Selasa, 01 Februari 2011

Cara Bode Membangun Khayalan

Abdul Aziz Rasjid
Radar Tasikmalaya, 16 Mei 2010

Tak jarang orang membangun khayalan sepanjang hidupnya. Tetapi sayang, ketika seseorang terus beranjak dewasa, khayalan hanya ditanggapi sebagai dunia permainan anak. Khayalan dipandang tak logis, kurang mendapat perhatian dan tanpa disadari ikut memutih bersama tumbuhnya uban di kepala.

Khayalan menjadi cara menumpahkan emosi, membayangkan dunia tersendiri yang diidamkan sambil membangun apa yang mewakili perasaan dengan memfungsikan segala sesuatu yang diterima oleh indera. Setiap khayalan dalam motif itu, berpangkal pada keinginan yang belum tercapai, bertujuan melakukan perbaikan dari kenyataan-kenyataan yang ada.

Uniknya, khayalan melayang-layang di antara tiga waktu: provokasi masa lampau, kenyataan masa kini yang dipikirkan ulang untuk membentuk hipotesa tentang bagaimana hidup di masa yang akan datang mesti dimaknai dan dimengerti.

Penyair menciptakan dunia khayal semacam itu —merujuk pada Freud dalam Creative Writers and Day-Dreaming— yang ia tanggapi dengan sungguh-sungguh. Menyalurkan banyak emosi sambil membedakan secara tajam dari kenyataan. Penyair mengakrabi bahasa, mengolah dan menyelami fakta-fakta di antara perputaran waktu sebagai sublimasi dan untuk memposisikan diri berjarak dengan macam-macam provokasi demi mendekati kebenaran yang akan ia yakini.

khayalan Personal

Puisi-puisi Bode yang terkumpul dalam buku kumpulan puisi berjudul Mendaki Kantung Matamu (Ultimus, 2010) dicatat dari khayalan dalam motif itu. Alam semesta yang tertangkap oleh indera menandai keniscayaan perubahan-perubahan kehidupan. Dalam puisi yang bertajuk “Di Bawah Albasia” misalnya, sunyi menjadi pangkal dibangunnya khayalan:

Sampailah sunyi
ketika seorang perempuan
menghibur malaikat di atas angin

Perlahan langit di hatiku
mengelus ruang batin yang mengerak
seperti saat ini matahari menggilai
rumputan dari geliat burung pipit yang genit

O, jiwaku membatu
di gemirik air payau yang tenang.

Sunyi sering ditanggapi sebagai situasi untuk mencari pengertian hidup tanpa kehadiran orang lain. Dalam kesunyian itu, rangsangan alam yang diterima Indera lalu mengantarkan aku liik pada kegelisahan. Pesona dari langit yang hanya dapat dilihat tanpa bisa disentuh lalu menyibakkan beban kehidupan “perlahan langit di hatiku, mengelus ruang batin yang mengerak”. Kecemasan menjadi kian tegas seperti situasi daratan yang dapat disentuh dan dirasakan aku lirik, “Oh, jiwaku membatu, di gemericik air yang tenang”. Dalam keadaan itu, tiba-tiba sunyi menjadi pecah:

Persis di bawah albasia
tiga orang anak memainkan layangan kertas
hampir saja mereka menikamku ke massa silam

Aku sempat menaruh putih mata mereka yang liar
ke dalam mangkuk pikiranku yang kelam

Ya, hidup sekadar sandal
mengalas mengupas waktu.

Tiga orang anak yang memainkan layangan kertas itu adalah sebentuk provokasi dari masa lampau yang hampir saja menikam aku lirik. Kata hampir disana menjadi penting sebab secara tersembunyi menjelaskan bahwa aku lirik telah melakukan upaya penghindaran. Masa lalu dalam putih mata tiga anak kecil —dunia tersendiri anak-anak yang belum banyak terpengaruh— bukan ruang untuk kembali yang mesti dihuni lagi, tetapi difungsikan sebagai ruang pengertian untuk menegaskan suatu hal vital; dimana perjalanan waktu, di satu sisi membuat orang dewasa semakin luas pandangan dunianya, namun di sisi lain menimbulkan penyempitan yang melahirkan kecemasan-kecemasan dalam pikiran yang kelam. Dari perenungan itulah kemudian aku lirik mendapat semacam rasa mengerti, dan ia dengan tegas berkata: “Ya, hidup sekadar sandal / mengalas mengupas waktu”.

Perambahan pengucapan Bode Riswandi dalam puisi “Di Bawah Albasia” itu, menjadi menarik sebab sebelum Bode meningkatkan pesan perenungannya untuk menyampaian kehidupan yang kian berubah, terlebih dahulu ia mengkhayalkan langit —yang hanya bisa dipandang— untuk memasuki kegelisahan yang ia rasakan dengan mewakilkan idiom daratan yang dapat ia sentuh. Uniknya, kesendirian dalam sunyi yang telah menyatu padu bersama alam tidak mengantarkan pada penemuan pengertian hidup. Malah sebaliknya, pengertian hidup mengada lewat kehadiran orang lain yaitu tiga anak kecil. Di sinilah, lingkungan penalaran khayalan dalam puisi Bode mengakui bahwa pengalaman puitik meski bersifat personal namun tidak bebas dari pengaruh dunia sekitar.

Khayalan Massal

Khayalan ternyata tak hanya bernaung sebagai kontruksi psikologis personal. Namun juga dapat hinggap sebagai kontruksi psikologis massal. Khayalan massal itu, dapat bermula dari sisa-sisa citraan khayalan Bangsa. Misal yang menarik, terlihat dalam puisi bertajuk “ Dalam Cermin, Wajahku Tak Seperti Indonesia” ini:

Kiranya, bukanlah negeriku
jika tak ada api
dan beribu luka mengeluh

Kiranya, bukanlah negeriku
jika tak menopan
dan sepinya lari perusuh

Sejarah daun-daun rimbun, pemantun, pupuh
dan mitos lirik teh yang teduh
lagu para pengetam, lajur benang-benang jala
dan catatan tentang padi menguning
: nun semakin jauh dan hilang geming



Hikayat laut-laut berkaca, gemaung bukit yang agung
balada penyuling desa, lenggok pengusung obor dari malam
ke malam panjang, dan catatan tentang perjaka
juga perempuan-perempuan ramah

: nun semakin jauh tak berranah.

Dalam puisi itu, ada keindahan citraan yang telah dirasa hilang. Keindahan yang dicatat dari masa lampau; alam dan situasi masyarakat yang menyenangkan. Citraan-citraan itu telah menjadi semacam mitos atau sisa khayalan suatu bangsa yang hanya tertinggal sebagai catatan dan tak mengada lagi dalam kenyataan. Maka, citraan itu hanya dapat tampil dalam lapisan-lapisan pendambaan:

Kiranya, inilah mata yang bersajak tak henti
mendamba rindu dari gemaung bukit yang agung
mendamba cinta dari perjaka dan perempuan-perempuan ramah
mendamba lenggok pengusung obor dari malam ke malam panjang
mendamba catatan tentang padi menguning, balada penyuling desa
lajur benang-benang jala, juga lagu para pengetam.

Bode Riswandi memfungsikan khayalan massal dari citraan masa lampau untuk menegaskan perubahan kenyataan di masa kini. Dalam cara itu, ia menyatakan gugatan personalnya dengan cara mengawinkan pilihan-pilihan bahan tertentu (mitos lirik teh yang teduh, balada penyuling desa, catatan-catatan tentang perjaka juga perempuan yang ramah) di antara bahan-bahan yang telah banyak dikenal secara massal (padi menguning, daun yang rimbun, dan gunung yang agung). Dua bahan itu memuncak pada perubahan-perubahan di masa kini (ramah menjadi perusuh). Pendambaan-pendambaan di antara kini dan yang telah lalu, akhirnya hanya mengantarkan aku lirik pada keterasingan: Rupanya, mata-Mu pun/ semakin jauh kudekati.

Di sinilah letak kekhasan cara Bode membangun khayalan berlangsung, yaitu bagaimana penyair meramu konflik antara dunia dan alam dalam tiga waktu. Kebenaran timbul tenggelam dalam perputaran waktu. Indera dan nalar penyair, menangkap getar-getar sunyi dan keterasingan dari masa lalu untuk mempertanyakan masa kini guna merangkai keesokan.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae