Jumat, 02 Juli 2010

ANAK-ANAK LUMPUR

Haris del Hakim
http://www.sastra-indonesia.com/

Kami hampir seperti anak-anak lain yang tinggal di kawasan pedesaan. Lumpur bagi kami adalah sahabat paling menyenangkan.

Pada saat kami melihat kubangan air di tanah kering, bekas orang-orang memandikan sapi atau sepeda, kami berebutan untuk mendahului sampai di tempat itu. Yang pertama kali sampai akan mengangkangkan kaki sebagai bukti bahwa dialah penguasa kubangan berlumpur itu dan yang lain akan berebut untuk menggantikan kedudukannya. Kami saling dorong. Jatuh secara bergantian. Teman yang curang tidak mau berdiri setelah jatuh. Dia duduk di kubangan dan melempar-lemparkan lumpur ke arah yang lain, sehingga tidak ada seorang pun yang berpakaian bersih lagi.

Akan tetapi, permainan itu tidak semenyenangkan bila dibandingkan membuat kubangan sendiri. Memperebutkan kubangan menjadikan kami saling bermusuhan satu sama lain, bahkan permusuhan itu berlarut-larut hingga berbulan-bulan dan kami harus kehilangan dua teman akrab gara-gara berebut kubangan. Sementara itu, membuat kubangan sendiri menjadikan kami saling bahu membahu untuk mempertahankan agar kubangan terus berisi air yang bercampur tanah dan berubah menjadi lumpur.

Mula-mula kami membuat garis pembatas berbentuk lingkaran. Salah seorang mengambil air untuk membasahi tanah yang kami rencanakan sebagai kubangan dan yang lain berebutan menginjak-injak tanah basah itu agar segera menjadi lumpur. Kaki kecil kami beradu cepat menjejak tanah, tangan kami saling memegang pundak teman yang lain agar tidak jatuh, dan bibir kami tidak pernah lepas dari sunggingan senyum bahagia. Senyuman kami berubah menjadi sorak kegirangan bila merasakan grojokan air di kaki kami dan kami pun mempercepat gerak kaki. Begitu terus menerus hingga tanah yang semula kering itu pun berubah jadi lumpur.

Kemudian salah seorang dari kami memberikan aba-aba untuk membuat tanggul kecil di sekitar kubangan. Kami segera menghentikan pekerjaan menjejak tanah dan bahu-membahu membuat tanggul kecil. Kubangan yang kami buat ukurannya sangat luas sehingga tidak sebentar membuat tanggul kecil. Hanya anak yang mengambil air tidak mau membantu kami. Dia terus menggerojokkan air ke dalam kubangan. Setiap kali menumpahkan airnya, setiap kali itu pula kami lihat genangan air mengatasi tanggul kecil kami. Kami yang membuat tanggul berulangkali menyuruhnya menghentikan pekerjaan itu. Kata-kata kami sangat keras, namun sambil tertawa. Dia pun tidak berhenti dan semakin bersemangat memenuhi kubangan lumpur itu dengan air.

Memang, kami sama sekali tidak bermaksud menyuruh teman kami itu menghentikan pekerjaannya, tetapi kami dongkol melihat hasil pekerjaan kami kurang sempurna dan dapat dirusak oleh dorongan lumpur. Barangkali tidak seperti itu, tetapi kami menikmati bagaimana air lumpur dalam kubangan itu menggeripisi puncak tanggul kecil kami. Karena, kami kadang menggunakan gundukan pasir kering untuk membuat tanggul dan kami memandangnya dengan terpukau melihat pasir kering berwarna coklat terang itu perlahan-lahan basah dan berubah menjadi coklat tua kemudian benar-benar hitam. Keterpukauan itu bercampur kesenangan ketika tanggul kecil kami bocor dan terlihat air menerobosnya keluar, kemudian kami dibuat sibuk untuk mencari jalan keluar bagaimana caranya agar air tidak banyak keluar dan kubangan kami masih penuh dengan air.

Sungguh sangat menyenangkan membuat kubangan dan bermain dengan lumpur, apalagi di musim hujan. Teman yang biasa menggerojokkan air ke dalam kubangan akan pensiun dan bergabung bersama membuat tanggul kecil. Hujan membantu kami menciptakan kubangan berisi air dan kami tinggal menjadikannya berisi lumpur dan membuat tanggul kecil tambahan di sekelilingnya. Kami bersekutu untuk bermain dengan alam. Air hujan yang memenuhi kubangan dan rerintiknya yang merapuhkan tanggul kecil kami, seperti tantangan menggairahkan dan memacu kami untuk terus memperkuat danmenguatkan tanggul kecil kami; setelah dewasa kami tahu pekerjaan itu sia-sia karena alam terlalu besar bagi kami yang masih kanak-kanak.

Kami lanjutkan permainan itu dengan sepak bola setelah bosan bermain dengan lumpur dalam kubangan. Sekali lagi, sangat menyenangkan bermain dengan lumpur. Pakaian kami sudah dibasahi lumpur semua, tetapi terasa geli melihat teman yang marah-marah karena dia menggiring bola kemudian dijungkurkan ke lumpur. Dia akan mencipratkan lumpur ke musuhnya dengan cara menendang lumpur, kemudian sepak bola terhenti sebentar sebab kedua kelompok membantu temannya.

Kadangkala kami membuat kubangan lumpur di sawah. Karena itu, tidak jarang kami mendengar caci maki pemilik sawah. Dan, kami adalah anak-anak lumpur yang merasa senang bila dimarah-marahi. Kami menjawab amarah itu dengan tertawa terbahak-bahak secara bersamaan dan lari menjauh ketika pemilik sawah itu semakin marah karena merasa kami permainkan. Kadangkala kami tidak lari, tetapi meninggalkan tempat secara perlahan-lahan sambil mengatakan bahwa yang memulai perbuatan itu dan harus bertanggungjawab adalah si anu dan si anu. Semua saling tuduh dan tidak ada satu nama yang muncul sebagai tertuduh yang sebenarnya. Akibatnya, pemilik sawah tidak menemukan siapa yang harus dihukum karena kami mengaku paling benar. Untunglah dia tidak mengerti kalau kami semua sebenarnya bersalah dan tidak mau bertanggungjawab saja. Kami pun pergi meninggalkan pemilik sawah itu terbengong-bengong tanpa bisa berbuat apa-apa.

Peristiwa tidak terlupakan adalah ketika kami membuat kubangan di dekat liang semut merah. Seperti biasa, salah seorang mencari air dan kami mulai bekerja menjejakkan kaki di tanah. Kami tidak tahu bila dalam lingkaran yang kami gariskan terdapat lubang semut. Seekor dan dua ekor semut keluar dan menggigit, namun segera kami pencet dan mati.
“Ada lubang semut dalam kubangan, mungkin?!” dugaan salah seorang dari kami setelah berkali-kali kami membunuhi semut-semut kecil itu.
“Tidak ada!” jawab yang lain sekenanya.
“Kamu sudah memeriksanya?” tanya teman yang menduga tadi.
“Sudah!”

Tentu saja kami tidak membenarkan atau menyalahkan salah satu dari mereka. Perdebatan tentang ada dan tiadanya lubang semut hanya memicu perdebatan yang tidak berakhir. Kenyataannya, kami harus berkali-kali menepuk atau menggaruk bagian tubuh yang sakit dan gatal kemudian terlihat bintik-bintik merah. Tetapi, semua itu tidak mengganggu kesenangan kami.

Kubangan dan tanggul kecil sudah selesai. Kami tidak menambahkan air ke dalamnya atau membuat lumpur lagi. Kami mengatur badan untuk menyaksikan semut-semut kecil itu berusaha menyelamatkan diri dari genangan air. Kaki kecil mereka mengayuh sia-sia di atas lumpur untuk mencari daratan yang dapat dipijak dan memberikan kesempatan usia lebih panjang bagi mereka. Salah seorang dari kami memusarkan air dalam kubangan dan puluhan semut timbul-tenggelam. Barangkali mereka menjerit-jerit minta tolong dan kami tidak menghiraukannya, sebab perhatian kami tercurah pada bagaimana agar tanggul kecil kubangan itu tidak bocor. Kami menambah ketinggian dan ketebalan tanggul kecil. Lumpur dalam kubangan berpusaran lagi, seperti mengeluarkan gumpalan hitam keruh bercampur bintik-bintik merah kecoklatan tubuh semut-semut; kami percaya kalau semut tidak mempunyai darah dan kami adalah anak-anak yang tidak perlu alasan panjang lebar untuk percaya terhadap sesuatu, bahkan bila perlu kami menutup telinga dari pendapat orang lain agar kepercayaan kami tidak goyah.

Kami lupa bagaimana mengakhiri peristiwa itu. Di kemudian hari kami mengenangnya dengan tertawa dan senang. Kami mengulang kejadian-kejadian lucu paling rinci dan terlupakan yang membuat kami semakin terpingkal-pingkal.

Tiba-tiba kami berhenti tertawa ketika salah seorang dari kami mengatakan, “Bagaimana bila semut-semut itu bersatu dan hanya mengeroyok salah seorang di antara kita?”

“Siapa yang dikeroyok?”
“Siapa saja. Karena, kita semua bersalah.”
Kami tidak perlu merisaukan siapa yang harus dikeroyok oleh semut-semut itu. Pertanyaan tentang siapa sejak dulu tidak perlu kami jawab, sebab kami adalah anak-anak yang takut dan tidak mau bertanggungjawab. Kami cukup saling tuduh dan hal itu pasti akan selesai dengan sendirinya tanpa menyeleseikan persoalan. Salah seorang dari kami mulai bercerita tentang anak-anak lumpur seperti kami yang salah seorang dari mereka dikeroyok oleh kawanan semut. Dan benar, cerita itu menghentikan perdebatan tentang siapa tertuduh bersalah di antara kami.

Salah seorang dari anak-anak lumpur itu dikeroyok oleh semut-semut yang sengaja mereka siram dengan lumpur bercampur minyak tanah. Tubuhnya bengkak dengan bentol-bentol merah. Bahkan, berdarah-darah sebab jumlah semut itu ratusan hingga ribuan. Teman-temannya yang lain mungkin membantunya, tapi mereka tentu tidak sanggup menelisik sekujur tubuhnya untuk mencari semut yang sembunyi. Setidaknya, mereka tentu kewalahan menghadapi kawanan semut itu. Dia tidak dapat ditolong lagi dan harus dibawa ke dokter. Orang tuanya marah besar mendapati anaknya seorang yang harus mengalami akibat dari perbuatan teman-temannya. Teman-temannya yang lain pun menjadi sasaran dampratannya. Hal itu masih beruntung, karena nasib teman mereka yang dikeroyok semut itu lebih parah. Penderitaannya tidak sekadar sampai di rumah sakit. Ada dua puluh ekor lebih semut masuk ke telinganya dan menggigit bagian dalamnya. Dia mengerang-erang kesakitan sambil memegangi telinganya. Dokter sudah berusaha dengan membiusnya, namun semut dalam telinga itu masuk lebih dalam dan merusakkan bagian tubuhnya hingga anak itu tidak tertolong lagi.

Cerita itu membuat kami menjadi tidak mungkin melupakan kenangan tentang lumpur, sebab bagaimana pun kami adalah anak-anaknya.***

Surabaya, Agustus 2006

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae