Iwan Gunadi
Riau Pos, 19 Juni 2011
SEORANG penulis cerita pendek (cerpen) dongkol lantaran cerpennya yang dimuat di dua media cetak berbeda digugat seseorang. Gugatan dalam salah satu surat pembaca yang muncul di media cetak yang terakhir memajang cerpennya itu menyalahkan pemuatan ganda tersebut. Kata si penggugat, pemuatan ganda itu merugikan pembaca dan cerpenis lain. Pembaca kehilangan kesempatan untuk menikmati cerpen atau informasi yang berbeda. Sementara cerpenis lain kehilangan peluang untuk ikut dimuat di media cetak itu.
Yang makin membuatnya dongkol, si penggugat itu adalah temannya sendiri. Ia bukan cerpenis, melainkan penulis puisi. Ia memang tak pernah mengirimkan puisi ke dua media cetak sebelum salah satunya menyatakan menolak. Tapi banyak temannya sesama penulis puisi tak melakukan hal serupa. Akhirnya, banyak puisi yang sama dimuat di lebih dari satu media cetak. Yang bikin ia keki, tak seorang pun yang pernah mempermasalahkannya. “Diamput, ini benar-benar standar ganda,” makinya seraya merobek-robek koran yang memuat surat gugatan itu.
Kekesalan sang cerpenis adalah sebuah fakta. Satu cerpen yang sama dimuat di lebih dari satu media cetak —biasanya di dua media cetak berbeda— juga fakta. Fakta yang lebih sering lagi adalah pemuatan satu puisi yang sama di lebih dari satu media cetak —bahkan bisa di tiga sampai dengan lima media cetak berbeda.
Yang lebih jarang terjadi adalah publikasi satu esai atau kritik sastra yang sama di lebih dari satu media cetak. Tapi, sebaliknya, tak jarang satu esai nonsastra, terutama esai yang berisi opini, dimuat di lebih dari satu media cetak.
Waktu pemuatannya bisa sama. Kalau itu yang terjadi, pembaca mudah menengarai dan menginformasikannya, termasuk ke redaksi media cetak yang memuat tulisan tersebut. Tapi, kalau waktunya berbeda, apalagi dengan rentang yang sangat jauh, tak mudah bagi pembaca untuk menengarai dan menginformasikannya. Di sini, pembaca cenderung berfungsi sebagai pengontrol.
Redaktur yang bertanggung jawab meloloskan tulisan-tulisan itu sendiri tak mungkin mengontrol dan mendata semua tulisan yang pernah dimuat media cetak lain dengan beban kesibukan yang dipikulnya. Jangan-jangan, ada media cetak yang tak mendata tulisan-tulisan, terutama dari luar, yang telah dimuatnya sendiri. Buktinya, masih ada media cetak yang memuat tulisan, termasuk cerpen, sampai lebih dari sekali —biasanya dua kali— tanpa bermaksud menyengajanya.
Boleh jadi, setiap redaktur tak bermaksud menerapkan standar ganda untuk cerpen, esai sastra, dan esai nonsastra di satu sisi dan puisi di sisi lain. Pemuatan ganda cerpen, esai sastra, dan esai nonsastra biasanya diganjar masuk daftar hitam orang-orang yang tulisannya tak lakak dipublikasikan lagi. Itu dilakukan setelah pemuatan ganda itu diketahui redaktur. Sebaliknya, pemuatan ganda puisi seperti tak pernah diganjar “hukuman” setimpal. Penyebabnya tampaknya lebih bukan lantaran redaktur tak mau melakukannya, melainkan karena tak tahu. Pembaca pun nyaris tak ada yang menginformasikannya.
Pemuatan ganda sendiri terjadi karena penulisnya mengirimkan tulisan yang sama ke lebih dari satu media cetak. Tulisan tersebut biasanya dikirim dalam rentang waktu berbeda. Setelah menunggu sekian waktu tak dimuat juga di satu media cetak, penulis mengirimkannya ke media cetak lain. Pemuatan ganda tak mungkin terjadi jika penulis menginformasikan ke redaktur tentang penarikan tulisan itu sebelum dikirim ke media cetak lain atau redaktur tak telat menerima informasi penarikan tersebut.
Namun, ada juga penulis yang sengaja tak memberi tahu redaktur tentang penarikan tulisan itu. Penulis seperti itu biasanya memang masih berharap tulisannya dimuat media cetak tersebut. Bahkan, ada penulis puisi yang sengaja mengirimkan puisi yang telah lama dimuat di satu media cetak ke media cetak lain dengan harapan mengutip honorarium ganda.
Di sisi lain, pemuatan ganda sendiri kadang-kadang disengaja. Ini biasanya berlaku bagi tulisan dari pihak luar media cetak yang diterima bukan karena penulisnya mengirimkan ke banyak media cetak. Tulisan semacam ini dimuat ganda —kurang dipedulikan apakah media cetak lain telah memuatnya atau belum— lantaran pentingnya isi tulisan tersebut atau pentingnya orang yang menulisnya dan media cetak tersebut tak perlu membayarnya. Misalnya, naskah pidato presiden pada kesempatan tertentu (poin c Pasal 13 Undang-Undang UU RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta —selanjutnya disebut UU Hak Cipta— yang mulai berlaku sejak 29 Juli 2003 lalu).
Persoalannya, apakah pemuatan ganda itu menyalahi peraturan? Setahu saya, tak ada satu peraturan pun yang mengakomodasi secara khusus masalah pemuatan ganda di media cetak. Meski begitu, ada pasal dalam UU Hak Cipta yang mengarah ke pengesahan pemuatan ganda.
Sebab, Pasal 46 UU tersebut menyebutkan, “Kecuali diperjanjikan lain, pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga…” Pasal tersebut dapat ditafsirkan, penulis sebagai pemegang hak cipta boleh mengirim satu tulisan yang sama ke lebih dari satu media cetak dengan konsekuensi dimuat di lebih dari satu media cetak pula, baik dimuat secara serempak atau dalam waktu yang berbeda.
Memang, di sana ada klausa “Kecuali diperjanjikan lain”. Tapi, persoalannya, perjanjian yang mana? Lazimnya, perjanjian melibatkan dan disepakati kedua belah pihak yang berjanji. UU Hak Cipta pun cenderung mendefinisikan perjanjian seperti itu. Bahkan, UU tersebut mewajibkan perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Cipta agar mempunyai akibat hukum kepada pihak ketiga (Pasal 47, ayat [2]).
Kalau perjanjian seperti itu yang dimaksud, saya tak pernah tahu bahwa ada penulis cerpen, puisi, esai sastra, atau bentuk tulisan lain sebagai pemegang hak cipta menandatangani perjanjian dengan pihak media cetak tentang pelimpahan hak eksklusif dari penulis kepada media cetak untuk mengumumkan atau memperbanyak tulisannya. Apalagi kalau sampai dicatatkan di Ditjen Hak Cipta.
Yang ada biasanya hanyalah ketentuan yang dibikin sendiri oleh pihak media cetak bahwa tulisan tidak pernah dimuat media cetak atau media massa lain. Ketentuan yang melarang pengiriman tulisan ke media cetak atau media massa lain nyaris tidak ada—untuk tak menyebut tak ada sama sekali.
Ketentuan yang melarang mengirim tulisan yang pernah dipublikasikan itu pun tak diketahui setiap penulis. Sebab, ketentuan itu tak pernah dimuat secara permanen atau terus-menerus di setiap media cetak. Penulis biasanya hanya tahu dari surat balasan bila tulisannya ditolak untuk dimuat. Padahal, tak semua media cetak menolak tulisan dengan cara seperti itu.
Kalau ketentuannya seperti dalam UU Hak Cipta, apa pihak media cetak tak dirugikan? Dengan prosedur seperti sekarang, pemuatan ganda sedikit banyak merugikan pihak media cetak, apalagi pihak media cetak yang memuatnya bukan pada kesempatan pertama.
Namun, dengan mempertimbangkan motif masyarakat Indonesia membeli media cetak, seberapa besar sih anggota masyarakat yang membeli media cetak hanya dengan alasan ingin membaca karya sastra, termasuk esai atau kritik sastra? Meski angka pastinya tak ada, jumlahnya diyakini sangat kecil. Apalagi masing-masing media cetak diasumsikan punya target pasar berbeda.
Dengan asumsi yang sama, pembeli media cetak pun berpeluang sangat kecil untuk dirugikan. Kalau dia ternyata biasa membeli lebih dari satu media cetak dengan asumsi target pasar yang berbeda itu dan membeli dengan motif tunggal ingin membaca karya sastra, toh, dia masih punya hak untuk tak membeli media cetak yang memuat karya sastra yang sama.
Namun, kesempatan tampil karya sastra penulis lain jadi berkurang? Betul. Tapi itulah pilihan redaksi media cetak yang bersangkutan. Itulah hak prerogatifnya, walau mungkin kemudian disesalinya karena ternyata dimuat juga media cetak lain. Di sisi lain, itulah hasil kompetisi: karya siapa yang dianggap bagus di mata redaksi, karya itu pula yang dimunculkan.
Nyatanya, yang lebih banyak dirugikan secara ekonomis adalah penulis. Masih banyak media cetak yang tak memberikan honorarium —UU Hak Cipta hanya menyebut royalti— kepada penulis. Padahal, meski diawali dengan klausa “Kecuali diperjanjikan lain”, Pasal 45, ayat (3), UU tersebut mewajibkan pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi. Tak sedikit pula media cetak yang memberikannya dalam jumlah alakadarnya.
Masih ada pula media cetak yang menghanguskan honorarium yang tak diambil penulis secara langsung dalam jangka waktu tertentu—biasanya paling telat tiga bulan. Ini biasanya berlaku untuk penulis yang sekota dengan kantor (pusat) media cetak itu atau berdekatan dengan kota kantor tersebut. Padahal, media cetak tersebut tak pernah memberitahukan ihwal pemuatan tulisannya.
Ujungnya, urusan pemuatan ganda menjadi kelihatan repot di mata penulis cerpen dan penulis puisi tadi. Tapi mereka berdua tak lagi saling dongkol. Mereka tak lagi mengirimkan tulisannya ke media cetak.
Maklum, media cetak tak lagi menyediakan ruang bagi mereka. Sebab, media cetak pun pusing kalau harus mengontrol tulisan di semua media cetak lain dan mematuhi ketentuan UU Hak Cipta. Padahal, niat mereka menyediakan ruang itu hanya untuk “ibadah”. Kalau untuk “ibadah” saja dibikin pusing dan repot, ngapain “ibadah” kalau akhirnya nggak ikhlas.
Iwan Gunadi, eseis dan peneliti sastra. Pernah menjadi Ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI). Tinggal di Tangerang, Banten.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/06/standar-ganda-publikasi-karya-sastra.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar