Minggu, 06 Februari 2011

Gapura Doa

S.W. Teofani
Lampung post 03/16/2008

AKU selalu coba melupa. Menutup sirip kenangan dengan taburan doa. Mengelupas tiap helai tanpa nada. Meski tak pernah benar-benar mencapai amnesia. Gapura itu tetap dan selalu ada. Di ceruk paling maya, mengada dalam taman jiwa. Gigir ngarai yang pernah kita sisir, memanggil dengan suara paling mesra. Ruah rasa yang dulu hadir, menerbangkanmu untuk menyambangi waktu. Semua kembali bersua. Seolah tak pernah ada jeda menganga. Kita kembali mengeja kidung-kidung gapura. Meracik harap mencapainya. Hingga kau membuka tirai nelangsa. Utas janji telah kau patri pada seruas hati. Lingkar tunang telah kau semat pada lentik jari. Aku berpaling dengan pasti. Bukan langkah kita yang menuju ke sana. Lagi, aku ingin menghapus setiap jejak kaki kita.

Kau tangkap seluruh dawai lara. Kau kais ruah magis yang tersisa. Kau yakinkan tentang kecocokan anak jiwa yang diwedarkan pujangga Libanon. Tak terberai oleh jarak waktu. Mengikis lipatan kemustahilan. Tak tergulung ikatan manusia, menembus segala yang tak bercela. Melenyapkan segala ketidakmungkinan.

Hatiku menawar kemungkinan, menatapmu penuh peluh, merangkak menembus keangkuhan. Kau seorang saja menghempaskan temali tradisi. Bara malumu terselip pada palung kehidupan. Aku terengah dengan lelahmu. Darah bercucuran dari setiap pori. Suaramu serak, dengan nafas sesak, kau yakinkan aku tentang gapura itu. Aku bimbang. Mataku berkaca antara luka dan damba. Andai kutinggal semua kenang, kau terlunta dalam sengsara. Bila kususuri jalan gapura, tidakkah ada yang terluka?

Ku semayamkan bimbang ini pada ruang keabadian. Kuhampar sajadah yang tak pernah terlipat setiap sepertiga gulita. Kerik jangkrik menjadi aransemen pembuka arasy. Ronce tasbih pernghantar setiap puja. Aku mengulangnya dan terus mengulangnya, bahkan sebelum kau hadir pada rona senja. Kala itu, sejuk embun malam bersaksi setiap pinta. Gemintang sunyi mengerlip pada pengharapan setengah jiwa. Jiwa itu terus mengais pasangannya. Diketuknya Sang Pemilik dengan santun. “Tunjukanlah paro jiwa yang Kau pisah sejak mengada. Satukanlah yang terberai dalam rahmat-Mu. Temukanlah yang terserak dengan kuasa-Mu. Tenteramkanlah kegelisahannya dengan pertemuan. Bukakan bilah-bilah penghalang. Taklukanlah tinggi gemunung. Redakanlah amuk gelombang. Mudahkan jalin lindan kesulitan. Lipat jarak. Sampaikan waktu pada pertemuan agung, penyatuan dari sebilah jiwa menuju sempurna. Amin.”

Lembar geguritan menjadi kidung setiap hela. Hingga jiwamu menyambang setulus kekupu. Saat itulah sesigar jiwaku berkata, jiwamulah separuhnya. Pemilik agung telah mempertemukannya. Pada sebuah masa, terpisah lagi oleh prahara. Ketika jiwa lain turut mencari paruhnya. Jiwamupun tertawan. Kau sangka paruh itu pasangannya. Hingga terhempas paruh jiwaku pada palung cakrawala. Menyatu pada hakekat pemilik-Nya.

Kembali kidung-kigung pengharapan terwedar meniti jalan panjang. Mengembara ke negri-negri yang jauh. Terlantun pada rasa yang dalam. Tercekat kata pada batang kepasrahan. Hingga jiwamu kembali menyua. Tak hadir ketentraman kala jiwamu berpadu dengan jiwanya. Kau jumput lagi awan-awan tipis. Kau jadikan kendaraan menuju jiwaku. Kita terpaut pada sasmita kedua. Menari di dalam asuhan rembulan. Tersedu di perdu berduri. Tergelak di hamparan lelumut. Tersedak pada ketidakmungkinan.

Gapura kembali menebarkan wewangian surga. Mengepakan sayap harapan pada kedamaian abadi. Pencipta seperti telah memudahkan jalan kita. Nafas lega menenangkan tatap mata. Senyum beradu pada sipu. Jiwa itu kembali menujunya. Tidakkan hanya Pencipta yang menguasai jalan cerita? Kita hanya jiwa-jiwa yang ada dalam genggam-Nya. Menyisir maktub yang telah ditoreh-Nya. Hari ini beduk kegembiraan ditabuh untuk kita. Esok, genta kehilangan menjadi ratapan semesta. Keduanya saling menyilih. Bagai kelupas bawang bakung pelindung makna. Saatnya kita mengeja bahagia dengan cara berbeda. Bagian dari hidup yang datang dan pulang. Keniscayaan yang sering hadir, tapi tidak kita miliki. Pemiliknya mengambil dan memberikan pada waktu dan saat yang dikehendaki-Nya. Agar kita sempurna merasainya. Sempurna pula mengartikah hadir-Nya. Hingga lumat pada kekuatan Maha sempurna.

Kekasih…tak lagi kurasai kita yang memetik dawai-dawai cinta. Ada Tangan lain yang lebih kokoh memainkan. Kita meliuk hingga dawai itu dipatahkan-Nya. Kembali semua terhempas di sudut bumi yang berbeda. Tapi, jangan lagi berduka. Telah kumaknai duka sebagai gaun kehidupan, yang bisa berganti beriring terbit mentari. Hari ini jubah merah marun melekat pasti. Dibalut coklat nelangsa. Esok, biru muda berenda merah jambu menjadi busana kita. Begitu seterusnya.

Jangan Kau tandaskan bahwa perpisahan ini akhir segalanya. Telah kita lampaui sasmita demi sasmita. Aku percaya sasmita adalah pertanda yang dipungut dari pelangi surga. Perlambang kehidupan yang telah diendapkan pada manah kita. Jika itu salah, kita yang tak pantas mendapatkannya. Jika itu benar, Dia tidak membiarkan hamba-Nya dalam pencarian buta. Ditunjukannya jalan-jalan. Diberikanya perlambang-perlambang. Dipersembahkannya pilihan-pilihan. Aku tak lelah mengungkai butiran pepasir. Kupilah kerikil, kuyakin ada mutiara di antaranya. Jangan lelah menyisir tulisan-Nya. Tak ada huruf yang tersia. Jangan tandaskan teguk madu pada cawan hati kita. Jangan muntahkan pahit racun dari tembikar harap kita. Waktunya kita persembahkan seluruh yang kita ingin. Tapi bukan patah dahan, kekasih!.

Lihatlah, ngarai itu mengaga, tapi ada jembatan menuju gapura. Samudra begitu luasnya, tapi di sana ada bahtera. Gemunung menantang dengan ketinggian. Telah kita siapkan sayap untuk melampauinya. Bukankah jembatan itu dipersembahkan untuk kita? Tidakkah telah kau siapkan layar bahtera. Dan kutenun sutra sebagai sayap perjalanan kita.

Telah kau kemasi hatimu untuk meninggalkan negri salju. Kan kau kubur kenangan di musim-musim gugur. Kau kembali dari negri itu saat dedaun bersemi. Langkahmu pasti ke zambrut katulistiwa, dengan hamparan sawah dan biru lautnya. Tangan kekarmu hendak menjala kecupak ikan yang selalu menggoda. Kau cumbui lagi harum bunga kopi. Tepat di musim durian langkahmu menjelang. Kau bawa seluruh rindu pada empu kehidupan. Kau hirup semilir pembebasan tanah kelahiran. Kau tuang air suci dari pegunungan. Tanganmu mencekram akar kesahajaan.

Kau letih kekasih, setelah jasadmu terikat temali harta. Jiwamu terkurung belenggu waktu. Kembaramu terasing pada kelana yang lama. Keinginanmu tercekat jenggala buana. Lewat dua dasa purnama tak kau lihat elang meliuk dipucuk kebebasan. Bertahun tak kau simak dendang kampung halaman. Perawan desa memainkan siter bahagia. Menawanmu turut serta.

Diamlah pada sajadah yang terbentang di Masjid desa. Tempat masa kanakmu mengeja A-Ba-Ta. Usap ubun-ubunmu dengan oase kaki bukit. Sujudkan sejumlah ruah pada persada. Tenanglah kekasih. Dekap air ajaib dari muasal hidupmu. Heningkan cipta di pangkuan Ibu. Tuntaskan isak yang tercekat. Aku tak akan mengusik dengan keinginan, juga ruah iba. Kubiarkan dunia berhenti untuk kepulanganmu. Yang kutahu, seluruhmu lelah!.

Setelah rembulan meninggalakan malam, kau menggeliat. Hari menjadi sama seperti sebelum kepergianmu. Kau saksikan goyangan reranting sarapuh dulu. Kenyal nasi tak sepulen saat kau pulang. Puja-puji tak semeriah saat kau datang. Balas pantun tak seramai waktu kau kembali. Upacara penyambutan telah usai. Siter kemenangan kembali masai. Waktu berpacu pada kaharusan semesta. Kau bukan lagi pahlawan, tapi lelaki yang harus berjuang. Kau tahu ke mana mesti menumpahkan seluruh gundah. Kau akan mencari peneduh resah.

Kan kau berikan seluruh hati pada perempuan yang telah tertoreh dalam maktub. Tapi pernahkan kita tahu goresan maktub? Kulihat burung tadahasih memungut duka. Biarlah duka itu miliknya. Ia bukan sasmita. Kan kupilin waktu menjadi bunga. Kan kutiup gemawan membentuk gapura. Kan kupindai lembaran maktub kita. Kutenun utas benang, dengan seluruh warna.

Kita berseberangan, mencari jembatan hati. Satu tangga ke arah gapura. Kau ulurkan bilah kayu. Kuikat dengan rotan. Kau tambah balok satu, kususun menjadi jembatan. Kita sama ternganga. Jalan itu semakin sempurna. Aku tak sabar menujumu. Dengan tenang kau berucap; diamlah, aku yang akan menjemputmu. Waktu menjadi sangat lama. Detik berubah windu, menit-menit mengabad, bibirku mengatup. Hatiku mengeja khakhiwang; kupahat agung gapura dengan jemari yang terbakar. Belulangnya tetap sejuk kokoh dijaga pendingin salju kutub. Gapura itu semakin indah. Bercak darah menjadi mawar yang menebarkan wangi firdaus. Kau berikan aku kuas bergagang cendana, berambut sutra. Kugoreskan dengan ketenangan penuh. Kutaburkan pesona perak keemasan. Waktu mengungkai janji hati kita. Jarak terlumat kesungguhan dua rasa. Musim berlutut pada keajaiban sukma. Hujan memperjelas jejak yang telah dan akan tercipta. Tak ada yang terhapus, bahkan setiap hela nafas yang kita tarik saat tersedan. Tak ada yang pupus, meski kuncup daun disapu beliung pada musim bahana. Semua berkelebat pada kecepatan yang tak tertanding cengkrama kilat. Kita tetap termangu. Menyimak do’a-do’a yang tak pernah lengah kita jaga. Seluruh bait meraupi gapura. Kini, bukan hanya keindahan tertoreh di sana, keanggunan derita telah menjadi ukirannya. Bukan hanya keagungan yang bertahta, pahatan kesabaran panjang menjadi relief penyempurna. Gapura itu tidak hanya mewartakan kebahagiaan, juga mahkota deduri nelangsa. Bukan kita saja yang berkehendak untuk memasukinya, Tangan mahalembut yang menuntun ragu hati kita.

Gapura itu di depan kita, begitu dekat dan nyata. Hanya satu yang membuat ia menjadi jalan kita atau kenang tersimpan zaman; Taqdir.

Bandar lampung, Februari-Maret 2008

Untuk sebuah kepulangan.
Dari: http://www.sriti.com/story_view.php?key=2745

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae