Damanhuri
http://indonimut.blogspot.com/
Di pangkuan sastrawan yang bertekad menjadi perawat ingatan, merayakan memoria passionis, sastra selalu didayagunakan mengundang manusia agar selalu tergerak segenap jiwa-raganya dalam menyangkal proses pelupaan, merawat ingatan, dan akhirnya: Merayakan pemaafan.
“Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan manusia melawan lupa.” Itu kata Milan Kundera dalam novel Kitab Lupa dan Gelak-Tawa (Bentang, 2000: 4).
Sebuah karya unik yang dengan ringan tapi penuh pukau mampu mengetalasekan penjelajahan fantasi tokoh-tokohnya, lelucon kelam satire politik sebuah negeri yang masai oleh sengketa ideologi politik, juga jalinan cerita erotis tokoh-tokoh hedonis rekaannya.
“Langkah pertama untuk memusnahkan sebuah bangsa adalah menghapuskan memorinya,” begitu kata salah seorang tokoh novel pengarang Cheska itu. “Hancurkan buku-bukunya, kebudayaannya, dan sejarahnya.” Setelah itu, “suruh seseorang menulis buku-buku baru, membuat kebudayaan baru, dan menemukan sejarah baru.” (2000: 262–263).
Dengan mengamini apa yang “dikhotbahkan” Kundera itu, buku–juga buku-buku sastra, tentunya–barangkali memang layak diandaikan sebagai pisau bermata dua. Di tangan para durjana pemuja kuasa, ia merupakan sarana merampas ingatan, “memperpendek”-nya, dan memaksa manusia mengidap amnesia: Lupa akan masa lalu-masa kini-masa depan sejarah hidupnya.
Tapi bagi para pencinta kemanusiaan, buku justru tidak ubahnya wadah tempat kemuliaan dan keindahan hidup yang dicita-citakan memperoleh suakanya. Sebuah dunia di mana penderitaan masa lalu dan masa kini dipahatkan. Bukan untuk titik tolak bagi rangkaian agenda balas dendam, tentu. Tapi agar segala kekejian yang menginjak-injak harkat kemanusiaan tidak terulang di masa depan.
Begitulah. Lewat karya sastra, sejarah penderitaan serta segala tragedi kemanusiaan, misalnya, bisa saja dibelokkan atau sebaliknya: Diabadikan. Karena melalui karya sastra yang bersimpuh di bawah telapak kaki kekuasaan, “politik ingatan” (politics of memory) selalu diarahkan pada usaha merampatpapankan ingatan kolektif agar bergandengan tangan dengan, dan memuaskan “selera”, kekuasaan. Sedangkan melalui karya sastra yang berangkat dari ikhtiar untuk merawat ingatan, “politik ingatan” senantiasa diarahkan untuk melawan proses penyeragaman dan pelupaan itu.
Dengan kata lain, di pangkuan sastrawan yang bertekad menjadi perawat ingatan, merayakan memoria passionis atau ingatan akan penderitaan, sastra selalu didayagunakan untuk mengundang manusia agar selalu tergerak segenap jiwa-raganya dalam menyangkal proses pelupaan, merawat ingatan, dan akhirnya: Merayakan pemaafan.
Luka, Lupa, Sastra
Gaung dari beberapa pasase novel karya pengarang Cheska yang pernah disebut Carlos Fuentes sebagai salah seorang penerus Gogol dan Kafka di zaman modern itu saya kira juga akan segera menyergap kesadaran para pembaca saat menyusuri helai demi helai halaman novel Khaled Hosseini: The Kite Runner (KR, Qanita, 2005) dan A Thousand Splendid Suns (TSS, Qanita, 2007). Sebab, kendati banyak berselisih haluan dalam strategi literer maupun cakupan tema, toh apa yang ditorehkan Hosseini pun bermuara pada ikhtiar merawat ingatan.
Baik dalam KR, yang terjual lebih dari delapan juta kopi, maupun TSS, yang juga jadi best seller dan menyita perbincangkan para kritikus sastra mancanegara; rumbai kisah yang dirajut Hosseini memang sama-sama berkelindan dalam pusaran tema luka dan trauma yang mendera manusia di tengah karutnya kondisi sosio-politik bangsa Afghanistan akibat buasnya perang.
Ya, luka, lupa, dan sastra, tampaknya merupakan tiga kata yang tak bisa diceraikan dari kehidupan Khaled Hosseini. Di tangan novelis cum dokter kelahiran Afghanistan yang didapuk dalam deretan seratus tokoh pilihan majalah Time edisi Mei lalu itu, karya sastra memang dengan sengaja disulap jadi jendela bagi dunia untuk melihat luka yang diderita bangsanya sekaligus siasat yang ditempuhnya guna melawan lupa.
Dengan sejarah pertikaian dan konflik politik yang merentang panjang dari masa kolonial Inggris, monarki Zahir Shah, kudeta Mohammad Daud, bercokolnya rezim komunis, pendudukan Soviet yang berhasil dipaksa hengkang tahun 1989, perang sipil, hingga bercokolnya rezim Taliban, Afganistan memang “tanah subur” bagi puspa ragam penderitaan. Novel KR dan TSS karya Hosseini bisa dianggap sebagai testimoninya atas kondisi itu.
Dengan latar sebuah negeri di mana orang seakan butuh visa saat bertandang ke perumahan tetangga, dalam KR, Khosseini membidikkan fokus novelnya pada kisah hubungan seorang ayah dengan anaknya, di samping kisah persahabatan sang anak (Amir) dengan karibnya (Hassan).
Persahabatan yang suatu ketika harus retak oleh pengkhianatan Amir atas Hassan yang membiarkannya dirudapaksa preman Kabul. Pengkhianatan yang selanjutnya tumbuh akut jadi rasa bersalah yang mencapai klimaks saat Amir akhirnya tahu bahwa sang sahabat ternyata saudara kandungnya buah perselingkuhan sang ayah.
Tidak begitu beda dengan KR, titik kisar rajutan kisah TSS pun masih belum beranjak dari paras kusam orang-orang Afghanistan yang seolah tidak putus diserimpung nasib malang. Masih berkutat pada impak buruk yang lahir dari rahim peperangan, untaian kisah TSS hanya beralih fokus ihwal hubungan seorang ibu (Nana) dengan anak perempuannya (Mariam), di samping kisah permusuhan yang berujung jadi persahabatan antara Mariam dan Laila yang tak lain adalah madunya.
Malapetaka yang menimpa Mariam sebenarnya hal lazim di negeri dengan tingkat buta huruf mencapai 80 persen itu. Namun, pentungan kemalangan yang selalu gagal dielakkannya itu memang begitu kompleks: Terlahir sebagai harami (“anak haram”), ditinggal sang ibu yang mati gantung diri, berparas jauh dari kata rupawan, dikelilingi sejumlah ibu tiri yang menampik kehadirannya, dan puncaknya dipaksa kawin dengan lelaki telengas yang pantas jadi kakeknya, tapi memandang poligami sebagai puncak kemuliaan hidup tiap lelaki sejati.
Dan, ujung segala kemalangan itu dipungkasinya di tiang gantungan rezim Taliban yang acap gagal membedakan kezaliman dari kebajikan. Syahdan, karena tidak kuasa lagi menanggung siksa membabi buta dari sang suami yang kerap gelap mata, lewat persekongkolan apik dengan madunya (Laila), Mariam akhirnya memaksa sang suami sontoloyo yang menatap perempuan tanpa burkak seolah pengidap kusta itu meregang nyawa.
Mengarungi hidup sepeninggal ibunya, hari-hari Mariam memang seolah tudak pernah lengang dari kepungan cerita kepedihan. Suasana perang yang bertali-temali dengan kultur patriarkat pada akhirnya tidak menyisakan apa pun baginya selain kian pekatnya wajah murung kehidupan yang harus dijalani.
“Seperti jarum kompas yang selalu menunjuk ke utara,” begitu mendiang ibunya kerap berkata, “Telunjuk laki-laki juga selalu teracung untuk menunjuk perempuan. Selalu. Ingatlah ini, Mariam.” Pada saat yang lain, perempuan yang diusir sang majikan yang memberinya “benih” Mariam itu juga menujumkan: “Hati pria sangatlah terkutuk, Mariam. Berbeda dengan rahim ibu. Rahim tak akan berdarah atau melar karena harus menampungmu.” (2007: 20, 44)
Stereotipe?
Pada suatu ketika, membaca novel barangkali tidak lebih dari suatu klangenan biasa layaknya aktivitas “ongkang-ongkang kaki” kaum amtenar atau bahkan serupa “sport mewah” orang-orang borjuis. Terkesan agak berlebihan jika berharap bersua hikmah (atau apa pun namanya) dalam pagina-pagina karya yang dibaca–khususnya saat bertemu dengan karya para pengarang yang konon tidak mengusung pretensi apa pun selain sekadar mewujudkan etos “kepengrajian” (craftsmanship) belaka.
Namun, cara pandang seperti itu mungkin tak akan banyak menggemakan makna saat membaca kedua novel Khaled Hosseini. Sebab, keterbukaan pembaca pada kemungkinan sastra menjelma jadi karya yang merayakan memoria passionis justru jadi sebuah imperatif yang tak bisa ditampik. Sastra yang membentangkan misi mulianya untuk menyangkal amnesia, luka, dan memulihkan trauma.
Dengan begitu, di tengah banjirnya karya sastra terjemahan, KR dan TSS akan menunjukkan posisinya yang cukup istimewa. Meskipun, sebagaimana kebanyakan karya sastra (tentang, dari) dunia ketiga yang juga tengah menyesaki pasar perbukuan kita, kedua novel Hosseini pun gagal meloloskan diri dari kerumunan stereotipe. Setidaknya jika menoleh pada begitu pekatnya ajektif negatif yang melekat dalam pelbagai karakternya. Atau kesan seakan tidak ada hal lain bagi beragam latar yang membingkainya selain warna buram: Lanskap negeri yang terus-menerus disulut kecamuk perang, kemiskinan, kebodohan, despotisme, patriarkat, dan seterusnya.
Alhasil, para pembaca pun boleh jadi bertanya-tanya: Apakah cuma keterbelakangan yang dibalut segala wasangka itu yang layak diangkat karya sastra negara-negara ketiga? Apakah hanya karya sastra yang mendedahkan “eksotisme” seperti itu yang diandaikan mampu memuaskan kuriositas literer pembaca Barat sekaligus bisa “memahamkan” mereka akan liyan-nya?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar