Triyanto Triwikromo, Budi Darma
http://www.suaramerdeka.com/
PROFESOR Dr Budi Darma adalah nama penting dalam kebudayaan Indonesia. Selain telah menghasilkan karya-karya utama semacam novel Olenka, Rafilus, Ny Talis, dan kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, sastrawan ini juga telah mendapatkan berbagai penghargaan semacam SEA Write Award (South East Asian Write Award) (1984), Anugerah Seni Pemerintah RI (1993), dan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden RI (2003). Selain itu pengarang pendiam ini juga pernah mengajar di NTU Australi (Northern Territory University di Darwin), dan NTU di Singapura (Nanyang Technological University), dan tinggal di Indiana, Amerika. Sebagai manusia kosmopolitan, apa komentar dia tentang Lebaran dan identitas kemanusiaan seseorang? Berikut petikan perbincangan dengan dia belum lama ini.
Sebagai individu yang telah melalang buana ke berbagai penjuru dunia, Anda jelas-jelas menjadi manusia global. Manusia yang mungkin tidak lagi memiliki getaran yang dahsyat untuk “pulang” ke tanah asal atau ikatan-ikatan kebudayaan lokal. Lalu, apakah Lebaran dan mudik, misalnya, masih bermakna dalam kehidupan Anda?
Tradisi mudik bukan monopoli bangsa kita, sebab, bangsa Amerika juga memilikinya. Pada zaman dahulu, mereka memiliki kebiasaan untuk mengucapkan terima kasih karena panen mereka telah berhasil dengan baik.
Tradisi pengungkapan terima kasih ini masih berlaku sampai sekarang, yaitu berupa tradisi Thanksgiving Day pada bulan November. Semua anggota keluarga, termasuk anak-anak yang sudah tinggal berpencaran, berkumpul bersama, melakukan kenduri dengan hidangan daging kalkun. Pada hari-hari sekitar Thanksgiving Day kampus-kampus pasti sepi, karena mahasiswa dari luar kota mudik ke rumah orang tua masing-masing.
Hal semacam ini senantiasa berkait dengan mitos. Mitos selalu menyangkut kolektivitas, seperti juga yang terjadi pada Thanksgiving Day di negara ultramodern Amerika. Aspek primitif masyarakat Amerika ini bahkan pernah dijadikan cerpen terkenal oleh Sherley Jackson, “The Lottery”, dengan latar pedesaan pada 1930-an. Untuk merayakan keberhasilan panen, seluruh penduduk desa berkumpul, dan sesudah itu mereka mengadakan undian. Barang siapa menang dalam undian ini, dia akan pura-pura dilempari batu oleh seluruh penduduk desa. Namun, apabila penduduk benci kepada pemenang undian, katakanlah, karena pemenang itu terkenal tidak baik kelakuannya, upacara lempar batu ini tidak sekadar pura-pura, tapi sungguh-sungguh. Cerpen ini adalah sebuah parodi mengenai betapa primitif manusia itu sebenarnya secara kolektif.
Sebagai orang Indonesia, tentu saja saya sangat menghayati dan menghormati makna mudik. Namun, sejak kecil, baik dari pihak keluarga saya sendiri maupun dari keluarga isteri saya, saya dan isteri sudah dididik untuk berpikir praktis dan realistis. Pada saat-saat mudik lalu lintas di luar kota sangat padat, dan kecelakaan sering pula terjadi. Kalau mau mudik, jangan tepat pada hari Lebaran, tapi dapat dicari hari lain.
Lebaran identik dengan kembali ke kesucian, kembali ke asal muasal, apakah dengan demikian saat orang beramai-ramai mudik, sesungguhnya mereka sedang melakukan identifikasi terhadap akar?
Betul, mudik adalah semacam ritual yang amat kuat kaitannya dengan identitas, dengan akar keluarga dan akar tanah kelahiran. Dalam diri kita, sadar atau tidak, kita masih memiliki semacam jiwa primitif, yang mengikat seluruh anggota keluarga sebagai sebuah kesatuan yang kokoh.
Dalam kehidupan pribadi Anda, apakah “akar budaya” itu penting sekali? Jangan-jangan akar atau asal muasal itu sudah sulit dicari?
Asal muasal memang sulit dicari, namun masa kanak-kanak tidak sulit dicari. Setiap orang, pada hakikatnya, terikat oleh masa kanak-kanaknya. Lihatlah, misalnya, selera makan. Meskipun selera makan dapat berubah, makanan masa kanak-kanak, sadar atau tidak, tetap mewarnai kehidupan seseorang. Primordialisme dalam keluarga, awalnya, adalah kesatuan dalam keluarga ketika kita masing-masing masih kanak-kanak. Jangan heran, manakala ada jenderal yang sekali tempo suka tidur di lantai, karena itulah cara dia tidur dahulu. Mudik, pada hakikatnya, juga kerinduan terhadap masa kanak-kanak. Akar budaya sebuah komunitas adalah “masa kanak-kanak” komunitas itu, yaitu aspek primitif yang pasti dimiliki oleh setiap orang dalam komunitas. Akar budaya penting, karena berdasarkan akar budaya itulah perilaku manusia terbentuk, meskipun masing-masing individu manusia tidak menyadarinya. Sulit dicari, karena letak akar budaya berada pada alam ketidaksadaran, bukan pada alam kesadaran.
Energi (kebudayaan) macam apa yang sesungguhnya membuat orang melakukan selebrasi Lebaran secara besar-besaran? Mengapa “kepulangan” seakan-akan menjadi ideologi tunggal yang tak bisa dilawan? Apa ia telah menjadi mitos?
Mitos membawa manusia kembali ke masa kanak-kanak, ke masa primitif, dan karena itu menyingkirkan manusia modern dari logika dan rasionya. Karena mitos menarik manusia ke masa kanak-kanak dan dunia primitif, maka mitos melahirkan ritual, seperti misalnya upacara tedhak siti bayi berumur tujuh tahun. Lebaran adalah ritual, demikian pula implikasi Lebaran termasuk tradisi mudik dan maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Begitu berhubungan dengan ritual dengan akar mitos, manusia siap untuk berkorban banyak, karena, dalam keadaan seperti ini, manusia seolah masuk ke alam keterbiusan primitif.
Setelah pulang ke tanah asal atau ke kesucian, mereka pergi lagi ke “daerah pergolakan” atau ke hal-hal yang sekuler. Bukankah tindakan mudik, dengan demikian, hanya merupakan tindakan pura-pura, ethok-ethok, atau kosmetik belaka?
Lebaran dengan segala implikasinya termasuk mudik, sekali lagi, adalah ritual yang amat erat kaitannya dengan mitos. Memang, dalam zaman modern mudik mungkin hanya tindakan berpura-pura, tapi di balik kepura-puraan itu tetap tersimpan makna yang dalam. Bagaimanakah rasanya, misalnya, apabila pernikahan tidak disertai ritual yang akarnya adalah mitos? Ada yang hambar dalam perkawinan semacam ini, seolah perkawinan ini tidak mempunyai roh
Hidup sesungguhnya kian praktis dan sekuler. Apakah pada satu masa Lebaran pun akan dipandang sebagai sesuatu yang praktis, sekuler, dan tak berkait dengan sublimasi dan kontemplasi?
Ada kemungkinan, pada suatu saat Lebaran dengan berbagai implikasinya akan menjadi sekadar ritual tanpa muatan spiritual lagi. Namun, karena manusia tetap ditakdirkan memiliki sifat-sifat primitif tanpa disadarinya sendiri, antusiasme untuk mudik mungkin masih akan terus berlangsung. Lihat, misalnya, data terakhir mengenai Lebaran tahun 2007 ini. Sekitar Lebaran 4, 6 juta warga Jakarta mudik, dan 2,4 pemudik itu naik sepeda motor bersama keluarganya.
Apakah kita ketika merespons akar budaya sudah jadi Malin Kundang semua?
Malin Kundang adalah simbol perlawanan terhadap ibu yang akhirnya akan mendatangkan kesengsaraan. Ibu dalam dinamisasi makna telah berubah menjadi adat-istiadat, tradisi, kebudayaan, dan hal-hal semacam itu. Apakah kesengsaraan itu akan ada dan berapa besar kadarnya, tergantung pada dinamisasi adat-istiadat, tradisi, dan kebudayaan itu sendiri. Dinamisasi ini akan memberi tahu kita seberapa besar unsur sakral yang masih ada di dalamnya, dan seberapa jauh unsur sakral yang sudah lepas dari konstruk adat-isitiadat itu.
Lebaran telah menjadi cara mempertunjukkan identitas yang kadang-kadang tak menghargai orang lain. Bagaimana proses menciptakan identitas diri ketika harus berhadapan dengan orang lain saat menjalankan Lebaran?
Sejak dahulu toleransi antarmanusia selama Lebaran sudah terbentuk dengan baik dalam masyarakat kita. Keputusan Pemerintah sekarang untuk memberlakukan libur bersama selama 6 hari menunjukkan, bahwa pada hakikatnya masyarakat Indonesia menerima Lebaran sebagai sesuatu yang harus dirayakan bersama-sama.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar