Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/
Marsudi benar-benar hilang. Entah kapan persisnya, aku tak punya tanda pengingat khusus, semisal jaman Semeru meletus yang tiap dedaunan dipenuhi debu hingga sempal, jaman hama wereng yang menggagalkan panen padi, jaman pederos yang mencekam karena tiba-tiba ditemukan mayat terbungkus karung, atau ketika muncul peristiwa manggar emas, manggar yang diterpa bias sinar mentari sore, sehingga warnanya persis seperti emas. Dan, hanya sore itu, tidak terjadi lagi pada sore berikutnya hingga kini. Tak pelak sore itu banyak orang berkerumun,menyaksikan manggar yang berupa emas.
Maksudku, orangnya masih ada hingga sekarang, ia berperawakan kecil, pendek, berambut ikal panjang, berjenggot, menikah dan mempunyai anak lima. Tetapi nama pemberian orang tuanya sejak kecil, yakni Marsudi, sudah tak dikenal orang lagi. Awalnya ia terbiasa dipanggil ‘Sud’, kemudian orang dan teman sebaya menjulukinya Besut. Sejak itulah nama Marsudi hilang dan berganti Besut. Tapi bukan Besut tukang ngamen di awal tahun 1900-an, yang kemudian melahirkan tontonan Ludruk di daerahku.
Meski bukan sarjana, Besut lulusan SMA. Bapaknya gigih menggulung rantai, mengayuh becak untuk membiayai sekolahnya, dengan harapan kelak Besut bisa menjadi pegawai negeri. Tetapi nasib dan keberuntungan selalu berkata jujur, jika sedang tak memihaknya, harapan hanyalah cita-cita yang diidamkan namun tak kunjung tiba. Yah, rumus kehidupan kadang lebih lurus daripada garis lapangan sepak bola: karena miskin, maka tak mampu bersekolah hingga sarjana, akhirnya mencari pekerjaan susah, kalau pun ada, tak bergaji seberapa, tak cukup membiayai sekolah anaknya hingga sarjana, terus nasib temurun sampai dunia senja.
Memelihara bunga, sesungguhnya bukanlah hobinya. Hanya karena ia bekerja kepada Ko Yang, saudagar bunga berketurunan Cina yang memiliki pabrik besar di barat kota. Belajar dari Ko Yang inilah, Besut mengerti ilmu spekulasi, jika apa pun bisa dimainkan harganya melebihi emas dengan profokasi media. Rata-rata, pecinta bunga adalah orang yang berloncatan trend. Ketika musim bunga sepi, mereka beralih ke penangkaran burung atau ikan hias. Sementara beberapa bulan ini, bunga yang laku di pasaran antara lain: Gelombang Cinta, Mawar Hitam, Teratai Jingga, Efourbia, Aglonema, Mini Bonsai, bunga Bank, hingga bunga Bangkai.
Lain saat jam kerja di area taman bunga KoYang, lain pula sepulang bekerja. Pelataran belakang rumah Besut juga dipenuhi aneka bunga yang jenisnya sama dengan yang ada di kebun juragannya. Rupanya Besut selalu membawa bibit bunga sepulang kerja. Kalau ada yang laku, lumayan buat tambahan belanja istrinya selain gaji perbulan yang pas-pasan.
***
Lewat malam Jum’at Legi lalu, aku memergoki wajah Besut gelisah. Aku baru paham, bahwa memilki ribuan bunga pun, tak pasti membuat wajah seseorang berbunga-bunga. Padahal, beberapa bunga pribadinya laku terjual. Ia seperti menyimpan rahasia, yang andai terbongkar, mampuslah ia, anak serta istrinya. Tak siang, atau malam, Besut mondar mandir tak karuan.
Rian. Yah, Rian. Aku jadi teringat pemuda tampan yang sekabupaten denganku. Sosok pendiam, ramah, santun, kreatif mencari peluang usaha, namun tanpa disangka, ia pembunuh berdarah dingin yang sadis. Rian yang rela mengajari orang, bahwa terpikat hanya karena ketampanan, berpeluang besar akan terbinasakan.
Aku teringat betul ketika Besut menggali beberapa lubang,yang alasannya akan dibuat memendam pupuk kompos daur ulang. Satu lubang lagi di pojok pekarangan bunga yang kini ditanami Bonsai Serut yang mulai rindang. Pantas saja pohon serut itu tumbuh lebat, kontan di bawahnya dipendam sesosok mayat, entah laki, perempuan, atau remaja. Pasti saat tertangkap nanti, akan terbongkar juga kedoknya. Sedang pohon Palem yang ditanam 3 bulan lalu, mungkin di bawahnya berisi mayat orang gemuk, atau tiga mayat dalam satu lubang, sebab aku tau, Besut menggalinya cukup lebar.
Ulah Besut ini akan lebih rapi daripada Rian. Dengan alasan menanam bunga, seratus mayat pun akan dia kubur tanpa kentara. Rian saja yang pekarangannya tidak ada alasan untuk menanam sesuatu bisa aman hingga belasan mayat, apalagi Besut.
Pantas saja dua hari lalu, ketika salah satu tetangga menghampiri Besut yang sedang mengguntingi dedaunan kuning, kekalutan wajahnya bergegas ia lipat dengan senyuman. Tak cukup menimbun rapat bau tiap mayat, Besut pun menguruk keresahannya dengan ekspresi wajah ceria. Seolah di sekitar pekarangan bunganya tak pernah terjadi apa-apa, dan aman- aman saja.
***
Purnama malam itu Rembulan dengan puasnya mencandai Bumi, karena tak sedikit pun awan menghijab. Bagai esok tiada hari lagi, Bulan dengan derasnya memancarkan seluruh sinarnya tanpa sisah. Tepatnya bukan malam purnama, tapi sudah hampir pagi, sebab Bulan tak lagi di atas kepala, melainkan condong dan bertengger di ubung-ubung rumah. Pertanda sepertiga malam lagi ,rembulan segera sembunyi dikejar mentari pagi.
Tiap bulan purnama yang hampir pagi, aku selalu menghabiskan hingga sisahnya. Sedari sore aku dan teman sekampung selalu menghabiskan kilau rembulan sembari bermain jarakte, obak soutdor, petak umpet dll. Itu dulu, sebelum rembulan pecah dan menjadi serpihan gelas-gelas kaca. Namun. Setelah tak ada rembulan lagi di atas kampung kami, aku dan teman-temanku bermain petak umpet di alun-alun kota, atau gedung-gedung mewah.
Satu kelokan lagi, adalah gang menuju rumahku. Di balik pagar tikungan itu pula kebun bunga Besut. Ingatanku tentang kegalauan Besut dan beberapa bekas galian, tiba-tiba muncul lagi, setelah ditelan permainan dengan kawan-kawan separuh malam tadi. Anggapanku bahwa Besut sudah tertidur pulas pun ambyar, setelah kudapati ternyata Besut masih berada di kebun bunganya. “Bejo! Baru pulang Jo…?” sapa Besut yang sesungguhnya tidak kuharapkan. “Kesini sebentar! Aku ada perlu denganmu, penting,” tambahnya yang membuatku terperangkap. Sejatinya, aku ingin menjawab “ iya” sambil lalu saja, dan terus ngelonyor kerumah. Tapi keberuntunganku terpangkas waktu yang hanya selisih beberapa detik.
Aku pun menghampiri Besut. Tampak jelas cangkul dan linggis di kanan-kirinya samar diterpa temaram sisah purnama. Dalam keremangan itu samar pula kulihat tiga gundukan tanah bekas galian baru. Lubang yang katanya akan dibuat menanam Bonsai Serut, Palem, dan Bonsai Asem. Aku sinis mendengarnya, pasti cercaunya hanyalah alasan, seperti melipat risau dengan senyuman kepada tetangga tadi siang. Rasanya ia sudah merencanakan bahwa aku adalah target yang akan dibunuhnya malam ini. Taruan saja ia sabar menunggu kepulanganku hingga larut pagi. Aku menyadari, bahwa tentang semua galian di taman bunga ini, hanyalah aku yang paling mengetahui.
Setelah linggis terayun tepat menghantam kepalaku, tubuhku kemudian diseret dan ditekuk dalam salah satu kubangan. Betapa sesak mayatku jika diuruk dalam kubangan yang paling kecil itu. “Kok bengong Jo?” Tanya Besut yang sekalian menyergap laju perasangkaku yang sebentar lagi kedatangan malaikat berpesta sesaat setelah kematianku. Kesadaranku tergeragap. Ternyata aku masih bernyawa di taman bunga.
Plong sesaat. Kesalahan prasangkaku seperti malaikat kecil dengan tangannya yang rapuh mencoba menyeretku dari deraan kecamuk menggumpal di rongga dada beberapa hari ini. Lega walau pun secerca. Saat itulah aku merasa berada dalam ikatan selingshot, sebuah tambatan tali yang hendak menjatuhkankanku namun tak sampai menyentuh bumi. Atau yang kemudian menarik tubuhku terbang ke angkasa, namun juga tak lepas ke awang-awang.
“Beberapa hari ini fikiranku kalut Jo,” papar Besut mengawali kepentingannya memanggilku baru saja. Aku berpura tak tau, walau ucapan itu, adalah yang kuamati beberapa hari ini. Seandainya Besut akan membongkar semua rahasianya, pasti terkaanku tak melenceng sedikit pun perihal Besut yang lebih sadis daripada Rian sang jagal manusia. “ Kau bertengkar dengan istri? Atau sekedar didiamkan istri? Gampang, sebaiknya ngomong terbuka saja. Semisal, Dik, istriku, aku perhatikan beberapa hari ini kau mendiamkan aku, kalau ada salah, salahku apa? Biar aku tak iwuh sebagai lelaki. Aku takut dibilang orang, bahwa aku lelaki yang tak bisa menduduki posisiku sebagai lelaki.” Komentarku yang sengaja menyemprotkan jasa kepada Besut, dengan harapan ucapan itu mampu mematahkan niat buruk Besut terhadapku. Sekias bibir Besut tersenyum. Walau dugaanku tentang kekalutannya tak tepat sasaran. “Mimipi yang sering kuceritakan padamu, malam Jum’at Legi kemarin datang lagi,” lanjut Besut menjelaskan kekalutan yang menderanya. Hatiku blong. Kecurigaanku terhadap kejahatan Besut hilang separuh. Sebab tak sekali ini ia bercerita perihal mimpi aneh yang aku sendiri keheranan. Yakni mimpi tentang artis ibu kota yang datang membeli bunga. Yang membuatku heran ialah setiap artis yang mendatangi Besut untuk membeli bunga, pasti tak berselang lama, artis itu meninggal dunia. Padahal hanya datang dan membeli bunga lewat mimpi.
“Kenapa mimpi-mimpi itu datang lagi. Para artis itu, apa hubungannya denganku, toh aku hanya mengenal mereka dari televisi.” “Siapa yang tererakhir datang membeli bunga?” sergapku penasaran. Dengan suara lirih Besut menyebut satu nama. Tentu saja aku mengenal nama itu. Artis yang dimaksut Besut memang sudah kondang sejak aku masih kecil.
***
Berbeda dengan kebanyakan orang yang kutemui. Rata-rata, mereka bangga jika mendapat bocoran ilham rahasia Tuhan yang ditunjukkan kepadanya. Ada juga yang supaya dibocori Tuhan atas rahasianya, mereka melakukan apa pun hingga terkentut-kentut. Setelah mendapatkannya pun, mereka segera mengganggap kalau dirinya teman dekat Tuhan yang berhak menggantikan kedudukannya.
Walau mimpi Besut tajam dan cospleng tentang kematian para artis, namun aku tetap degdegan. Jangan-jangan suatu ketika, bukan artis yang datang membeli bunga-bunganya Besut, tetapi aku, atau Besut sendiri.
*) Cerpenis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Beralamat di Dowong RT/RW: 08/02. Plosokerep, Sumobito, Jombang. Email: sabrank_bre@yahoo.com
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 06 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar