Abdul Aziz Rasjid
Malang Post, 25 Juli 2009
Ternyata kemerdekaan itu milik anak-anak. ternyata merdeka
itu adalah anak-anak dari segala sudut dunia
— Wahyu Prasetya, Bendera Anak-anak (1990/1991)
Penyair punya kebebasan dalam mencipta puisi sebagai hasil kreasi. Penyair boleh menumpahkan emosi di antara situasi yang sedang ia alami, membayangkan dunia ideal yang diidamkannya setelah ia memikirkan pengalaman yang pernah terjadi di lingkungan sekitarnya. Penyair punya hak untuk menyatakan, memikirkan ulang dan menanyakan segala sesuatu yang telah terjadi di masa lampau maupun sedang berlangsung di masa kini untuk memberikan saran bahkan membayangkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan.
Mengunakan bahasa, kekhasan penyair muncul lewat cara pengolahannya terhadap peristiwa-peristiwa itu dengan kepiawaian baluran daya imajinasi. Fakta dan imajinasi yang saling berkelindan dalam rupa puisi dapat pula diposisikan dan difungsikan sebagai tanggapan evaluatif bermuatan artistik —keindahan bunyi, nuansa maupun kedalaman makna— atas kondisi sosial kultural masyarakat di lingkungannya. Hak dan kewenangan penyair dalam berkreasi, yang acapkali bermuatan bahasa sugestif (penyaranan), asosiatif (pertalian) dan imajis (pembayangan) sering disebut sebagai licentia poetica (poetica licence).
Esai ini, akan membicarakan puisi-puisi yang ditulis oleh Wahyu Prasetya, khususnya ciri licentia poetica Wahyu Prasetya dalam melakukan pemaksimalkan latar untuk membangun imaji puisinya yang terkumpul dalam antologi puisi tunggalnya bertajuk Sesudah Gelas Pecah (Forum Sastra Bandung, 1996).
Sebagai perkenalan singkat penyair, Wahyu Prasetya adalah penyair kelahiran Malang, 5 Februari 1957. Ia menulis sejak tahun 1979, pernah bertualang ke berbagai Negara Asia Tenggara, dan pernah bermukim di Jerman Barat selama 3 tahun. Beberapa puisinya terkumpul dalam antologi Tonggak (Jogjakarta), Pertemuan Penyair Indonesia (TIM-DKJ, Jakarta, 1987) dan juga terdokumentasikan di luar negeri, yaitu 02:30 Abstraction (Sourborne, Perancis, 1996) dan Merely A Dagger (Idaho, USA, 1996).
Latar dalam puisi
Latar yang digambarkan oleh Wahyu Prasetya dalam buku Sesudah Gelas Pecah, didominasi oleh dua macam latar, yaitu latar tempat dan latar material. Latar tempat ditunjukkan dalam penyebutan wilayah semacam kota (Jakarta), negara (Indonesia), sekolah dasar sampai rumah.
Latar tempat itu selalu dilengkapi oleh kehadiran latar material yang memberi efek pembayangan tentang sebuah situasi mencekam, misalnya dalam larik-larik berikut: Indonesia adalah sebuah peta yang pernah diperdaya oleh ranjau, intrik, bom dan kasak kusuk (“Anakku Menulis Merdeka atau Mati”), atau di sela reruntuhan kota dan kemerdekaan, anak-anak tertawa, menangis, menjeritkan kalimat yang tertera di tembok dan rongsokan tank (“Bendera Anak-anak”).
Ranjau, bom, reruntuhan, kalimat yang tertera di tembok dan rongsokan tank merupakan latar material yang memperkuat suasana tentang pembayangan situasi sosial tertentu, yaitu adanya bekas-bekas kekerasan akibat kondisi keterjajahan. Pembayangan bekas-bekas dari situasi keterjajahan itu, di sisi lain, juga menyiratkan sebuah peristiwa adanya usaha-usaha bentuk perlawanan yang hadir dalam bentuk kata kerja aktif, semisal menjeritkan kalimat “Merdeka!” yang tertulis di tembok dan di rongsokan tank atau menulis kalimat “Merdeka atau Mati!” yang didapati dari buku tulis sejarah sekolah dasar.
Situasi keterjajahan yang kemudian menjadi bagian sejarah sebab pada akhirnya dapat dikalahkan lalu mengantarkan pada situasi baru, yaitu mewujudnya kemerdekaan. Ironisnya, kemerdekaan ternyata tetap menimbulkan situasi yang tragis. Sebab dalam penggambaran latar tentang masa merdeka, aku lirik dalam puisi Wahyu Prasetya tetap menemu dan melihat maharajalelanya kesengsaraan. Semisal dalam bait-bait puisi yang berjudul “Bendera Anak-anak” ini:
disini, aku melihat anak-anak trotoir, anak-anak lorong
kampung Jakarta
….
di jembatan yang melingkar, mereka beratap, mengkisahkan mimpi
sebuah tempat teduh beton dan lauk pauk yang terhidang.
Situasi merdeka yang tetap menimbulkan kesengsaraan itu, dimana jembatan menjadi atap dan tempat tinggal, seratus gedung sekolah dasar di pelosok IDT roboh, bahkan aku lirik menatap bendera dalam gerimis kedua mata anak istrinya, timbul karena maraknya kecurangan dan orientasi negeri yang berpihak pada panji-panji ekonomi. Kenyataan yang ditemui ini lalu mengantarkan aku lirik pada pemahaman baru bahwa pekik kemerdekaan telah menjadi sekadar slogan dari ingatan gema optimisme perjuangan masa lampau yang hanya tertulis dalam buku sejarah.
Pada bait-bait puisi yang berjudul “Anakku menulis merdeka atau Mati”, Wahyu Prasetya menulis begini:
biarlah
Kemerdekaan yang kami syukuri dalam rumah sederhana ini
hanya huruf, kalimat dan bahasa cat semprot
dan jari jari anakku yang mengutip ingatan buku tulis sejarahnya.
Tanggapan evaluatif penyair
Pemaksimalan daya artistk yang dilakukan Wahyu Prasetya dengan cara melakukan hubungan asosiatif dua macam latar (tempat dan material) dalam dua masa yang berbeda itu, memberi pembayangan (imaji) pada dua pemahaman personal. Imaji pertama adalah peristiwa dalam masa kemerdekaan yang ternyata tetap menghadirkan kesengsaraan, imaji kedua adanya peralihan optimisme perjuangan melawan keterjajahan yang kini sekadar menjadi slogan. Dua imaji itu, mensugesti aku lirik untuk mempertanyakan tentang perihal ini: “Siapakah pemilik kemerdekaan sebenarnya?”
Pertanyaan itu yang sekaligus menjadi tanggapan evaluatif penyair terhadap kondisi sosial kultural masyarakat di lingkungannya tampak jelas dalam bait-bait init:
tapi aku akan bertanya juga, kemerdekaan siapakah tanah airku,
Kemerdekaan siapakah bangsaku?
jika hari itu selalu kusaksikan banyak kecurangan antara kita, anak-anak
yang tertegun di perempatan jalan
jika hari ini kita bersama saksikan duka cita anak-anak,
seperti anak anak kita, siapakah mereka?
Pertanyaan itu mengandung tiga kemungkinan: aku lirik belum paham akan kemerdekaan, aku lirik ingin tahu lebih lanjut tentang arti kemerdekaan, atau aku lirik menggugat kemerdekaan. Dalam asumsi saya, aku lirik lebih cenderung melakukan gugatan dalam pertanyaan-pertanyaan itu. Karena aku lirik telah menegaskan dalam awalan puisi “Bendera Anak-anak” bahwa ternyata kemerdekaan itu milik anak-anak. Ternyata merdeka itu adalah anak-anak dari segala sudut dunia.
Dari pernyataan itulah, saya tahu, pada suatu masa kemerdekaan adalah hasil dari benih-benih perjuangan melawan keterjajahan. Kemerdekaan yang lantas mewujud dari keringat juga darah yang tumpah itu, menampung harapan massal yang mengandung optimisme bahwa merdeka adalah modal berharga agar regenerasi anak negeri dapat terus berlangsung, terjaga dan tak mengalami kembali hidup dalam penindasan maupun peminggiran.
Sayangnya, harapan massal itu tetap memiliki potensi menjelma keprihatinan ketika kemerdekaan hanya difungsikan demi keuntungan, kepentingan dan kemegahan segelintir orang. Akhirnya, apakah tanggapan evaluatif dalam puisi Wahyu Prasetya terhadap kemerdekaan sekadar omong kosong? Saya kira kita tahu apa jawabnya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar