Selasa, 25 Januari 2011

Kredo Puisi dalam Pencitraan Politisi

Abdul Aziz Rasjid
Minggu Pagi, V Maret 2009.

Semoga masih terkenang di ingatan kita saat beberapa politisi negeri ini mengutip sebuah bait puisi untuk kepentingan mengkampanyekan diri. Salah satunya bait puisi Chairil Anwar “sekali berarti sudah itu mati”, dimanfaatkan seorang politisi untuk mempopulerkan namanya pada masyarakat. Bait puisi itu tak hanya terpampang pada spanduk-spanduk di tepi jalan atau surat kabar harian, kita juga menyaksikan bait puisi itu berkali-kali tampil di layar televisi.

Politisi lainnya lalu ikut serta menggunakan modus yang serupa, mulai dengan mengutip bait puisi dari luar negeri sampai dengan membuat pantun kreasi sendiri. Kemudian beberapa orang menanggapi aksi itu; diantara mereka ada yang menyimpulkan bahwa aksi itu adalah bentuk politisasi puisi, sebagian sebaliknya dengan menyatakan bahwa aksi itu merupakan puitisasi politik, bahkan ada pula yang melakukan interpretasi dengan menggunakan pandangan kritik seni.

Fenomena itu tentu tidak tiba-tiba jatuh dari angkasa, berkembangnya tekhnologi media dan informasi menjadi salah sebuah penyebabnya. Politisi yang membutuhkan diri untuk dikenal dan tampil dalam cakupan sosial yang luas tentu memfungsikan kemajuan itu semaksimal mungkin ?melakukan beberapa eksperimentasi pembentukan citra diri? salah satunya menggunakan bait puisi sebagai daya tarik pembentuk imaji pada massa.

Puisi, ketika diambil alih guna mendongkrak citra diri sebagai pembentuk imaji tentu berpengaruh pula terhadap proses pemberadaban publik. Sebab puisi yang tampil dalam media kampanye itu, yang bersatu padu bersama layar juga gambar berpotensi untuk membentuk keadaan baru pada masyarakat, yaitu masyarakat sebagai subjek yang tidak lagi terkait dengan kenyataan aktual. Namun, secara perlahan-lahan masyarakat terjebak pada tipuan virtual dan identitas kedirian mereka pun terbentuk lewat jejaring komunikasi virtual.

Dari puisi ke pencitraan diri

Jika kita kaitkan gejala ini dengan kata-kata yang pernah diucapkan Pramoedya Ananta Toer di tahun 1952, bahwa kesusastraan digunakan sebagai “senjata utama” untuk mereka yang tak punya kekuasaan, tak punya uang, tak punya bedil dan tak punya Japamantera. Maka, apa yang diucapkan Pramoedya puluhan tahun lalu itu kini menjadi tak berlaku lagi.

Sebab perkembangan kebudayaan masa kini yang sangat terasa dikendalikan oleh kekuatan media dan informasi, pada akhirnya menciptakan posisi masyarakat di antara batas-batas imajiner suatu geografi kultural yang setiap saat bergerak, bergeser dan meluas. Kondisi ini dalam sisi positif memang meluaskan pengguna kesusastraan, namun sebaliknya dapat pula menghadirkan penyempitan dalam sisi yang negatif.

Kesusastraan yang diharapkan dapat menjadi alat untuk membentuk pemberadaban publik, bila dikaitkan pada fenomena yang sedang kita perbincangkan ?politisi dan puisi? rentan untuk mengalami penyempitan fungsi, karena ketika sastra hanya diperankan sebagai penguat citra kedirian segelintir orang untuk mengejar kursi kekuasaan, sebenarnya hanya menjadikan sastra serupa merk dagang.

Apalagi puisi dalam fenomena ini tak lagi berdiri dalam keutuhan. Tapi sepenggal bait yang dikemas lalu dicampur adukkan dengan gambar, program, visi dan misi. Puisi menjadi semacam korespondensi untuk mendongkrak derajat pada masyarakat sehingga menghadirkan penandaan identitas ?pembawa kemakmuran dan pemberadaban.

Dalam kasus ini, Jaques Lacan benar, bahwa bahasa yang berpotensi untuk menghadirkan gambaran akan kedirian seseorang berpeluang untuk melahirkan sebuah bentuk citraan imajiner. Namun, citraan itu tak lebih hanya bermuatan hasrat narsisitik yang sebenarnya berupa identitas yang ilusi.

Sebab puisi yang difungsikan dalam pola seperti itu, tak lagi mengambil jarak atau melakukan transedensi secara sadar dari jebakan sosial dan berbagai masalah budaya. Tetapi kesusastraan ?secara sadar? di tangan politisi dijadikan alat untuk membentuk jebakan sosial karena difungsikan untuk mewujudkan kepentingan segelintir orang. Dan, dalam setiap jebakan yang tidak boleh dilupakan selalu ada kata ”bahaya” yang turut serta.

Pembelotan kenyataan aktual

Kembali pada bait puisi Chairil Anwar itu, kita setidaknya mendapati sebuah kredo puisi. Semacam prinsip yang juga pernah dipuisikan oleh Wiji Thukul, ”Hanya ada satu kata: Lawan!”. Dalam bait itu terpendam makna dari sebuah kenyataan aktual pada suatu masa, juga sebentuk laku sebagai oposisi binernya. Dimana Chairil mendapatkannya ketika ia meletakkan kemerdekaan lebih tingi dari kehidupan yang berada di tengah kuasa kolonial, sedang Wiji Thukul mendapatkannya ketika ia secara aktif memperjuangkan demokrasi di tengah kekuasaan yang represif dan otoriter pada masa orde baru.

Tapi, kredo puisi dalam kemasan politisi telah mengalami pergeseran dari kenyataan aktualnya. Dimana kenyataan aktual telah dibelotkan menjadi kepentingan individual, dan proses pembelotan itu dijalankan secara sistematis ?teks yang pada mulanya difungsikan untuk memobilisasi kesadaran massa digubah menjadi mobilisasi pencitraan kekuasaan? sampai akhirnya dikemas dalam jalinan virtual semenarik mungkin.

Kita sama tahu, pembelotan itu memang tak langsung bersangkut dengan kehendak manusia, tetapi buah dari sistem kekuasaan yang otoriter. Dimana berbagai fenomena telah menunjukkan pada kita: tak jarang politisi itu setelah berhasil menjadi fungsionaris Negara, seringkali menjadi tunduk bahkan takluk untuk melakukan apa saja yang diperintahkan oleh sistem, walaupun perintah itu termasuk kejahatan.

Itulah banalitas kejahatan dalam kebudayaan virtual, sebuah kenyataan aktual yang melanda negeri ini. Dan kredo puisi dikemas dalam bentuk serupa apapun oleh siapapun, tetap menjalani takdirnya sebagai penentang yang abadi, sebab pemberontakan manusia lapar tak dapat ditindas/ aku menentang paham, doktrin, ideologi perongrong keutuhan dan keagungan manusia (M Fadjroel Rachman, “Hotel Salak, 1964-1966”).

***

Dimuat di Tabloid Minggu Pagi No 52 Th 61 Minggu V, Maret 2009. Di siar ulang dalam catatan facebook 26 Oktober 2009.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae