Kamis, 09 Desember 2010

BUWUN: BAWEAN YANG KE ARAHKU*

(PULAU YANG BERGANDUL POTONGAN KUPING)
Mardi Luhung
http://sastra-indonesia.com/

I
Bawean adalah sebuah pulau yang ada di utara Gresik. Dan salah satu dari Kecamatan Gresik. Bawean, dalam pikiranku, bukan saja nun jauh di sana, tetapi juga sebagai khayalan yang terus menghantui diriku. Sebab meski bagian dari kotaku (Gresik), tapi aku tak pernah ke Bawean. Aku hanya mengenal dan membaca Bawean dari cerita-cerita yang ada.

Bawean adalah pulau perempuan, sebab para lelakinya cenderung merantau. Bawean adalah pulau misteri, sebab sampai kini banyak tempatnya yang masih tertutup oleh kabut rahasia. Dan yang lebih mencengangkan, di Bawean juga ada Pecinan, meski tak ada peninggalannya yang tersisa. Dan menurut cerita, Bawean dulunya pernah disebut Buwun. Dan seterusnya. Sampai suatu ketika, di bulan September 2007, aku dan dua temanku berangkat ke Bawean.

Keperluannya: aku dan dua temanku itu akan membuat sebuah dokumentasi video pendek dan beberapa foto untuk penerbitan buku tentang Bawean. Dan tentu saja, ini adalah saat yang cukup menggairahkan diriku. Apalagi pada saat itu, mendekati Ramadhan 1428 H. Artinya: aku dan dua temanku akan berbarengan dengan para orang Bawean yang pulang dari rantaunya.

Ternyata, ketika aku sampai di Bawean: kepala, tubuh dan perutku seperti diaduk. Betapa tidak, selama dalam perjalanan laut (Gresik-Bawean), aku naik kapal laut yang ramping. Dan aku terserang mabuk laut yang licik. Mabuk yang baru pertama kali aku alami. Mabuk yang benar-benar membuat aku kelenger dan tak berdaya. Aku muntah tapi tak bisa. Mau tak muntah, tapi isi perut seakan menyundul-nyundul.

Jadinya, saat datang itu, aku seperti menginjak sebuah pulau yang terus bergoyang. Dan terus membuatku mesti tersungkur. Sambil terus-terusan mengurut-ngurut kepala yang pening. Aku benar-benar seperti tersiksa luar-dalam. Sampai-sampai seorang temanku berkata: “Kalok kau begini, bagaimana nanti pulangnya?” Perkataan yang disambut tawa oleh temanku yang satunya.

Ha, ha, ha, memang untuk ke Bawean, tak ada cara lain kecuali harus menumpang kapal laut. Dan kapal laut itu tergantung pada jadwal yang ada. Lain itu, untuk naik pesawat udara tidak mungkin. Sebab, pembangunan bandara di Bawean masih terus diperbincangkan. Dan masih terus dicari pemecahannya. Dalam arti, rencana pembangunan itu masih tetaplah sebagai rencana.

II
Bawean dan bandara udara? Akh, mengapa tidak. Sebab, setelah aku mengitari pulau itu. Mulai dari Kecamatan Sangkapura dan berputar ke Kecamatan Tambak, memang perbincangan perjalanan ke luar negeri, seperti ke Singapura, Malaysia dan sesekali Australia dan Timur Tengah sering terdengar. Dan rasanya, bagi orang Bawean, pergi ke luar negeri itu seperti pergi ke kota sebelah.

Bahkan, ada seseorang yang berkata, jika dirinya ke Malaysia hampir dua atau tiga minggu sekali. Di samping mengurus tenaga kerja, juga melakukan bisnis kecil-kecilan. Dan aku pikir, orang-orang seperti ini, tentu membutuhkan sebuah bandara. Di samping lebih cepat. Juga tak perlu untuk menyeberang ke Surabaya atau ke Jakarta sebelum terbang ke tempat yang ditujunya.

Lalu selama mengitari itu, aku juga menemukan hal-hal yang menarik. Itu terutama berhubungan dengan nama-nama yang ada. Baik nama tempat atau benda nya. Misalnya: Komalasa, Gili, Jukung, Kelotok, Kubur Panjang, Kuduk-Kuduk, Durung, Noko, Pantai Menangis dst. Aku tak tahu, kenapa tiba-tiba denyut kepenyairanku bergelinjang setelah mendengar nama-nama itu. Tapi, karena pada waktu itu, aku hanya menjenguk. Bukan menyapa. Maka aku hanya diam saja.

Nama-nama itu pun aku simpan di otakku. Dan aku tak menulis apa pun. Aku hanya terus dan terus menikmati setiap nama yang ada. Yang aku temui sepanjang mengitari itu. Dan tentu saja, dalam menikmati itu, kadang-kadang aku jadi terhenyak. Bayangkan, di sebuah dusun di atas bukit ada sebuah gapura yang bertulis: “Selamat Datang di Buton Village,”. Atau ketika aku membaca grafiti di pintu penginapan, terbaca: Grand Funk. Sebuah nama group musik cadas dari barat tahun 70-an. Yang ternyata, dipakai untuk nama group dangdut anak-anak muda setempat.

Aku pun hanya geleng-geleng kepala. Imajinasi macam apa ini? Sebuah nama yang konon katanya punya sejarah tersendiri dicomot begitu saja. Apa ini yang disebut peminjaman, pencaplokan atau pemasangan semau gue? Akh, siapa yang mau mengurus. Yang jelas, imajinasi yang aneh itu pun semakin menjadi aneh, ketika beberapa kali aku berpapasan dengan sebuah truk. Di bak truk itu ada beberapa anak muda yang asik berjoget dan bersuka. Sebab, di bak truk itu juga, mereka membawa seperangkat salon dan pengeras suara yang besar.

III
Di Bawean, ternyata aku juga menemukan sekian cerita yang menarik. Misalnya: cerita tentang kuburan yang ukuran panjangnya tidak umum (Makam Panjang); pangeran yang mampu menjaring ikan-ikan di alun-alun (Purbonegoro); seseorang yang dapat memanggil ikan-ikan dengan kentongan (atraksi Arfai); danau yang di tengahnya ada undakannya (Kastoba); kapal-kapal Belanda yang dulu pernah hilir-mudik; orang asing yang dapat bersiul dengan rusa; istri sunan yang berkelana (Waliyah Zainab); adu sapi; sampai pada nasi yang direndam pandan (nasi hijau). Dan semua itu, benar-benar membuat aku makin terhenyak.

Jadinya, aku pun kembali ingin menulis, menulis dan menulis. Tapi apa yang mesti aku tulis? Aku tak bisa. Aku hanya bisa menikmatinya. Seperti ketika suatu malam, aku dan dua temanku itu pergi ke sebuah dusun di atas bukit. Dan dari bukit itu, bintang-bintang di langit tampak demikian gemebyar. Sebuah pemandangan yang jarang bisa aku nikmati di Gresik yang langitnya sudah penuh polusi. Dan semalaman itu, kami tak bisa apa-apa. Kecuali menikmati saja.

Dan sekembalinya. Ya, seperti biasanya, aku pun membayangkan diriku sebagai pemilik tunggal pulau Bawean. Sebuah pembayangan yang memang telah menjadi kebiasaanku sejak kecil. Dan lewat pembayangan sebagai pemilik tunggal itu, aku pun leluasa untuk terbang kemana saja. Dari telaga Kastoba pergi ke Komalasa, terus ke Pantai Menangis, naik Jukung atau Kelotok, mampir ke makam Waliyah Zainab, dan istirahat di Gili.

Dan semuanya itu bisa aku lakukan dengan enak. Bahkan, pada saat-saat tertentu (di dalam pembayangan itu), aku juga merasa seperti penguasa yang kalah. Yang dibuang ke sebuah pulau. Lalu dikubur di sebuah kuburan yang panjangnya tidak biasa. Yang sewaktu-waktu tertentu pun bangkit. Dan mencari penyebab, mengapa dulu sampai kalah.

Ya, sebuah ulang-alik imajinasi yang mirip dengan imajinsai Grand Funk tadi. Imajinasi yang langsung dicomot, dipakai, dibuang, diganti dengan seenaknya. Yang jelas, tiba-tiba dalam pikiranku, Bawean berubah menjadi pulau yang bergandul potongan kuping. Dan dari kuping itulah, aku bisa mendengar sekian nama dan sekian cerita. Dan sekian-sekian itu menjadi pupuk bagi imajinasiku. Imajinasi sebagai penguasa tunggal sebuah pulau.

IV
Nah, untunglah, waktu pulang dari Bawean, ada kapal laut yang besar. Dan aku dengan dua temanku pun naik kapal laut itu. Aku tidak mabuk. Aku bisa menikmati perjalanan pulang itu. Menikmati laut yang biru. Juga gerimis yang kadang-kadang tiba. Tapi, tanpa sepengetahuan dua temanku, pikiranku tetap melayang ke Bawean. Ke pulau yang telah kami tinggalkan. Ke pulau yang masih aku bayangkan sebagai kekuasanku.

Dan pembayangan itu pun terus melekat. Sampai aku tiba di Gresik. Sampai Ramadhan 1428 H datang dan berlalu. Sampai tiba-tiba, aku telah bisa menulis dan mengumpulkan beberapa puisi tentang Bawean. Dan anehnya: mengapa puisi-puisi yang aku kumpulkan dan aku tulis tentang Bawean itu kok jadi lain? Akh, aku terkesiap. Apa benar puisi-puisi ini bercerita tentang Durung, Komalasa, Pudakit, Kuduk-Kuduk, Kastoba, Jukung, Kelotok atau Pecinan?

Tidak! Tidak! Isi puisi itu telah mengalami perubahan yang begitu serius. Lalu apa yang salah? Atau, jangan-jangan, aku telah melakukan pencomotan nama, cerita dan imajinasi begitu saja. Seperti pencomotan nama Grand Funk di pintu penginapan. Ya, aku pikir, aku telah melakukan hal itu. Tapi apa ini salah? Entahlah. Yang jelas, aku merasa tetap sebagai penguasa tunggal Bawean.

Dalam arti, sebagai penguasa tunggal: bukan aku yang ke Bawean. Tapi Bawean yang ke aku. Dan ketika sampai ke aku, aku pun menyambutnya. Menyambut dengan segala apa yang ada di dalam diriku. Baik itu yang ada di mata, hati, otak, jantung, mulut, kaki, sampai pada yang ada di relungku. Jadinya, inilah Bawean yang telah ke arahku. Sebuah pulau yang bergandul potongan kuping. Sebuah pulau tempat aku mendengar. Sebuah pulau tempat aku menghadirkan sebuah pulau imajinasi yang lain. Sebuah pulau dengan persoalan tersendiri.

(Gresik, 2007)
*) Pengantar BUWUN, kumpulan puisi Mardi Luhung, diterbitkan PUstaka puJAngga, 2010.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae