Jumat, 26 Agustus 2011

Budi Darma: Lebaran, Bius Primitif untuk Berkorban

Triyanto Triwikromo, Budi Darma
http://www.suaramerdeka.com/

PROFESOR Dr Budi Darma adalah nama penting dalam kebudayaan Indonesia. Selain telah menghasilkan karya-karya utama semacam novel Olenka, Rafilus, Ny Talis, dan kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, sastrawan ini juga telah mendapatkan berbagai penghargaan semacam SEA Write Award (South East Asian Write Award) (1984), Anugerah Seni Pemerintah RI (1993), dan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden RI (2003). Selain itu pengarang pendiam ini juga pernah mengajar di NTU Australi (Northern Territory University di Darwin), dan NTU di Singapura (Nanyang Technological University), dan tinggal di Indiana, Amerika. Sebagai manusia kosmopolitan, apa komentar dia tentang Lebaran dan identitas kemanusiaan seseorang? Berikut petikan perbincangan dengan dia belum lama ini.

Sebagai individu yang telah melalang buana ke berbagai penjuru dunia, Anda jelas-jelas menjadi manusia global. Manusia yang mungkin tidak lagi memiliki getaran yang dahsyat untuk “pulang” ke tanah asal atau ikatan-ikatan kebudayaan lokal. Lalu, apakah Lebaran dan mudik, misalnya, masih bermakna dalam kehidupan Anda?

Tradisi mudik bukan monopoli bangsa kita, sebab, bangsa Amerika juga memilikinya. Pada zaman dahulu, mereka memiliki kebiasaan untuk mengucapkan terima kasih karena panen mereka telah berhasil dengan baik.

Tradisi pengungkapan terima kasih ini masih berlaku sampai sekarang, yaitu berupa tradisi Thanksgiving Day pada bulan November. Semua anggota keluarga, termasuk anak-anak yang sudah tinggal berpencaran, berkumpul bersama, melakukan kenduri dengan hidangan daging kalkun. Pada hari-hari sekitar Thanksgiving Day kampus-kampus pasti sepi, karena mahasiswa dari luar kota mudik ke rumah orang tua masing-masing.

Hal semacam ini senantiasa berkait dengan mitos. Mitos selalu menyangkut kolektivitas, seperti juga yang terjadi pada Thanksgiving Day di negara ultramodern Amerika. Aspek primitif masyarakat Amerika ini bahkan pernah dijadikan cerpen terkenal oleh Sherley Jackson, “The Lottery”, dengan latar pedesaan pada 1930-an. Untuk merayakan keberhasilan panen, seluruh penduduk desa berkumpul, dan sesudah itu mereka mengadakan undian. Barang siapa menang dalam undian ini, dia akan pura-pura dilempari batu oleh seluruh penduduk desa. Namun, apabila penduduk benci kepada pemenang undian, katakanlah, karena pemenang itu terkenal tidak baik kelakuannya, upacara lempar batu ini tidak sekadar pura-pura, tapi sungguh-sungguh. Cerpen ini adalah sebuah parodi mengenai betapa primitif manusia itu sebenarnya secara kolektif.

Sebagai orang Indonesia, tentu saja saya sangat menghayati dan menghormati makna mudik. Namun, sejak kecil, baik dari pihak keluarga saya sendiri maupun dari keluarga isteri saya, saya dan isteri sudah dididik untuk berpikir praktis dan realistis. Pada saat-saat mudik lalu lintas di luar kota sangat padat, dan kecelakaan sering pula terjadi. Kalau mau mudik, jangan tepat pada hari Lebaran, tapi dapat dicari hari lain.

Lebaran identik dengan kembali ke kesucian, kembali ke asal muasal, apakah dengan demikian saat orang beramai-ramai mudik, sesungguhnya mereka sedang melakukan identifikasi terhadap akar?

Betul, mudik adalah semacam ritual yang amat kuat kaitannya dengan identitas, dengan akar keluarga dan akar tanah kelahiran. Dalam diri kita, sadar atau tidak, kita masih memiliki semacam jiwa primitif, yang mengikat seluruh anggota keluarga sebagai sebuah kesatuan yang kokoh.

Dalam kehidupan pribadi Anda, apakah “akar budaya” itu penting sekali? Jangan-jangan akar atau asal muasal itu sudah sulit dicari?

Asal muasal memang sulit dicari, namun masa kanak-kanak tidak sulit dicari. Setiap orang, pada hakikatnya, terikat oleh masa kanak-kanaknya. Lihatlah, misalnya, selera makan. Meskipun selera makan dapat berubah, makanan masa kanak-kanak, sadar atau tidak, tetap mewarnai kehidupan seseorang. Primordialisme dalam keluarga, awalnya, adalah kesatuan dalam keluarga ketika kita masing-masing masih kanak-kanak. Jangan heran, manakala ada jenderal yang sekali tempo suka tidur di lantai, karena itulah cara dia tidur dahulu. Mudik, pada hakikatnya, juga kerinduan terhadap masa kanak-kanak. Akar budaya sebuah komunitas adalah “masa kanak-kanak” komunitas itu, yaitu aspek primitif yang pasti dimiliki oleh setiap orang dalam komunitas. Akar budaya penting, karena berdasarkan akar budaya itulah perilaku manusia terbentuk, meskipun masing-masing individu manusia tidak menyadarinya. Sulit dicari, karena letak akar budaya berada pada alam ketidaksadaran, bukan pada alam kesadaran.

Energi (kebudayaan) macam apa yang sesungguhnya membuat orang melakukan selebrasi Lebaran secara besar-besaran? Mengapa “kepulangan” seakan-akan menjadi ideologi tunggal yang tak bisa dilawan? Apa ia telah menjadi mitos?

Mitos membawa manusia kembali ke masa kanak-kanak, ke masa primitif, dan karena itu menyingkirkan manusia modern dari logika dan rasionya. Karena mitos menarik manusia ke masa kanak-kanak dan dunia primitif, maka mitos melahirkan ritual, seperti misalnya upacara tedhak siti bayi berumur tujuh tahun. Lebaran adalah ritual, demikian pula implikasi Lebaran termasuk tradisi mudik dan maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Begitu berhubungan dengan ritual dengan akar mitos, manusia siap untuk berkorban banyak, karena, dalam keadaan seperti ini, manusia seolah masuk ke alam keterbiusan primitif.

Setelah pulang ke tanah asal atau ke kesucian, mereka pergi lagi ke “daerah pergolakan” atau ke hal-hal yang sekuler. Bukankah tindakan mudik, dengan demikian, hanya merupakan tindakan pura-pura, ethok-ethok, atau kosmetik belaka?

Lebaran dengan segala implikasinya termasuk mudik, sekali lagi, adalah ritual yang amat erat kaitannya dengan mitos. Memang, dalam zaman modern mudik mungkin hanya tindakan berpura-pura, tapi di balik kepura-puraan itu tetap tersimpan makna yang dalam. Bagaimanakah rasanya, misalnya, apabila pernikahan tidak disertai ritual yang akarnya adalah mitos? Ada yang hambar dalam perkawinan semacam ini, seolah perkawinan ini tidak mempunyai roh

Hidup sesungguhnya kian praktis dan sekuler. Apakah pada satu masa Lebaran pun akan dipandang sebagai sesuatu yang praktis, sekuler, dan tak berkait dengan sublimasi dan kontemplasi?

Ada kemungkinan, pada suatu saat Lebaran dengan berbagai implikasinya akan menjadi sekadar ritual tanpa muatan spiritual lagi. Namun, karena manusia tetap ditakdirkan memiliki sifat-sifat primitif tanpa disadarinya sendiri, antusiasme untuk mudik mungkin masih akan terus berlangsung. Lihat, misalnya, data terakhir mengenai Lebaran tahun 2007 ini. Sekitar Lebaran 4, 6 juta warga Jakarta mudik, dan 2,4 pemudik itu naik sepeda motor bersama keluarganya.

Apakah kita ketika merespons akar budaya sudah jadi Malin Kundang semua?

Malin Kundang adalah simbol perlawanan terhadap ibu yang akhirnya akan mendatangkan kesengsaraan. Ibu dalam dinamisasi makna telah berubah menjadi adat-istiadat, tradisi, kebudayaan, dan hal-hal semacam itu. Apakah kesengsaraan itu akan ada dan berapa besar kadarnya, tergantung pada dinamisasi adat-istiadat, tradisi, dan kebudayaan itu sendiri. Dinamisasi ini akan memberi tahu kita seberapa besar unsur sakral yang masih ada di dalamnya, dan seberapa jauh unsur sakral yang sudah lepas dari konstruk adat-isitiadat itu.

Lebaran telah menjadi cara mempertunjukkan identitas yang kadang-kadang tak menghargai orang lain. Bagaimana proses menciptakan identitas diri ketika harus berhadapan dengan orang lain saat menjalankan Lebaran?

Sejak dahulu toleransi antarmanusia selama Lebaran sudah terbentuk dengan baik dalam masyarakat kita. Keputusan Pemerintah sekarang untuk memberlakukan libur bersama selama 6 hari menunjukkan, bahwa pada hakikatnya masyarakat Indonesia menerima Lebaran sebagai sesuatu yang harus dirayakan bersama-sama.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae