Haris del Hakim
http://www.sastra-indonesia.com/
Kami hampir seperti anak-anak lain yang tinggal di kawasan pedesaan. Lumpur bagi kami adalah sahabat paling menyenangkan.
Pada saat kami melihat kubangan air di tanah kering, bekas orang-orang memandikan sapi atau sepeda, kami berebutan untuk mendahului sampai di tempat itu. Yang pertama kali sampai akan mengangkangkan kaki sebagai bukti bahwa dialah penguasa kubangan berlumpur itu dan yang lain akan berebut untuk menggantikan kedudukannya. Kami saling dorong. Jatuh secara bergantian. Teman yang curang tidak mau berdiri setelah jatuh. Dia duduk di kubangan dan melempar-lemparkan lumpur ke arah yang lain, sehingga tidak ada seorang pun yang berpakaian bersih lagi.
Akan tetapi, permainan itu tidak semenyenangkan bila dibandingkan membuat kubangan sendiri. Memperebutkan kubangan menjadikan kami saling bermusuhan satu sama lain, bahkan permusuhan itu berlarut-larut hingga berbulan-bulan dan kami harus kehilangan dua teman akrab gara-gara berebut kubangan. Sementara itu, membuat kubangan sendiri menjadikan kami saling bahu membahu untuk mempertahankan agar kubangan terus berisi air yang bercampur tanah dan berubah menjadi lumpur.
Mula-mula kami membuat garis pembatas berbentuk lingkaran. Salah seorang mengambil air untuk membasahi tanah yang kami rencanakan sebagai kubangan dan yang lain berebutan menginjak-injak tanah basah itu agar segera menjadi lumpur. Kaki kecil kami beradu cepat menjejak tanah, tangan kami saling memegang pundak teman yang lain agar tidak jatuh, dan bibir kami tidak pernah lepas dari sunggingan senyum bahagia. Senyuman kami berubah menjadi sorak kegirangan bila merasakan grojokan air di kaki kami dan kami pun mempercepat gerak kaki. Begitu terus menerus hingga tanah yang semula kering itu pun berubah jadi lumpur.
Kemudian salah seorang dari kami memberikan aba-aba untuk membuat tanggul kecil di sekitar kubangan. Kami segera menghentikan pekerjaan menjejak tanah dan bahu-membahu membuat tanggul kecil. Kubangan yang kami buat ukurannya sangat luas sehingga tidak sebentar membuat tanggul kecil. Hanya anak yang mengambil air tidak mau membantu kami. Dia terus menggerojokkan air ke dalam kubangan. Setiap kali menumpahkan airnya, setiap kali itu pula kami lihat genangan air mengatasi tanggul kecil kami. Kami yang membuat tanggul berulangkali menyuruhnya menghentikan pekerjaan itu. Kata-kata kami sangat keras, namun sambil tertawa. Dia pun tidak berhenti dan semakin bersemangat memenuhi kubangan lumpur itu dengan air.
Memang, kami sama sekali tidak bermaksud menyuruh teman kami itu menghentikan pekerjaannya, tetapi kami dongkol melihat hasil pekerjaan kami kurang sempurna dan dapat dirusak oleh dorongan lumpur. Barangkali tidak seperti itu, tetapi kami menikmati bagaimana air lumpur dalam kubangan itu menggeripisi puncak tanggul kecil kami. Karena, kami kadang menggunakan gundukan pasir kering untuk membuat tanggul dan kami memandangnya dengan terpukau melihat pasir kering berwarna coklat terang itu perlahan-lahan basah dan berubah menjadi coklat tua kemudian benar-benar hitam. Keterpukauan itu bercampur kesenangan ketika tanggul kecil kami bocor dan terlihat air menerobosnya keluar, kemudian kami dibuat sibuk untuk mencari jalan keluar bagaimana caranya agar air tidak banyak keluar dan kubangan kami masih penuh dengan air.
Sungguh sangat menyenangkan membuat kubangan dan bermain dengan lumpur, apalagi di musim hujan. Teman yang biasa menggerojokkan air ke dalam kubangan akan pensiun dan bergabung bersama membuat tanggul kecil. Hujan membantu kami menciptakan kubangan berisi air dan kami tinggal menjadikannya berisi lumpur dan membuat tanggul kecil tambahan di sekelilingnya. Kami bersekutu untuk bermain dengan alam. Air hujan yang memenuhi kubangan dan rerintiknya yang merapuhkan tanggul kecil kami, seperti tantangan menggairahkan dan memacu kami untuk terus memperkuat danmenguatkan tanggul kecil kami; setelah dewasa kami tahu pekerjaan itu sia-sia karena alam terlalu besar bagi kami yang masih kanak-kanak.
Kami lanjutkan permainan itu dengan sepak bola setelah bosan bermain dengan lumpur dalam kubangan. Sekali lagi, sangat menyenangkan bermain dengan lumpur. Pakaian kami sudah dibasahi lumpur semua, tetapi terasa geli melihat teman yang marah-marah karena dia menggiring bola kemudian dijungkurkan ke lumpur. Dia akan mencipratkan lumpur ke musuhnya dengan cara menendang lumpur, kemudian sepak bola terhenti sebentar sebab kedua kelompok membantu temannya.
Kadangkala kami membuat kubangan lumpur di sawah. Karena itu, tidak jarang kami mendengar caci maki pemilik sawah. Dan, kami adalah anak-anak lumpur yang merasa senang bila dimarah-marahi. Kami menjawab amarah itu dengan tertawa terbahak-bahak secara bersamaan dan lari menjauh ketika pemilik sawah itu semakin marah karena merasa kami permainkan. Kadangkala kami tidak lari, tetapi meninggalkan tempat secara perlahan-lahan sambil mengatakan bahwa yang memulai perbuatan itu dan harus bertanggungjawab adalah si anu dan si anu. Semua saling tuduh dan tidak ada satu nama yang muncul sebagai tertuduh yang sebenarnya. Akibatnya, pemilik sawah tidak menemukan siapa yang harus dihukum karena kami mengaku paling benar. Untunglah dia tidak mengerti kalau kami semua sebenarnya bersalah dan tidak mau bertanggungjawab saja. Kami pun pergi meninggalkan pemilik sawah itu terbengong-bengong tanpa bisa berbuat apa-apa.
Peristiwa tidak terlupakan adalah ketika kami membuat kubangan di dekat liang semut merah. Seperti biasa, salah seorang mencari air dan kami mulai bekerja menjejakkan kaki di tanah. Kami tidak tahu bila dalam lingkaran yang kami gariskan terdapat lubang semut. Seekor dan dua ekor semut keluar dan menggigit, namun segera kami pencet dan mati.
“Ada lubang semut dalam kubangan, mungkin?!” dugaan salah seorang dari kami setelah berkali-kali kami membunuhi semut-semut kecil itu.
“Tidak ada!” jawab yang lain sekenanya.
“Kamu sudah memeriksanya?” tanya teman yang menduga tadi.
“Sudah!”
Tentu saja kami tidak membenarkan atau menyalahkan salah satu dari mereka. Perdebatan tentang ada dan tiadanya lubang semut hanya memicu perdebatan yang tidak berakhir. Kenyataannya, kami harus berkali-kali menepuk atau menggaruk bagian tubuh yang sakit dan gatal kemudian terlihat bintik-bintik merah. Tetapi, semua itu tidak mengganggu kesenangan kami.
Kubangan dan tanggul kecil sudah selesai. Kami tidak menambahkan air ke dalamnya atau membuat lumpur lagi. Kami mengatur badan untuk menyaksikan semut-semut kecil itu berusaha menyelamatkan diri dari genangan air. Kaki kecil mereka mengayuh sia-sia di atas lumpur untuk mencari daratan yang dapat dipijak dan memberikan kesempatan usia lebih panjang bagi mereka. Salah seorang dari kami memusarkan air dalam kubangan dan puluhan semut timbul-tenggelam. Barangkali mereka menjerit-jerit minta tolong dan kami tidak menghiraukannya, sebab perhatian kami tercurah pada bagaimana agar tanggul kecil kubangan itu tidak bocor. Kami menambah ketinggian dan ketebalan tanggul kecil. Lumpur dalam kubangan berpusaran lagi, seperti mengeluarkan gumpalan hitam keruh bercampur bintik-bintik merah kecoklatan tubuh semut-semut; kami percaya kalau semut tidak mempunyai darah dan kami adalah anak-anak yang tidak perlu alasan panjang lebar untuk percaya terhadap sesuatu, bahkan bila perlu kami menutup telinga dari pendapat orang lain agar kepercayaan kami tidak goyah.
Kami lupa bagaimana mengakhiri peristiwa itu. Di kemudian hari kami mengenangnya dengan tertawa dan senang. Kami mengulang kejadian-kejadian lucu paling rinci dan terlupakan yang membuat kami semakin terpingkal-pingkal.
Tiba-tiba kami berhenti tertawa ketika salah seorang dari kami mengatakan, “Bagaimana bila semut-semut itu bersatu dan hanya mengeroyok salah seorang di antara kita?”
“Siapa yang dikeroyok?”
“Siapa saja. Karena, kita semua bersalah.”
Kami tidak perlu merisaukan siapa yang harus dikeroyok oleh semut-semut itu. Pertanyaan tentang siapa sejak dulu tidak perlu kami jawab, sebab kami adalah anak-anak yang takut dan tidak mau bertanggungjawab. Kami cukup saling tuduh dan hal itu pasti akan selesai dengan sendirinya tanpa menyeleseikan persoalan. Salah seorang dari kami mulai bercerita tentang anak-anak lumpur seperti kami yang salah seorang dari mereka dikeroyok oleh kawanan semut. Dan benar, cerita itu menghentikan perdebatan tentang siapa tertuduh bersalah di antara kami.
Salah seorang dari anak-anak lumpur itu dikeroyok oleh semut-semut yang sengaja mereka siram dengan lumpur bercampur minyak tanah. Tubuhnya bengkak dengan bentol-bentol merah. Bahkan, berdarah-darah sebab jumlah semut itu ratusan hingga ribuan. Teman-temannya yang lain mungkin membantunya, tapi mereka tentu tidak sanggup menelisik sekujur tubuhnya untuk mencari semut yang sembunyi. Setidaknya, mereka tentu kewalahan menghadapi kawanan semut itu. Dia tidak dapat ditolong lagi dan harus dibawa ke dokter. Orang tuanya marah besar mendapati anaknya seorang yang harus mengalami akibat dari perbuatan teman-temannya. Teman-temannya yang lain pun menjadi sasaran dampratannya. Hal itu masih beruntung, karena nasib teman mereka yang dikeroyok semut itu lebih parah. Penderitaannya tidak sekadar sampai di rumah sakit. Ada dua puluh ekor lebih semut masuk ke telinganya dan menggigit bagian dalamnya. Dia mengerang-erang kesakitan sambil memegangi telinganya. Dokter sudah berusaha dengan membiusnya, namun semut dalam telinga itu masuk lebih dalam dan merusakkan bagian tubuhnya hingga anak itu tidak tertolong lagi.
Cerita itu membuat kami menjadi tidak mungkin melupakan kenangan tentang lumpur, sebab bagaimana pun kami adalah anak-anaknya.***
Surabaya, Agustus 2006
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 02 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar