Kamis, 24 Juni 2010

Menafsir Mimpi Generasi Terkini

Judul : Orde Mimpi
Penulis : R Giryadi
Penerbit : Dewan Kesenian Jawa Timur-Bayumedia
Tebal : 236 halaman
Cetakan : Cetakan I, November 2009
Peresensi : Risang Anom Pujayanto
http://www.surabayapost.co.id/

Apakah yang tersisa dalam akhir pementasan drama?

Aristoteles pernah meniscayakan efek yang ditinggalkan pementasan teater laiknya adanya reaksi kimiawi diri—katharsis, penyucian diri—bagi seluruh ekologi di sekeliling pementasan sandiwara. Piranti lain mengatakan adanya stimuli tinggi neurosis yang sanggup merusak jaringan otak apabila gagasan, apresiasi dan kritik, pasca memaknai lakon yang dipentaskan, tidak tersalurkan atau dikomunikasikan dengan baik dalam arena diskusi lisan maupun dalam bentuk tulisan. Sementara dalam jagad intertekstualitas, akhir pementasan teater dimaknai sebagai bukan akhir sebuah proses, melainkan justru merupakan babak awal pementasan teater baru.

Secara garis besar ketiga fitur yang tertera di atas telah merepresentasikan turunan gambar ideal dalam akhir suatu pementasan teater. Namun itu bukan berarti output pementasan lakon hanya terangkum dalam ruang tiga paparan sederhana itu saja, karena masih banyak spesifikasi pencapaian-pencapaian parsial dan personal yang bisa pembaca tafsirkan sendiri ketika menyaksikan langsung pementasan drama. Seperti diketahui bahwa banyak sekali akrobatik pemahaman atau keajaiban-keajaiban yang tak terduga dihasilkan dari sebuah intensitas.

Khusus persoalan intertekstualitas, dramawan Rakhmat Giryadi dalam kumpulan naskah dramanya; Orde Mimpi mengamini adanya interteks dengan membeberkan naskah ’Retorika Lelaki Senja’. Di mana dalam kata pengantar ’Retorika Lelaki Senja’ yang bertitle ’Korupsi yang Berurat dan Berakar’, R Giryadi mengakui secara terang-terangan telah mengadopsi partikel-partikel yang ada dalam naskah karya (alm) Arifin C Noer. Dalam kerangka ini, upaya pengadaptasian bisa dimanfaatkan sebagai strategi mereproduksi pertunjukkan teater dalam format baru.

Opini yang ada di naskah ini disitir dari beberapa naskah karya Arifin C Noer (alm) mantan pimpinan Teater Kecil Jakarta. Naskah itu seperti Tengul, Sumur Tanpa Dasar, dan Kapai-Kapai. (hal 33)

Dalam logika kalkulasi matematis, kemudahan daya serap dari teks-teks lain; seperti novel, cerpen, dan puisi, selazimnya berimplikasi pada jumlah naskah dan kuantitas pementasan. Bahkan jika jumlah tersebut diakumulasikan dengan pementasan drama yang benar-benar berasal dari teks drama murni seperti karya Putu Wijaya, WS Rendra, Danarto, Arifin C Noer, Remy Silado, Akhudiat, N Riantiarno dan sebagainya, maka tidak dipungkiri aktor yang tersebar di seluruh komunitas teater se-Indonesia sekali pun bakal kesulitan memerankan total seluruh karya yang (diandai-andaikan) ada itu.

Kita bisa mengadaptasi puisi, cerpen, dan novelet yang dimuat di media massa, koran, tabloid, dan majalah. Kalau hal itu bisa kita lakukan, berarti setiap minggu kita bisa mendapatkan naskah teater, karena setiap minggu terbit cerpen dan puisi di koran-koran, bukan? (hal 191)

Uniknya dewasa ini yang terjadi justru sebaliknya. Artinya, naskah drama yang digadang-gadang memiliki progres potensi percepatan perkembangan yang pesat justru jatuh kembang-kempis, menjelma sawah tak tergarap yang diabaikan oleh tuannya, hingga mendekati sinyal-sinyal kelangkaan. Sehingga ketika kondisi mendesak membutuhkan pementasan lakon sandiwara, yang sering terjadi biasanya justru pengulangan-pengulangan lakon lawas yang didaur ulang. Dan dalam situasional seperti itu biasanya pembelaan diri yang paling rasional yang sekaligus aman dijadikan senjata pamungkas yakni mengeksploitasi dalih-dalih dan argumentasi, serta berpura-pura mengobservasi tentang relevansi keberadaan teks lama dengan zaman sekarang. Kesannya memang mengada-ada, tapi ajaibnya semua bisa dibuat percaya. Logis sekali. Tapi bisa disebut sindikalisasi kebohongan yang benar-benar telah terkonsep sangat rapi.

Problem keringnya naskah drama memang tidak bisa dibebankan pada satu elemen, misalnya pada bahu kreator seni peran saja. Pasalnya, banyak faktor yang membuat penulisan naskah drama kurang populer. Kendati masalahnya begitu kompleks, peran sentral tetap berada di pundak dramawan. Karena itu diperlukan kesadaran mandiri dari kalangan dramawan itu sendiri. Dan R Giryadi yang melihat minimnya perhatian kalangan dramawan akan naskah drama mencoba memberi secercah pencerahan dengan menghadirkan satu buku yang berisi tujuh naskah drama yang terangkum dalam satu judul besar: Orde Mimpi.

Tujuh naskah tersebut disusun ke dalam tiga subbab: Monolog (3 naskah), Dialog (3 naskah) dan Epilog (1 naskah). Ketujuh naskah tersebut yakni, ’Biografi Kursi Tua’ (2001), ’Monolog Peperangan’ (2000), ’Retorika Lelaki Senja’ (2005), ’Orde Mimpi’ (1994), ’Orang-Orang Bawah Tanah’ (1994), ’Terompet Senjakala’(2003), dan ’Hikayat Perlawanan Sakiyem: Nyai Ontosoroh’(2007).

Masing-masing naskah drama dalam Orde Mimpi disertai kata pengantar dari penulis (R Giryadi). Kata pengantar yang menyeritakan tentang tema, sinopsis dan ilustrasi setting tersebut dimaksudkan sebagai sarana mempermudah pemahaman pembacaan. Tidak hanya itu, terdapat pula kesederhanaan retorika dan adanya seruan-seruan kecil di sana. Dari kesederhanaan retorika dan adanya seruan-seruan kecil dalam kata pengantar itulah disinyalir bahwa Orde Mimpi ini memiliki pretensi tersendiri.

Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa tendensi seorang seniman jangan serta-merta disetarakan pada image buruk kepentingan kaum politisi. Sebab, tidak ada sedikit pun upaya kepentingan diri sendiri di sini. Dan apa yang dikerjakan R Giryadi dalam Orde Mimpi adalah wujud keprihatinan terhadap sepinya apresiasi teater saja. Oleh karena itu, melalui kumpulan naskah drama Orde Mimpi, R Giryadi hendak membuat jembatan penghubung dengan generasi penerus. Terlebih saat ini, dalam kancah teater nusantara, sangat booming ungkapan umum bahwa sedang terjadi keterputusan generasi. Keinginan dan daya kritis untuk mengangkat wacana generasi seperti ini dipaparkan secara apik dalam monolog ’Biografi kursi Tua’ atau dialog ’Orde Mimpi’. Atau, secara vulgar pesan penuh pretensi itu dapat diamati pada lima panel di cover belakang, dari ”Kata siapa… bermain teater itu sulit” hingga ”Sekarang… Mulailah…!!!”

Bagi generasi muda yang mulai tekun bergiat di dunia teater, Orde Mimpi adalah kawah candradimuka. Di mana generasi muda yang berminat akan diceburkan di kawah candradimuka dan R Giryadi melemparkan segala jenis teknik teater beserta segala kemungkinan yang bisa dieksplor. Sehingga ketika selesai menyeburkan diri atau membaca Orde Mimpi, kemampuan yang mumpuni diharapkan selalu menyertai, bisa melebur dan menyatu dalam melahirkan regenerasi yang sesuai harapan. Tidak instan. Bukan pula hasil rekayasa genetika.

Kembali ke pernyataan awal: apakah yang tersisa dalam akhir pementasan drama? Ketiga komponen yang disebut sebelumnya; katarsis, diskusi dan pementasan selanjutnya, sejatinya berada dalam tataran yang rentan terlupakan. Bukan bermaksud meremehkan brankas penyimpanan otak, namun ditinjau dari segi mental manusia, manusia memang membutuhkan pemantik untuk mengingatkan kembali atau mengembalikan memori suatu peristiwa yang pernah terjadi. Pemantik itu bisa berupa peristiwa maupun benda yang pernah merangkumnya.

Harus diakui manusia tetap makhluk lemah yang membutuhkan sarana dalam menjalani hidup. Termasuk dalam perkembangannya tidak hanya persoalan primer hidup saja, tetapi manusia juga menciptakan sesuatu untuk keperluan-keperluan instrumental lain seperti membantu pengoptimalan kinerja penyimpanan otak. Karena itu dalam konteks pementasan drama, pementasan yang rawan terlupa, maka pendokumentasian naskah-naskah yang telah dipentaskan seharusnya wajib disimpan sebagai upaya pengabadian seluruh atmosfer yang sebelumnya bersifat sementara.

Singkatnya, bagi generasi yang kebetulan tidak dipilih oleh takdir untuk menikmati pementasan sandiwara secara langsung, dengan adanya pembekuan pementasan drama dengan format formal, salah satunya dalam bentuk tulisan, maka setidaknya pembaca bisa memaknai secara imajinatif apa yang terjadi kala itu. Atau bisa dijadikan rujukan pementasan ulang karya-karya yang masih dianggap relevan dengan zaman. Demi mengembalikan efek-efek katarsis, perdebatan intelektual, dan dampak positif lainnya. Karena itu, pantaslah apabila Orde Mimpi disemati predikat sebagai kawah candradimuka yang senantiasa merindukan kehadiran serta menghasilkan para penggiat drama secara berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae