Selasa, 22 Maret 2011

MEMBACA DUNIA NUREL *

Marhalim Zaini **
http://sastra-indonesia.com/

“Ada logika-logika aneh dan asing, ada sentakan pemberontakan yang ajaib, ada teriakan-teriakan keras dan dalam, ada hasrat untuk membangun dunia sendiri. Ada lompatan-lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling, ada jerit dari jerih kata yang diperas berulang-ulang, ada laut yang saling berbalik arah debur ombaknya.”

Demikian komentar saya via sms, beberapa waktu lalu saat menerima dan membaca sejumlah buku (berukuran) mungil yang dikirim oleh Nurel Javissyarqi. Buku-buku yang hemat saya lahir dari kegelisahan spiritualitas khas para pejalan sunyi, yang bergumam, berbisik atau terkadang menjerit dalam lengking panjang tak berujung. Ada dalam bentuk surat-surat, aforisma, syair, puisi, kisah, dan sejumlah bentuk yang tampaknya sedang membangun frasa nafasnya dalam lorong hidupnya sendiri. Dan saya kira, komentar saya di atas, juga kelak berlaku dalam pembacaan saya terhadap sebentuk buku lain yang juga ditulis oleh Nurel, berjudul Kajian Budaya Semi, ini.

Barangkali, di dunia hiruk, penuh lintasan peristiwa dan kolase waktu yang berselirat serupa jaman kini, tidak ada yang mustahil. Setiap yang lahir dari rahim pemikiran siapa pun akan selalu hadir sebagai segumpal wacana, dengan segala potensinya, berupaya keras untuk ikut bergabung dalam wilayah publik yang lebih luas, mencoba hidup berdampingan dengan sejumlah tubuh-tubuh wacana lain. Dalam konstelasi serupa itu, yang terjadi kemudian adalah kompetisi. Bukan sebuah kompetisi yang semata ditata oleh sebuah sistem produksi yang massif, akan tetapi juga dalam sebuah lingkungan terkecil, bahkan tersempit dari sisi yang paling tepi. Dan apakah sempat kita sadari bahwa rupanya masih demikian lengkap hidup kita ini dengan pernik-pernik kesadaran terkecil yang (mungkin) selama ini tidak tersentuh. Dan sosok Nurel (dalam sejumlah bukunya) adalah satu dari sekian pernik yang tidak tersentuh itu.

Sejak semula saya mengenal Nurel, saat saya masih di Yogyakarta dulu, saya selalu melihat ada jerih dari semangat yang sulit pecah saat terbanting. Berulang-ulang Nurel terhimpit dalam situasi payah, tidak membuatnya sayang pada segala benda dimilikinya untuk “dikorbankan” bagi penebus hasratnya menerbitkan sebuah buku dan menggiatkan sejumlah kegiatan sastra. Dan sampai kini, meski saling berjauhan, saya masih terus melihat Nurel “mengabdikan” dirinya dalam dunia tulis-menulis, justru dengan frekuensi lebih besar. Produktivitasnya tampak seperti sedang berlomba-lomba berkejaran dengan waktu. Meski awalnya saya katakan, bahwa Nurel tidak sedang ikut berkompetisi dalam sebuah sistem produksi massif, akan tetapi, kini tampak ia sedang bergerak menguji sejumlah kemungkinan untuk bisa menerobos sekat-sekat itu, dengan berkayuh di atas perahunya sendiri. Ini berat sekaligus ringan; Berat sebab sekat-sekat itu demikian kokoh dibangun oleh sejarah (tulis-menulis) yang permanen serta dihuni nama-nama besar. Dan ringan, karena ternyata Nurel memiliki jaringan komunitasnya sendiri, dengan tanpa mengikutsertakan beban historisnya.

Hal paling esensi yang dapat saya tangkap dari proses macam itu (terutama dalam diri Nurel) adalah sebuah hasrat untuk terus “memelihara” kejujuran, ketulusan, sekaligus “kebebasan” dalam berekspresi. Bahwa saat membaca “dunia Nurel” dalam (bisa dikatakan) seluruh karyanya, saya (atau kita) sebagai pembaca tidak akan bisa serta merta melepaskan diri dari konstruksi bahasa yang ditawarkan oleh Nurel. Tidak semata pada fiksi, namun juga non fiksi (seperti buku ini yang Nurel sebut sebagai semi ilmiah). Bahasa, tampaknya bagi Nurel, adalah media sangat kompromis dan demikian terbuka untuk diajak melakukan eksperimentasi, baik dalam wujudnya konvensional, maupun dalam hal membangun permaknaannya sendiri. Barangkali inilah yang saya lihat sebagai ada lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling. Maka, harus dimafhumi jika pembaca temukan sejumlah kata, frasa, bahkan kalimat yang terdengar aneh dan asing. Dari sini, justru dapat terlihat bahwa Nurel sedang membebaskan dirinya dari “beban” bahasa formal dan langsung melompat pada wilayah pemikiran-pemikiran yang tampak tidak terbendung untuk tumpah.

Selanjutnya, membaca pemikiran Nurel, benar-benar sedang terombang-ambing di atas laut yang berbalik arah debur ombaknya. Pada bagian pertama, Indonesia Merangkak Menuju Matahari, adalah awal dari proses panjang menelusuri teriakan-teriakan keras, sentakan pemberontakan (Nurel) yang ajaib. Ajaib dalam konteks ini adalah jelmaan-jelmaan pemikiran yang terkadang hadir membayang dan berseliweran. Ada emosi personal sedang bercakap-cakap dengan gelombang narasi besar peradaban dunia. Sebuah dunia yang kelak terpetak-petak dalam wilayah mata angin, terutama Barat dan Timur. Saya menangkap, bahwa Nurel sedang “berkubang” dengan sejumlah pertelingkahan dua arah mata angin itu sebagai sebuah sikap atau sebuah jawaban atas kecemasan-kecemasan kolektif yang dialami bangsa ini. Sisi spiritualitas kemudian dikedepankan sebagai wilayah masih perawan, yang masih menyimpan “rumah alternatif” bagi kembalinya segala persoalan.

Apa yang kemudian Nurel sebut sebagai “Kekuasaan Dan Kemenyan” di sub bab pertama, adalah simbolisasi diri dan refleksi atas kegemaran sebuah bangsa pada korupsi. Korupsi yang menjadi salah satu penyebab timpangnya realitas sosial kita, seolah telah mentradisi dan sekaligus menjadi representasi dari rentannya sistem birokrasi spiritual kita. Saya membaca kata-kata; pengangguran, peperangan, kegagalan, pembangunan, penjarahan dan tragedi pada sub pembahasan berikutnya, ialah buah upaya membeberkan problema yang kian membuat sebuah bangsa berhadapan dengan dirinya sendiri sebagai pribadi tanggung, penuh paradoks.

Sementara pada bagian ke dua, secara lebih mengkerucut, Nurel tampak sedang menelisik persoalan pada wilayah vertikal, wilayah transedensi, wilayah segala sesuatunya menemukan keberadaan diri yang sesungguhnya. Latar belakang Nurel sebagai seorang yang sempat dan selalu menyinggahi dunia pesantren, telah membawa kajiannya pada celah-celah cahaya bagi kegelapan sebuah dunia, dalam sebuah lingkaran bernama agama. Wacana tuhan berkembang dalam segala seluk-beluk pemikiran, menyinggung sisi kemanusiaan kita sebagai yang dilahirkan dalam sebuah lingkungan kebudayaan yang tak tunggal. Ada perbenturan, pergesekan yang bermuara pada pernyataan-pernyataan tentang paradigma “kebenaran.” Tokoh-tokoh seperti Nietzsche pun (yang mencuat dengan Kematian Tuhannya) kemudian acapkali menjadi sesosok “hantu” yang mengganggu.

Jika berpatokan pada judul buku ini (Kajian Budaya Semi,) maka inti dari perbincangannya tampak lebih fokus di bagian ketiga. Kebudayaan sebagai sosok intim dengan manusia terlihat sedang “bermesraan” dalam sebuah kesadaran individu si penulis. Meski pada pembahasan berikutnya, kebudayaan seolah sedang berselingkuh dengan perubahan-perubahan yang datang menggoda, lewat pakaiannya yang molek. Lalu peradaban bagi puncak sebuah kebudayaan dipertanyakan. Dicubit sensitivitasnya. Sekaligus diperbantahkan segala infra-strukturnya. Meski hemat saya (sebab kena virus, kelanjutan tulisan ini via sms); Hemat saya, hrs dicari korelasi yg cukup tegas jika kmdian (pada sub briktnya) wilayahnya meluas smpai pd soal kajian bhsa si penulis sndiri. Dan dicari konteks yg lbh tepat, tentu dalam kapasitas sbuah tema pmbhasan yg lbh spesifik.

(alinia baru). Saya kira, pd dua bab trakhr buku ini, Nurel justru sdg melmpat ke wilayah yg lain; Kecantikan & Mistis, Mahabbah, Syauq, Muwajjaha, yg lbh menunjam ke ruang2 personal kemanusiaan kita. Mgkn bagi Nurel, persoalan2 inilah yg ssngghnya (kembali ke via internet atau email); yang patut menjadi perhatian serius dalam rangka membangun sebuah peradaban. Apa yang tampak menjamur dalam banyak media dunia modern kita kini, adalah sebuah klise. Cinta hadir dalam tubuhnya yang compang-camping, dalam beragam pengertian, perlakuan terhadapnya. Terlepas bagaimana Nurel mengaitkan pembahasannya terhadap dunia kaum mistis, saya menangkap bahwa Nurel hendak mengarahkannya pada esensi. Pada sesuatu yang kini tampak tak tersentuh, terlupakan.

Dan inilah yang saya anggap sebagai hasrat untuk membangun dunianya sendiri. Lewat buku ini, kita sedang diajak mengembara ke dunia yang tumbuh diam-diam dalam ketidaksadaran kita. Sebuah dunia (yang mungkin) terasa chaos, tak terperhitungkan, tak terduga dan absurd. Kesadaran apapun yang kemudian tumbuh dari pembacaan itu, adalah hasil dari tangkapan pemahaman kita terhadap sebuah realitas. Jika kemudian ada kegamangan, ketidakteraturan, ketidakmenentuan, dan tumbuh sejumlah penyakit dalam diri kita, maka itulah virus. Virus yang sebenarnya telah tertanam jauh sebelum diri kita terlahir. Selamat masuk ke dunia Nurel.

**) Berkhidmat di Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) Pekan Baru.
*) Tulisan Marhalim Zaini di atas adalah lampiran di buku “Trilogi Kesadaran,” cetakan I, 2006, yang sebelumnya sebagai pengantar buku stensilan “Kajian Budaya Semi,” cetakan I, 2005, karya Nurel Javissyarqi, penerbit PuJa [PUstaka puJANgga].
Bacaan lain terkait: http://sastra-indonesia.com/2010/03/dunia-anomali-di-mata-mistikus/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae