Jumat, 02 Juli 2010

Hidup Matinya Sastra Indonesia di Tangan Redaktur

Abdul Wachid BS
http://www.kr.co.id/

MATINYA kritik sastra, yang pasti disebabkan oleh tidak adanya karya sastra yang layak untuk dijadikan pembicaraan kritik sastra.

Memang, banyak faktor lain sebagai penyebabnya, antara lain (1) minat baca sastra dari masyarakat yang rendah, (3) persepsi yang salah bahwa karya sastra hanyalah produk khayalan, klangenan, dan karenanya tidak layak sebagai bagian dari sumber untuk keilmuan interdisipliner. Tidak seperti halnya di negara-negara yang sudah pesat perkembangan keilmuannya, yang memposisikan karya sastra sebagai bagian dari inspirasi keilmuan interdisipliner.

Memang, kita melihat realitas, setiap Minggu berbagai koran menyediakan rubrik sastra, berisi cerpen, puisi, dan sketsa pemikiran tentang seni secara umum, sekalipun tidak untuk kritik sastra. Ini merupakan fakta bahwa penerimaan masyarakat pembaca terhadap karya sastra yang tiap Minggu dimuat di media massa, khususnya pembaca yang memiliki daya kritis, masih memposisikannya seperti fungsi kertas koran: setelah dibaca headline-nya, lalu menjadi kertas bungkus.

Apakah salah sikap penerimaan masyarakat terhadap karya sastra koran seperti itu? Sebagai produksen yang baik, tentu tidak akan gampangan menyalahkan bahwa konsumennya adalah bodoh semua, sebab tidak mau mengonsumsi produknya. Kenyataan bahwa masyarakat tidak melakukan respons terhadap karya sastra, tidak berarti masyarakat itu bodoh atau belum melek sastra. Hal itu benar jika kita melihat dari sudut pandang sastrawan.

Tetapi, dari sudut pandang masyarakat, bagaimana? Karya sastra merupakan hasil refleksi sastrawan terhadap realitas sosialnya, karenanya bentuk kebudayaan, pikiran zaman secara po atau kontra terefleksi di dalamnya. Karenanya pula, bentuk dan pikiran di dalam karya sastra semestinya dapat direpresentasikan keterkaitannya dengan kebudayaan yang mengkonstruksinya, atau sebagai refleksi bagi kebudayaan secara luas. Jika sekarang ada fenomena, masyarakat mencuekkan karya sastra (juga di koran), itu artinya karya sastra yang ditulis tersebut tidak mampu sebagai bagian dari perkembangan produk budaya yang tengah terjadi di dalam masyarakatnya. Karenanya, karya sastra yang demikian tidak diapresiasi oleh masyarakatnya, juga tidak menjadi perhatian kritikus sastra.
Mengapa karya sastra yang ditulis sastrawan tidak mendapat sambutan kritik?

Tahapan kritik itu berangkat dari apresiasi (apresiation) secara umum, kemudian oleh pembaca ahli berdasarkan wawasan keilmuan tertentu dilakukan penilaian-penilaian (values), di situlah kritikus melakukan penghakiman (judgment) tentang baik-buruknya karya sastra tersebut berdasarkan argumentasi yang kuat. Jadi, bukan penilaian yang bersifat samar-samar (impresif), subjektif, dan tanpa argumentasi yang memadai. Jika demikian, idealnya karya sastra yang memiliki mutu, secara bentuk ia berdiri di antara konvensi agar masih dapat dirunut jejak pemaknaannya oleh pembaca, sekaligus memiliki inovasi agar segar dan tidak dicap sebagai pembebek karya sastra sebelumnya. Bila ada sesuatu yang baru, masyarakat pastilah memberi perhatian, mungkin dicaci seperti fenomena Inul Daratista, atau langsung dipuji, atau dicaci dulu kemudian dipuji. Secara isi juga demikian, sepanjang sejarah karya sastra yang baik selalu menawarkan sudut pandang yang berbeda dari karya sastra sebelumnya.

Persoalannya, jika karya sastra tidak direspons oleh masyarakat pembaca umum apalagi pembaca ahli, berarti memang karya sastra yang dimuat di koran tiap Minggu itu tidak ada sesuatu yang baru, alias biasa-biasa saja. Bahkan, banyak karya sastra yang sekadar bertarget asal dimuat dan mendapat honor, dengan melakukan reproduksi bentuk dan isi dari kecenderungan karya sastra yang sering dimuat di suatu koran. Memang, puisi tetap ditulis, tetapi dengan cara menulis ”puisi yang baik dan benar”, demikian pula ”cerpen yang baku”, juga ”novel yang sesuai dengan kaidah-kaidah”. Segala itu serba lewat begitu saja senyampang dengan datangnya koran besok pagi, koran yang kemarin tidak dibaca lagi, sebab memang tidak ada sesuatu yang baru yang ditawarkan di dalamnya. Sementara itu, masyarakat dan pers hanya akan memperhitungkan hal yang baru, yang luar biasa, dan hal itu tidak dapat disalahkan sebab sebagai tandingan hal yang rutin keseharian, yang biasa.

Namun demikian, kita tidak perlu pesimis, alasan regenerasi sastrawan dan karya sastranya memang tetap perlu, dalam hal ini peran koran amatlah menentukan bagi proses ”menjadi” perkembangan sastra. Namun pula, koran perlu memerankan fungsi kritik dengan memilih karya sastra yang benar-benar mempertimbangkan aspek kesastraan, juga aspek inovasinya. Tanpa pertimbangan itu, koran tidak akan memperoleh keuntungan apapun, sebab dibukanya rubrik sastra hanya menambah biaya cetak saja, jika pertimbangan eksistensial tidak diperhitungkan.

Tidak masalah dengan memunculkan karya dari sastrawan yang baru muncul, asal mutu sastra tetap menjadi pertimbangan utama. Sebab jika tidak demikian, justru koran turut mempurukkan matinya dialektika antara munculnya karya sastra yang cerdas, mencerdaskan masyarakat pembaca, yang melahirkan kritik sastra yang cerdas pula. Bahkan, memunculkan secara berselang-seling nama lama dan nama baru dengan karya sastranya menjadi penting sebagai perbandingan perkembangan sastra, sekali lagi tetap mengutamakan tolok ukur mutu sastra. Dilihat dari ini saja, betapa besar peran kritik sastra yang diperankan redaktur sastra untuk menyeleksi karya sastra yang bermutu.

Sesungguhnya, antara karya sastra yang baik dan kritik sastra yang bermutu, seperti antara telur dan ayam. Karya sastra yang baik akan mendorong munculnya kritik sastra yang cerdas. Demikian pula, kritik sastra yang cerdas itu pun kemudian merangsang lahirnya karya sastra yang berbobot. Tiadanya karya sastra yang bermutu, tidak berarti kritik sastra turut macet. Sebab kerja kritik sastra tatkala memberi penilaian berarti ada yang dibandingkan dengan tolok ukur karya sastra yang telah ada. Dengan begitu semestinya kritik sastra tetap ditulis berdasarkan perbandingan dengan karya sastra yang ada sebelumnya yang dipandang memiliki mutu sastra. Dari itu, memberi rangsangan akan munculnya karya sastra yang bermutu di kemudian hari.

Tetapi, apa kritik sastra kini juga turut tidak bermutu? Di luar lingkup akademik sastra memang demikianlah halnya. Di samping persilangan lontaran pemikiran seni secara teoritik, semestinya koran menyadari perlunya perdebatan wacana yang berangkat dari karya sastra. Mengapa objek kesusastraan tersebut justru tidak pernah disentuh? Sekalipun koran bukanlah satu-satunya faktor penentu perkembangan sastra, namun koran memang mempunyai potensi besar memerankan hal tersebut.

Jadi, jika dirunut urutannya, perjalanan sastra di koran sebagai berikut. Taksonomi kesusastraan ialah antara karya sastra dan kritik sastra. Kritik sastra dapat melahirkan teori sastra, dan menyumbangkan perannya kepada sejarah sastra untuk melakukan kualifikasi-kualifikasi. Dan kritik sastra itu hasil dari studi terhadap karya sastra. Sementara itu karya sastra di Indonesia penyebarannya yang terpenting melalui koran (dan majalah) sekalipun kemudian dijadikan buku. Sedangkan karya sastra di koran dan majalah, kemunculan pertamanya ditentukan oleh redaktur sastra dalam penyeleksian. Dengan begitu maju-mundurnya kesusastraan berada di tangan redaktur sastra.

Jadi: ”Redaktur Sastra yang terhormat. Jika kerinduan terhadap munculnya karya sastra yang bermutu, gelisahnya terhadap stagnasi kritik sastra, dan merasa tidak sehatnya ekologi sastra, maka Andalah sesungguhnya yang paling bertanggung jawab tentang hal-hal tersebut!’
Terima kasih.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae