Kamis, 24 Juni 2010

Sebuah Kota, Sajak, dan Pembangunan*

Y. Wibowo
http://kebunlada.blogspot.com/

ISBEDY stiawan Z.S. menuliskan artikel fantastis sekaligus miris dalam momentum Hari Ulang Tahun ke-322 Kota Bandar Lampung, 17 Juni 2004, berjudul “Kota tanpa Ruang Kontemplatif” (Lampung Post, 19 Juni 2004). Menurut penulis, dalam merefleksikan “kenangan yang berjalan”, Bang Isbedy melihat Kota Bandar Lampung adalah sebuah sajak yang terdedah karena alam dan didedahkan sistem dan kebijakan. Namun, dari sisi wajah arsitektur yang dinamik dan problematik belum terungkap.

Memang hal ini bisa saja terjadi dan dialami setiap insan atau warga yang tinggal dalam satu komunitas/masyarakat di mana pun ia berhuni. Terlebih ungkapan-ungkapan perasaan akan kenangan dalam kurun waktu dan tempat tertentu, yang sekaligus dapat mengingatkan dan menghapus jejak ingatan kita.

Dapat diamati bagaimana dinamika kota dipengaruhi perkembangan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya. Artinya, perkembangan masyarakat terungkap dalam perkembangan kota. Dinamika ini terjadi secara alamiah karena masyarakat selalu memiliki kecenderungan mengekspresikan kehidupan melalui perkembangannya. Dalam skala mikro, misalnya, keluarga sebagai rumah tangga selalu ingin memperbaiki dan mengembangkan rumah sesuai dengan kemampuannya, terutama jika memiliki rumah sendiri. Dalam realitasnya, hal ini sedikit berbeda seandainya rumah yang ditempati keluarga itu bukan milik sendiri.

Masalah itu muncul karena perasaan akan identitas tempatnya telah berkurang. Aspek itu juga perlu diperhatikan dalam skala makro; jika rasa memiliki di suatu kawasan tidak dipunyai masyarakat setempat, maka perasaan akan identitas terhadap suatu tempat menjadi sedikit. Sehingga, dorongan untuk mengembangkan kawasan yang baik sesuai dengan perkembangan masyarakat pun menjadi tidak cukup besar.

Perubahan wajah Kota Bandar Lampung cenderung meningkat dalam beberapa dekade. Ini sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut selalu adanya penyesuaian bagi setiap sektor yang akan menunjang perkembangan tersebut. Berbagai kemajuan diraih, baik dalam sektor formal maupun informal. Begitu pula fasilitas umum, terus dibenahi dengan menambah fasilitas.

Berdasarkan catatan sejarah, Kota Bandar Lampung dapat diilustrasikan secara keseluruhan tidak bersifat statis karena memiliki hubungan erat dengan kehidupan pelakunya yang dilaksanakan dalam dimensi waktu. Dari dimensi waktu, dinamika perkembangan kota ini pada prinsipnya baik dan alamiah karena perkembangan itu merupakan ekspresi perkembangan masyarakat.

Menyatunya Kota Tanjungkarang dan Telukbetung adalah konsekwensi logis dari tiga cara dasar di dalam kota. Markus Zahnd (Perancangan Kota Secara Terpadu. Kanisius-Soegriyapranata University Press, 1999) menyebutkan ada tiga istilah teknis, yaitu, pertama, perkembangan horizontal atau perkembangan yang mengarah ke luar. Artinya, daerah bertambah, sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan terbangun (coverage) tetap sama. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pinggir kota, di mana lahan masih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota (di mana banyak keramaian).

Kedua, perkembangan vertikal atau perkembangan yang mengarah ke atas. Dalam hal ini, daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun tetap sama, sedangkan ketinggian bangunan bertambah. Cara ini sering terjadi di pusat kota, di mana harga lahan mahal dan di pusat-pusat perdagangan.

Ketiga, perkembangan interstisial atau perkembangan yang dilangsungkan ke dalam. Dalam hal ini, daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota, di mana antara pusat dan daerah pinggiran yang kawasannya dibatasi dan hanya dapat dipadatkan.

Memang perkembangan sebagaimana dijelaskan di atas tidak hanya terjadi satu per satu, melainkan bersamaan. Dewasa ini dengan dinamika yang sangat cepat, implikasi kualitas perkembangannya sering kurang baik. Sebab, Kota Bandar Lampung membutuhkan manusia yang bertindak.

Keterlibatan itu (harus) terjadi dalam dua skala atau prespektif: “dari atas” dan “bawah”. Skala “dari atas” memperhatikan aktivitas ekonomis-politis (sistem keuangan, sistem kekuasaan/kebijakan, dsb.) yang bersifat agak abstrak. Sedangkan skala “dari bawah” berfokus secara konkret pada perilaku manusia (kegiatan, perbuatan, dsb.). Jadi, tak heran jika Winston Churchill mengatakan, “Manusia akan membentuk kota, kemudian kota akan membentuk manusia”.

Perlu diingat bahwa kota merupakan hasil suatu karya seni sosial. Oleh sebab itu, menilik kenyataan Kota Bandar Lampung dengan adanya perbedaan kultur, agama, etnis, geografis, iklim, teknologi, ideologi, dan lain-lain, seharusnya wajah perkotaan tidak perlu persamaan, tentunya dengan adanya land mark kota. Namun, dalam perkembangannya–yang hampir tidak dapat dihindari kota-kota di Indonesia–adalah terjadinya penyeragaman pembangunan. Jelas sekali gejala penyeragaman wajah kota dengan bentuk-bentuk jiplakan, duplikasi, triplikasi, bahkan multiplikasi harus diantisipasi sedini mungkin, agar tidak terjadi keseragaman wajah kota yang pada akhirnya menimbulkan kemonotononan fasade kota.

Keseragaman wajah kota mengakibatkan tidak adanya identitas kota yang menjadi ciri khas dan kemudian akan disusul dengan menghilangnya kultur-kultur asli karena pergeseran nilai-nilai dengan apa yang disebut modernisme. Dampak yang paling serius adalah terjadinya kejenuhan dalam sikap masyarakat kota yang akhirnya akan berdampak ke masalah urbanisasi (seperti PKL yang menghiasi wajah kota) yang saat ini masih menjadi polemik untuk menentukan jalan keluarnya. Sedangkan penyeragaman di sisi lain, warga kota lazimnya bahasa kekuasaan yang diterapkan bagitu saja pada masyarakat yang kendati mayoritas, sekadar menjadi masyarakat pinggiran (objek).

Para arsitek dan perencana kota tidak boleh menyerah pada nasib dan membela diri. “Kita sekadar merancang dan merencana, tetapi keputusan akhir ditentukan penentu kebijakan, penguasa, dan pengusaha,” demikian pernah dinyatakan Prof. Eko Budihardjo. Kita juga tidak boleh terjebak pada isme-isme yang melanda dan berasal dari negara adidaya, dalam menentukan arah perencanaan dan pengembangan kota.
***

Kota harus membuat betah dam mensejahterakan penduduknya, nyaman dihuni dan enak untuk dilihat. Ibarat sajak yang menyentuh dawai-dawai emosi dengan segala ungkapan-ungkapan cerminan suara hati yang dimanifestasikan dalam bentuk desain. Dapat dibayangkan, Kota Bandar Lampung yang kaya dengan sumber ilham kesenian tradisional yang apabila dapat diwujudkan dengan memadukan unsur seni dan sajak ke dalam proses perancangan dan perencanaan arsitektur.

Karena sebuah kota adalah panggung kenangan, cerminan sejarah dari masyarakatnya secara visual. Antara city dan citizen terdapat keterkaitan yang sangat dekat, saling menjalin, saling memengaruhi. Keunikan perilaku warga kota, kekhasan adapt istiadat, beragam lokasi geografis dan iklimnya dan variasi seni rupa yang diciptakan, semuanya berkontribusi terhadap penampilan dan citra kota.

Tak kenal maka tak sayang. Pepatah tersebut ternyata berlaku dalam rasa memiliki. Sebesar apa anda mengenal anatomi kota tempat anda tinggal. Makin dalam menyelami seluk beluk kota, akan memperdalam perasaan cinta dan memiliki atas kota serta Anda akan merasa bagiannya dari kehidupan seluruh masyarakatnya, dan bukan sekadar tempat tinggal dan me-nguber kebutuhan ekonomi. Lontaran Bang Isbedy tentang kebutuhan “ruang kontemplatif” muncul dalam gagasan membangun “jiwa warga kota” yang ingin terlibat dan melihat pertunjukan berbagai rumpun kesenian nampaknya perlu direspons positif. Sebab kota tanpa tanpa “jiwa” apalah artinya?!
***

Perubahan paradigma pembangunan dapat kita telusuri dari pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang merupakan konsep dasar otonomi daerah. Saat ini paradigma pembangunan berubah–walaupun kebiasaan lama kadang kala masih dijalankan–dari sistem yang represif sentralistik dan bersifat top down menuju pembangunan yang menekankan partisipasi aktif masyarakat menentukan kebijakan pembangunan.

Untuk menentukan arah pembangunan Kota Bandar Lampung, hal ini erat berkait dengan visi pembangunan kota. Sedangkan untuk mencapai tujuannya, diperlukan ketersediaan software maupun hardware yang relatif memadai untuk dikembangkan. Tidaklah perlu perdebatan konsep otonomi daerah karena di sana jelas termaktub bagaimana pembangunan mesti melibatkan partisipasi warga kota. Lalu mengapa masih ada ungkapan; mana cita-cita kita semua dulu yang komit dan ikrarkan bersama untuk menjadikan kota ini sebuah “kota dalam taman”, mana rasa memiliki dan rasa cinta kita terhadap kota ini yang selama ini kita dengung-dengungkan? (Nurdin Muhayat, mantan Wali Kota Bandar Lampung periode 1986–1995, Lampung Post, 17 Juni 2004).

Pemikiran di atas mendorong kita mengkaji ulang relevansi berbagai teori pembangunan (ekonomi modern) dan pembangunan yang cenderung praktis-pragmatis bagi kelangsungan hidup manusia yang nyaman, damai dan tenteram. Berbagai teori ekonomi dan pembangunan yang selama ini kita kenal, lebih mendorong manusia hidup serakah dengan menguras habis sumber daya. Tujuan strategisnya hanya satu, yaitu agar manusia dalam tempo singkat bisa menikmati segala fasilitas hidup. Hal ini sering mendorong seseorang tidak lagi peduli pada situasi selanjutnya.

Sehingga, peran serta masyarakat secara aktif dalam menentukan penataan kawasan kota juga merupakan partisipasi dan wadah bersosialisasi, sebagai kontribusi atas tanggung jawab jejak sejarah dan kelestarian Kota Bandar Lampung yang menyimpan potensi besar pada sektor wisata budaya dan berbagai sektor lainnya. Pada akhirnya, Bandar Lampung dapat menjadi kawasan yang partisipatif serta dapat diakses bagi semua, selamat, dan tetaplah menggeliat kotaku!

*) Penyair, tinggal di Lampung/ Lampung Post,22 Juni 2004.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae