Minggu, 06 Februari 2011

Bunga Besut

Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/

Marsudi benar-benar hilang. Entah kapan persisnya, aku tak punya tanda pengingat khusus, semisal jaman Semeru meletus yang tiap dedaunan dipenuhi debu hingga sempal, jaman hama wereng yang menggagalkan panen padi, jaman pederos yang mencekam karena tiba-tiba ditemukan mayat terbungkus karung, atau ketika muncul peristiwa manggar emas, manggar yang diterpa bias sinar mentari sore, sehingga warnanya persis seperti emas. Dan, hanya sore itu, tidak terjadi lagi pada sore berikutnya hingga kini. Tak pelak sore itu banyak orang berkerumun,menyaksikan manggar yang berupa emas.

Maksudku, orangnya masih ada hingga sekarang, ia berperawakan kecil, pendek, berambut ikal panjang, berjenggot, menikah dan mempunyai anak lima. Tetapi nama pemberian orang tuanya sejak kecil, yakni Marsudi, sudah tak dikenal orang lagi. Awalnya ia terbiasa dipanggil ‘Sud’, kemudian orang dan teman sebaya menjulukinya Besut. Sejak itulah nama Marsudi hilang dan berganti Besut. Tapi bukan Besut tukang ngamen di awal tahun 1900-an, yang kemudian melahirkan tontonan Ludruk di daerahku.

Meski bukan sarjana, Besut lulusan SMA. Bapaknya gigih menggulung rantai, mengayuh becak untuk membiayai sekolahnya, dengan harapan kelak Besut bisa menjadi pegawai negeri. Tetapi nasib dan keberuntungan selalu berkata jujur, jika sedang tak memihaknya, harapan hanyalah cita-cita yang diidamkan namun tak kunjung tiba. Yah, rumus kehidupan kadang lebih lurus daripada garis lapangan sepak bola: karena miskin, maka tak mampu bersekolah hingga sarjana, akhirnya mencari pekerjaan susah, kalau pun ada, tak bergaji seberapa, tak cukup membiayai sekolah anaknya hingga sarjana, terus nasib temurun sampai dunia senja.

Memelihara bunga, sesungguhnya bukanlah hobinya. Hanya karena ia bekerja kepada Ko Yang, saudagar bunga berketurunan Cina yang memiliki pabrik besar di barat kota. Belajar dari Ko Yang inilah, Besut mengerti ilmu spekulasi, jika apa pun bisa dimainkan harganya melebihi emas dengan profokasi media. Rata-rata, pecinta bunga adalah orang yang berloncatan trend. Ketika musim bunga sepi, mereka beralih ke penangkaran burung atau ikan hias. Sementara beberapa bulan ini, bunga yang laku di pasaran antara lain: Gelombang Cinta, Mawar Hitam, Teratai Jingga, Efourbia, Aglonema, Mini Bonsai, bunga Bank, hingga bunga Bangkai.

Lain saat jam kerja di area taman bunga KoYang, lain pula sepulang bekerja. Pelataran belakang rumah Besut juga dipenuhi aneka bunga yang jenisnya sama dengan yang ada di kebun juragannya. Rupanya Besut selalu membawa bibit bunga sepulang kerja. Kalau ada yang laku, lumayan buat tambahan belanja istrinya selain gaji perbulan yang pas-pasan.

***

Lewat malam Jum’at Legi lalu, aku memergoki wajah Besut gelisah. Aku baru paham, bahwa memilki ribuan bunga pun, tak pasti membuat wajah seseorang berbunga-bunga. Padahal, beberapa bunga pribadinya laku terjual. Ia seperti menyimpan rahasia, yang andai terbongkar, mampuslah ia, anak serta istrinya. Tak siang, atau malam, Besut mondar mandir tak karuan.

Rian. Yah, Rian. Aku jadi teringat pemuda tampan yang sekabupaten denganku. Sosok pendiam, ramah, santun, kreatif mencari peluang usaha, namun tanpa disangka, ia pembunuh berdarah dingin yang sadis. Rian yang rela mengajari orang, bahwa terpikat hanya karena ketampanan, berpeluang besar akan terbinasakan.

Aku teringat betul ketika Besut menggali beberapa lubang,yang alasannya akan dibuat memendam pupuk kompos daur ulang. Satu lubang lagi di pojok pekarangan bunga yang kini ditanami Bonsai Serut yang mulai rindang. Pantas saja pohon serut itu tumbuh lebat, kontan di bawahnya dipendam sesosok mayat, entah laki, perempuan, atau remaja. Pasti saat tertangkap nanti, akan terbongkar juga kedoknya. Sedang pohon Palem yang ditanam 3 bulan lalu, mungkin di bawahnya berisi mayat orang gemuk, atau tiga mayat dalam satu lubang, sebab aku tau, Besut menggalinya cukup lebar.

Ulah Besut ini akan lebih rapi daripada Rian. Dengan alasan menanam bunga, seratus mayat pun akan dia kubur tanpa kentara. Rian saja yang pekarangannya tidak ada alasan untuk menanam sesuatu bisa aman hingga belasan mayat, apalagi Besut.

Pantas saja dua hari lalu, ketika salah satu tetangga menghampiri Besut yang sedang mengguntingi dedaunan kuning, kekalutan wajahnya bergegas ia lipat dengan senyuman. Tak cukup menimbun rapat bau tiap mayat, Besut pun menguruk keresahannya dengan ekspresi wajah ceria. Seolah di sekitar pekarangan bunganya tak pernah terjadi apa-apa, dan aman- aman saja.

***

Purnama malam itu Rembulan dengan puasnya mencandai Bumi, karena tak sedikit pun awan menghijab. Bagai esok tiada hari lagi, Bulan dengan derasnya memancarkan seluruh sinarnya tanpa sisah. Tepatnya bukan malam purnama, tapi sudah hampir pagi, sebab Bulan tak lagi di atas kepala, melainkan condong dan bertengger di ubung-ubung rumah. Pertanda sepertiga malam lagi ,rembulan segera sembunyi dikejar mentari pagi.

Tiap bulan purnama yang hampir pagi, aku selalu menghabiskan hingga sisahnya. Sedari sore aku dan teman sekampung selalu menghabiskan kilau rembulan sembari bermain jarakte, obak soutdor, petak umpet dll. Itu dulu, sebelum rembulan pecah dan menjadi serpihan gelas-gelas kaca. Namun. Setelah tak ada rembulan lagi di atas kampung kami, aku dan teman-temanku bermain petak umpet di alun-alun kota, atau gedung-gedung mewah.

Satu kelokan lagi, adalah gang menuju rumahku. Di balik pagar tikungan itu pula kebun bunga Besut. Ingatanku tentang kegalauan Besut dan beberapa bekas galian, tiba-tiba muncul lagi, setelah ditelan permainan dengan kawan-kawan separuh malam tadi. Anggapanku bahwa Besut sudah tertidur pulas pun ambyar, setelah kudapati ternyata Besut masih berada di kebun bunganya. “Bejo! Baru pulang Jo…?” sapa Besut yang sesungguhnya tidak kuharapkan. “Kesini sebentar! Aku ada perlu denganmu, penting,” tambahnya yang membuatku terperangkap. Sejatinya, aku ingin menjawab “ iya” sambil lalu saja, dan terus ngelonyor kerumah. Tapi keberuntunganku terpangkas waktu yang hanya selisih beberapa detik.

Aku pun menghampiri Besut. Tampak jelas cangkul dan linggis di kanan-kirinya samar diterpa temaram sisah purnama. Dalam keremangan itu samar pula kulihat tiga gundukan tanah bekas galian baru. Lubang yang katanya akan dibuat menanam Bonsai Serut, Palem, dan Bonsai Asem. Aku sinis mendengarnya, pasti cercaunya hanyalah alasan, seperti melipat risau dengan senyuman kepada tetangga tadi siang. Rasanya ia sudah merencanakan bahwa aku adalah target yang akan dibunuhnya malam ini. Taruan saja ia sabar menunggu kepulanganku hingga larut pagi. Aku menyadari, bahwa tentang semua galian di taman bunga ini, hanyalah aku yang paling mengetahui.

Setelah linggis terayun tepat menghantam kepalaku, tubuhku kemudian diseret dan ditekuk dalam salah satu kubangan. Betapa sesak mayatku jika diuruk dalam kubangan yang paling kecil itu. “Kok bengong Jo?” Tanya Besut yang sekalian menyergap laju perasangkaku yang sebentar lagi kedatangan malaikat berpesta sesaat setelah kematianku. Kesadaranku tergeragap. Ternyata aku masih bernyawa di taman bunga.

Plong sesaat. Kesalahan prasangkaku seperti malaikat kecil dengan tangannya yang rapuh mencoba menyeretku dari deraan kecamuk menggumpal di rongga dada beberapa hari ini. Lega walau pun secerca. Saat itulah aku merasa berada dalam ikatan selingshot, sebuah tambatan tali yang hendak menjatuhkankanku namun tak sampai menyentuh bumi. Atau yang kemudian menarik tubuhku terbang ke angkasa, namun juga tak lepas ke awang-awang.

“Beberapa hari ini fikiranku kalut Jo,” papar Besut mengawali kepentingannya memanggilku baru saja. Aku berpura tak tau, walau ucapan itu, adalah yang kuamati beberapa hari ini. Seandainya Besut akan membongkar semua rahasianya, pasti terkaanku tak melenceng sedikit pun perihal Besut yang lebih sadis daripada Rian sang jagal manusia. “ Kau bertengkar dengan istri? Atau sekedar didiamkan istri? Gampang, sebaiknya ngomong terbuka saja. Semisal, Dik, istriku, aku perhatikan beberapa hari ini kau mendiamkan aku, kalau ada salah, salahku apa? Biar aku tak iwuh sebagai lelaki. Aku takut dibilang orang, bahwa aku lelaki yang tak bisa menduduki posisiku sebagai lelaki.” Komentarku yang sengaja menyemprotkan jasa kepada Besut, dengan harapan ucapan itu mampu mematahkan niat buruk Besut terhadapku. Sekias bibir Besut tersenyum. Walau dugaanku tentang kekalutannya tak tepat sasaran. “Mimipi yang sering kuceritakan padamu, malam Jum’at Legi kemarin datang lagi,” lanjut Besut menjelaskan kekalutan yang menderanya. Hatiku blong. Kecurigaanku terhadap kejahatan Besut hilang separuh. Sebab tak sekali ini ia bercerita perihal mimpi aneh yang aku sendiri keheranan. Yakni mimpi tentang artis ibu kota yang datang membeli bunga. Yang membuatku heran ialah setiap artis yang mendatangi Besut untuk membeli bunga, pasti tak berselang lama, artis itu meninggal dunia. Padahal hanya datang dan membeli bunga lewat mimpi.

“Kenapa mimpi-mimpi itu datang lagi. Para artis itu, apa hubungannya denganku, toh aku hanya mengenal mereka dari televisi.” “Siapa yang tererakhir datang membeli bunga?” sergapku penasaran. Dengan suara lirih Besut menyebut satu nama. Tentu saja aku mengenal nama itu. Artis yang dimaksut Besut memang sudah kondang sejak aku masih kecil.

***

Berbeda dengan kebanyakan orang yang kutemui. Rata-rata, mereka bangga jika mendapat bocoran ilham rahasia Tuhan yang ditunjukkan kepadanya. Ada juga yang supaya dibocori Tuhan atas rahasianya, mereka melakukan apa pun hingga terkentut-kentut. Setelah mendapatkannya pun, mereka segera mengganggap kalau dirinya teman dekat Tuhan yang berhak menggantikan kedudukannya.

Walau mimpi Besut tajam dan cospleng tentang kematian para artis, namun aku tetap degdegan. Jangan-jangan suatu ketika, bukan artis yang datang membeli bunga-bunganya Besut, tetapi aku, atau Besut sendiri.

*) Cerpenis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Beralamat di Dowong RT/RW: 08/02. Plosokerep, Sumobito, Jombang. Email: sabrank_bre@yahoo.com

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae