Minggu, 01 Januari 2012

Gagasan Sosial dalam Sastra

Wildan Nugraha
Sabili No. 6 Th. XIX, 22 Des 2011/26 Muharam 1433

HAL yang menarik diperbincangkan dari karya sastra antara lain soal gagasan sosial di dalamnya. Sebab hampir tidak mungkin kita memungkiri bahwa seorang sastrawan selalu bersentuhan dengan kehidupan sosial dan gagasan-gagasan yang berlaku di seputarannya, secara langsung ataupun tidak langsung, dekat ataupun jauh; dan oleh karenanya gagasan-gagasan itu, disadari atau tidak disadari, masuk ke dalam karya sastra yang dihasilkannya.

Yang lantas banyak dikhawatirkan kritikus dan penulis ialah bila yang masuk ke dalam karya sastra bukan semata gagasan sosial, tetapi ideologi. Sapardi Djoko Damono (2009: 64-65) misalnya mencatat bahwa banyak penulis Amerika beranggapan bahwa masuknya ideologi ke dalam sastra hanya merusak saja sehingga kebanyakan novel Amerika menjadi hambar. Novel (sastra) dan ideologi memang dapat dilihat sebagai dua hal yang bertentangan: novel mencoba untuk menghadapi pengalaman secara akrab dan dekat, sedangkan ideologi pada hakikatnya bersifat umum dan abstrak.

Tetapi Sapardi kemudian menimbang bahwa tidak mungkin ideologi masuk ke dalam sastra untuk semata mencederainya. Jikalau novelis dapat memusatkan segala keterampilan dan kecerdasannya untuk mengatasi barang abstrak itu dengan sebaik-baiknya sehingga bisa masuk ke dalam novel tidak secara en masse, karya yang ditulisnya berkemungkinan akan unggul. Meski ditentukan dan dikuasai oleh tekanan-tekanan pikiran abstrak, novel yang berhasil tetap menjalankan tugasnya dengan baik: menampilkan dan menembus emosi manusia sampai ke unsur-unsurnya yang paling pelik. Dengan kata lain gagasan yang ditimba dari kehidupan sehari-hari itu diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tuntutan novelnya sebagai karya sastra. Gagasan itu tidak dibiarkan sebagai abstraksi yang menggumpal tak jelas. Gagasan diselaraskan dengan peran-peran yang bermain di dalam novel itu: gagasan selaras dengan gerak novel itu.

Demi mencipta keselarasan gagasan dengan sastra, Sapardi menimbang misalnya ajuan konsep litterature engagee (sastra yang terlibat) dari kritikus Marxist Max Adereth. Dalam karangannya Adereth mencoba menampilkan gagasan tentang keterlibatan sastra dan sastrawan khususnya dalam politik dan ideologi.

Gagasan keterlibatan tersebut bersumber pada dua hal pokok. Yang pertama ialah kini kita dihadapkan pada kenyataan yang bergerak begitu cepat sehingga hampir tak ada kesempatan bagi kita untuk memahaminya. Yang berikutnya ialah krisis yang mendalam telah menimpa peradaban kita. Dua perang dunia dan zaman nuklir telah sedemikian merombak ilusi kita sebagai manusia di muka bumi. Untuk itu, sastra harus memainkan peran yang akrab buat masyarakat: menyediakan cermin bagi masyarakat lengkap dengan segala masalahnya.

Beberapa keberatan kemudian mengemuka terhadap gagasan Adereth. Pertama, litterature engagee dikatakan terlalu berbau politik sehingga tidak sehat lagi. Yang kedua, bahwa keadaan masyarakat modern kita ini telah menyebabkan segala macam keterlibatan menjadi kuno. Terhadap beberapa keberatan tersebut Adereth menjawab bahwa bagaimanapun krisis politik kini merupakan penyataan yang terpenting di antara krisis yang ada di zaman ini; bahwa semua konflik moral dan ideologi dalam zaman ini mempunyai latar belakang politik. Namun, hal itu bukan berarti bahwa “isi” karya sastra yang terlibat itu selalu politik. Sebenarnya karya litterature engagee yang baik hanya menempatkan politik sebagai latar belakang; politik memang unsur yang sangat penting namun hanya sebagai latar belakang.

Di luar perdebatan seputar litterature engagee yang baik atau buruk, kritikus Raymond Williams (dalam Damono 2009: 72-76) merinci tentang cara-cara gagasan, politik, atau ideologi memasuki novel. Saya kira perincian ini menarik diikuti untuk membantu kita membaca dan memahami lebih jauh karya sastra—terutama dalam kaitan dengan gagasan sosial di dalamnya.

Ada tujuh cara, menurut Williams, yang dipergunakan pengarang untuk memasukkan gagasan sosial ke dalam novel. Pertama, gagasan sosial disampaikan secara lugas, dengan kata lain dipropagandakan, dalam novel. Dalam novel jenis ini, pengarang mempergunakan berbagai teknik propaganda agar gagasannya sampai kepada pembaca secara ‘mudah’, tanpa banyak menuntut kecanggihan interpretasi. Pada zaman Dickens, catat Williams, sangat berilmpah novel jenis ini. Isinya seputar nasihat-nasihat moral: jangan mencuri, ikuti jalan lurus, rajinlah beribadah, dlsb. Catat Sapardi, novel Cinta Tanah Air (1944) Nur St. Iskandar, bisa dibaca sebagai karya yang menerapkan konsep demikian.

Kedua, novel yang tidak sepenuhnya menyampaikan gagasan dengan lugas, tetapi tetap jelas menunjukkan niat untuk memikat orang ke arah gagasan tertentu. Gagasan tertentu dipadukan ke dalam novel dengan cara melambangkan atau mencontohkan. Menurut Williams, novel Perang dan Damai karya Leo Tolstoy masuk kategori ini. Sementara dicatat Sapardi, Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer, kurang lebih bisa disebut sebagai contohnya.

Ketiga, gagasan dimasukkan ke dalam novel lewat perbantahan di antara tokoh-tokoh yang bermain di dalamnya. Gagasan dijadikan bahasan perbincangan, yang pada dasarnya adalah merupakan cara untuk menawarkannya. Dari karya Barat, tulis Williams, contohnya ialah karya Aldous Huxley Yellow dan Point Counterpoint. Dari dalam negeri, Sapardi mencatat Siiti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, Atheis (1949) karya Achdiat Kartamihardja, dan Layar Terkembang karya Takdir Alisjahbana.

Keempat, menyodorkan gagasan sebagai konvensi. Gagasan akan terasa dan tampak sebagai sesuatu yang wajar, dan tidak sebagai propaganda, kalau kita merasa telah mengenal dan mengikutinya. Bagi pembaca, gagasan sedemikian akan muncul sebagai common sense ‘pengertian umum’ atau bahkan sebagai pengalaman manusia yang universal. Dalam novel semacam itu, gagasan tidak terasa lagi sebagai gagasan tetapi sebagai sesuatu yang memang sudah menjadi milik kita. Novel-novel Jane Austen disebut Williams sebagai contohnya. Sementara Sapardi mencatat novel Indonesia: Padang Ilalang Sebelah Rumah dan Sebuah Lorong di Kotaku karya Nh. Dini.

Kelima, memunculkan gagasan sebagai tokoh. Dalam novel jenis ini, gagasan sama sekali tidak ‘kelihatan’ atau tidak bisa dikenali dengan langsung karena sedah menyatu dengan tokoh—bahkan harus dikatakan, sudah menjadi tokoh itu sendiri. Menurut Williams, contoh yang bisa diambil ialah Anna Karenina karya Tolstoy. Contoh novel Indonesia kata Sapardi: Pada Sebuah Kapal Nh. Dini.

Keenam, melarutkan gagasan dalam keseluruhan dunia fiksi. Dalam novel jenis ini, gagasan mewujud dalam dunia rekaan yang sebenarnya sepenuhnya dikendalikan oleh pengarang. Gagasan sedemikian biasanya kompleks, dan karena dalam-dalam menyatu ke dunia rekaan, muncul sebagai dunia yang bisa berdiri sendiri tanpa harus ditentukan hubungan-hubungannya dengan ‘dunia lain’ di luarnya. Tentu saja kita bisa menelusuri hubungan-hubungan itu, tetapi karena gagasan sudah begitu dalam masuk ke dunia rekaan, tanggapan kita terhadapnya terjadi secara langsung, sama sekali tanpa perantara. Antara lain Williams menyebut Finnegan’s Wake dan Ulysses karya james Joyce sebagai contoh, di samping beberapa karya Kafka. Contoh novel Indonesia, Sapardi menyebut: Stasiun karya Putu Wijaya.

Ketujuh, menampilkan gagasan sebagai superstruktur. Maksud Williams dengan konsep ini adalah kemungkinan bagi novelis untuk menyampaikan gagasan dengan cara menciptakan tokoh yang menyuarakannya, tetapi tindakan yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkannya sama sekali berlawanan arah. Menurut Williams, hal ini disebabkan oleh perbedaan antara pandangan pengarang di luar karya sastra dan gagasan yang masuk ke dalam novelnya. Dalam kaitan dengan ini, seorang tokoh Gerakan Romantik Inggris, Coleridge, membedakan antara opinion ‘pandangan’ dan ide ‘gagasan’. Williams tidak menyebut sebuah novel pun sebagai contoh; hanya dikatakannya bahwa hal itu mungkin saja dilakukan pengarang.

Dikatakan Williams, sebenarnya batas tegas antara ketujuh cara memasukkan gagasan sosial ke dalam novel itu sangat sulit ditarik, dan juga hasil dari penerapan uraian itu selalu bersifat tentatif. Tetapi sebagaimana telah disebut, setidaknya tujuh cara itu bisa membantu memahami lebih jauh karya sastra—terutama dalam kaitan dengan gagasan sosial di dalamnya; atau paling tidak, sebagaimana tulis Sapardi, bisa dijadikan titik tolak untuk menguraikan bagaimana gagasan sosial masuk ke dalam karya sastra.***

Dijumput dari: http://titikluang.blogspot.com/2011/12/gagasan-sosial-dalam-sastra.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae