Wildan Nugraha
Sabili No. 6 Th. XIX, 22 Des 2011/26 Muharam 1433
HAL yang menarik diperbincangkan dari karya sastra antara lain soal gagasan sosial di dalamnya. Sebab hampir tidak mungkin kita memungkiri bahwa seorang sastrawan selalu bersentuhan dengan kehidupan sosial dan gagasan-gagasan yang berlaku di seputarannya, secara langsung ataupun tidak langsung, dekat ataupun jauh; dan oleh karenanya gagasan-gagasan itu, disadari atau tidak disadari, masuk ke dalam karya sastra yang dihasilkannya.
Yang lantas banyak dikhawatirkan kritikus dan penulis ialah bila yang masuk ke dalam karya sastra bukan semata gagasan sosial, tetapi ideologi. Sapardi Djoko Damono (2009: 64-65) misalnya mencatat bahwa banyak penulis Amerika beranggapan bahwa masuknya ideologi ke dalam sastra hanya merusak saja sehingga kebanyakan novel Amerika menjadi hambar. Novel (sastra) dan ideologi memang dapat dilihat sebagai dua hal yang bertentangan: novel mencoba untuk menghadapi pengalaman secara akrab dan dekat, sedangkan ideologi pada hakikatnya bersifat umum dan abstrak.
Tetapi Sapardi kemudian menimbang bahwa tidak mungkin ideologi masuk ke dalam sastra untuk semata mencederainya. Jikalau novelis dapat memusatkan segala keterampilan dan kecerdasannya untuk mengatasi barang abstrak itu dengan sebaik-baiknya sehingga bisa masuk ke dalam novel tidak secara en masse, karya yang ditulisnya berkemungkinan akan unggul. Meski ditentukan dan dikuasai oleh tekanan-tekanan pikiran abstrak, novel yang berhasil tetap menjalankan tugasnya dengan baik: menampilkan dan menembus emosi manusia sampai ke unsur-unsurnya yang paling pelik. Dengan kata lain gagasan yang ditimba dari kehidupan sehari-hari itu diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tuntutan novelnya sebagai karya sastra. Gagasan itu tidak dibiarkan sebagai abstraksi yang menggumpal tak jelas. Gagasan diselaraskan dengan peran-peran yang bermain di dalam novel itu: gagasan selaras dengan gerak novel itu.
Demi mencipta keselarasan gagasan dengan sastra, Sapardi menimbang misalnya ajuan konsep litterature engagee (sastra yang terlibat) dari kritikus Marxist Max Adereth. Dalam karangannya Adereth mencoba menampilkan gagasan tentang keterlibatan sastra dan sastrawan khususnya dalam politik dan ideologi.
Gagasan keterlibatan tersebut bersumber pada dua hal pokok. Yang pertama ialah kini kita dihadapkan pada kenyataan yang bergerak begitu cepat sehingga hampir tak ada kesempatan bagi kita untuk memahaminya. Yang berikutnya ialah krisis yang mendalam telah menimpa peradaban kita. Dua perang dunia dan zaman nuklir telah sedemikian merombak ilusi kita sebagai manusia di muka bumi. Untuk itu, sastra harus memainkan peran yang akrab buat masyarakat: menyediakan cermin bagi masyarakat lengkap dengan segala masalahnya.
Beberapa keberatan kemudian mengemuka terhadap gagasan Adereth. Pertama, litterature engagee dikatakan terlalu berbau politik sehingga tidak sehat lagi. Yang kedua, bahwa keadaan masyarakat modern kita ini telah menyebabkan segala macam keterlibatan menjadi kuno. Terhadap beberapa keberatan tersebut Adereth menjawab bahwa bagaimanapun krisis politik kini merupakan penyataan yang terpenting di antara krisis yang ada di zaman ini; bahwa semua konflik moral dan ideologi dalam zaman ini mempunyai latar belakang politik. Namun, hal itu bukan berarti bahwa “isi” karya sastra yang terlibat itu selalu politik. Sebenarnya karya litterature engagee yang baik hanya menempatkan politik sebagai latar belakang; politik memang unsur yang sangat penting namun hanya sebagai latar belakang.
Di luar perdebatan seputar litterature engagee yang baik atau buruk, kritikus Raymond Williams (dalam Damono 2009: 72-76) merinci tentang cara-cara gagasan, politik, atau ideologi memasuki novel. Saya kira perincian ini menarik diikuti untuk membantu kita membaca dan memahami lebih jauh karya sastra—terutama dalam kaitan dengan gagasan sosial di dalamnya.
Ada tujuh cara, menurut Williams, yang dipergunakan pengarang untuk memasukkan gagasan sosial ke dalam novel. Pertama, gagasan sosial disampaikan secara lugas, dengan kata lain dipropagandakan, dalam novel. Dalam novel jenis ini, pengarang mempergunakan berbagai teknik propaganda agar gagasannya sampai kepada pembaca secara ‘mudah’, tanpa banyak menuntut kecanggihan interpretasi. Pada zaman Dickens, catat Williams, sangat berilmpah novel jenis ini. Isinya seputar nasihat-nasihat moral: jangan mencuri, ikuti jalan lurus, rajinlah beribadah, dlsb. Catat Sapardi, novel Cinta Tanah Air (1944) Nur St. Iskandar, bisa dibaca sebagai karya yang menerapkan konsep demikian.
Kedua, novel yang tidak sepenuhnya menyampaikan gagasan dengan lugas, tetapi tetap jelas menunjukkan niat untuk memikat orang ke arah gagasan tertentu. Gagasan tertentu dipadukan ke dalam novel dengan cara melambangkan atau mencontohkan. Menurut Williams, novel Perang dan Damai karya Leo Tolstoy masuk kategori ini. Sementara dicatat Sapardi, Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer, kurang lebih bisa disebut sebagai contohnya.
Ketiga, gagasan dimasukkan ke dalam novel lewat perbantahan di antara tokoh-tokoh yang bermain di dalamnya. Gagasan dijadikan bahasan perbincangan, yang pada dasarnya adalah merupakan cara untuk menawarkannya. Dari karya Barat, tulis Williams, contohnya ialah karya Aldous Huxley Yellow dan Point Counterpoint. Dari dalam negeri, Sapardi mencatat Siiti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, Atheis (1949) karya Achdiat Kartamihardja, dan Layar Terkembang karya Takdir Alisjahbana.
Keempat, menyodorkan gagasan sebagai konvensi. Gagasan akan terasa dan tampak sebagai sesuatu yang wajar, dan tidak sebagai propaganda, kalau kita merasa telah mengenal dan mengikutinya. Bagi pembaca, gagasan sedemikian akan muncul sebagai common sense ‘pengertian umum’ atau bahkan sebagai pengalaman manusia yang universal. Dalam novel semacam itu, gagasan tidak terasa lagi sebagai gagasan tetapi sebagai sesuatu yang memang sudah menjadi milik kita. Novel-novel Jane Austen disebut Williams sebagai contohnya. Sementara Sapardi mencatat novel Indonesia: Padang Ilalang Sebelah Rumah dan Sebuah Lorong di Kotaku karya Nh. Dini.
Kelima, memunculkan gagasan sebagai tokoh. Dalam novel jenis ini, gagasan sama sekali tidak ‘kelihatan’ atau tidak bisa dikenali dengan langsung karena sedah menyatu dengan tokoh—bahkan harus dikatakan, sudah menjadi tokoh itu sendiri. Menurut Williams, contoh yang bisa diambil ialah Anna Karenina karya Tolstoy. Contoh novel Indonesia kata Sapardi: Pada Sebuah Kapal Nh. Dini.
Keenam, melarutkan gagasan dalam keseluruhan dunia fiksi. Dalam novel jenis ini, gagasan mewujud dalam dunia rekaan yang sebenarnya sepenuhnya dikendalikan oleh pengarang. Gagasan sedemikian biasanya kompleks, dan karena dalam-dalam menyatu ke dunia rekaan, muncul sebagai dunia yang bisa berdiri sendiri tanpa harus ditentukan hubungan-hubungannya dengan ‘dunia lain’ di luarnya. Tentu saja kita bisa menelusuri hubungan-hubungan itu, tetapi karena gagasan sudah begitu dalam masuk ke dunia rekaan, tanggapan kita terhadapnya terjadi secara langsung, sama sekali tanpa perantara. Antara lain Williams menyebut Finnegan’s Wake dan Ulysses karya james Joyce sebagai contoh, di samping beberapa karya Kafka. Contoh novel Indonesia, Sapardi menyebut: Stasiun karya Putu Wijaya.
Ketujuh, menampilkan gagasan sebagai superstruktur. Maksud Williams dengan konsep ini adalah kemungkinan bagi novelis untuk menyampaikan gagasan dengan cara menciptakan tokoh yang menyuarakannya, tetapi tindakan yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkannya sama sekali berlawanan arah. Menurut Williams, hal ini disebabkan oleh perbedaan antara pandangan pengarang di luar karya sastra dan gagasan yang masuk ke dalam novelnya. Dalam kaitan dengan ini, seorang tokoh Gerakan Romantik Inggris, Coleridge, membedakan antara opinion ‘pandangan’ dan ide ‘gagasan’. Williams tidak menyebut sebuah novel pun sebagai contoh; hanya dikatakannya bahwa hal itu mungkin saja dilakukan pengarang.
Dikatakan Williams, sebenarnya batas tegas antara ketujuh cara memasukkan gagasan sosial ke dalam novel itu sangat sulit ditarik, dan juga hasil dari penerapan uraian itu selalu bersifat tentatif. Tetapi sebagaimana telah disebut, setidaknya tujuh cara itu bisa membantu memahami lebih jauh karya sastra—terutama dalam kaitan dengan gagasan sosial di dalamnya; atau paling tidak, sebagaimana tulis Sapardi, bisa dijadikan titik tolak untuk menguraikan bagaimana gagasan sosial masuk ke dalam karya sastra.***
Dijumput dari: http://titikluang.blogspot.com/2011/12/gagasan-sosial-dalam-sastra.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar