dilakukan hanya mencari video tentang pembacaan puisi Rendra, video- video pembelajaran sastra dan biarkan biarkan siswa mengenal lebih dekat tentang Indonesia bersama para pujangganya, menyelam ke masa lalu, masa dimana sastra berada pada tingkat kejayaannya. Selanjutnya, biarkan mereka menjadi generasi sastra masa kini yang mengejawantah menjadi pejuang degradasi moral bangsa.

Sastra adalah keindahan, dan segala sesuatu yang indah selalu bersumber dari hati. Salam Pendidikan Nasional, Jayalah sastra Indonesia!

________________07 July 2011
*) mahasiswa universitas sebelas maret, calon guru bahasa Inggris, aktif di UKM Keilmiahan studi ilmiah mahasiswa. menyukai dunia tulis menulis dan riset.

Dijumput dari: http://bahasa.kompasiana.com/2011/07/07/sastra-dalam-desain-sistem-pendidikan-nasional/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae