Jumat, 19 Maret 2010

Perempuan Politik

Syarif Hidayatullah
http://www.sinarharapan.co.id/

Inilah kesedihanku, saat meja makan begitu lengang dan kosong. Seperti sebuah piring tanpa lauk dan nasi, seperti hatiku pula yang kini mulai ditumbuhi rumput-rumput sunyi dan gelisah yang semakin lama semakin meninggi.
Aku tak pernah melarang istriku untuk terjun dalam partai P untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di kota D. Benar-benar tak begitu masalah bagiku, selagi itu bermuara pada hal positif, dan baik bagi dirinya, aku bahkan mendukungnya, meski sebetulnya setengah hati saja.
Rasa takutku selalu saja menghantui, tentu saja aku berpikir tentang anakku yang masih berumur enam belas tahun dan yang paling kecil baru lima tahun. Anak-anakku pasti lebih membutuhkan sosok ibu di rumah ini, terutama bontotku, Rasya. Bila ia aktif di partai, lantas siapa yang mengurus mereka?
Seperti kali ini, untung saja anakku Jannah sudah bisa memasak, meski itu hanya telur goreng atau mi rebus. Aku tanya pada Jannah saat pulang kerja menjelang magrib tadi. Ia menjawab seperti biasa.
“Ibu belum pulang, dia masih ada acara di tempat yatim piatu, katanya mengadakan santunan. Entahlah.”
Aku tangkap nada kekecewaan dalam setiap kata-kata yang keluar dari anak tertuaku itu. Kasihan betul ia, ia harus merawat Rasya yang masih suka kencing sembarangan. Hal ini bukanlah hal mudah bagi Jannah, terutama karena Rasya cenggengnya bukan main.
Apa yang harus aku lakukan? Sempat dulu aku melarang istriku untuk ikut masuk partai, aku sebutkan alasannya sedetail mungkin tentang anak-anak kami yang kelak terbengkalai. Tapi ia malah balik menyerangku dengan kata-kata tajam menusuk telinga dan hatiku, ia berkata seperti sedang menghadapi musuh politiknya ketimbang aku sebagai suaminya, ia bilang aku tak menghargai kemajuan wanita, tak suka melihat istrinya maju, tak bangga memiliki istri yang menjadi politisi dan entah kata apalagi yang ia ucapkan. Aku sungguh muak mendengarkannya.
Bila tak ada Mpok Asiah, mungkin rumah ini sudah berantakan, kotor dan pakaian kotor yang menggunung. Mpok Asiah, pembantu kami itu hanya bekerja pada pagi hari, menyapu halaman dan rumah, mengepel lantainya serta mencuci pakaian kami. Selanjutnya, istrikulah yang mengerjakannya. Ia menjadi koki yang sangat hebat dengan makanan yang ia sajikan yang selalu begitu lezat. Tapi tidak kali ini, bahkan di meja ini terasa sunyi sekali.
***

Aku kesal dengan suamiku, mengapa ia tak menghargai perjuanganku untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif? Apakah salahku? Apakah ia sengaja menghalang-halangiku karena ia merasa kedigdayaannya sebagai lelaki di rumah ini mulai goyah?
Ah, di mana-mana lelaki tetap sama. Ingin berkuasa, ingin menang sendiri dan tentu selalu ingin di atas bahkan untuk sesuatu yang kami lakukan di atas kasur. Perempuanlah yang selalu menjadi boneka, dimainkan ke kiri dan ke kanan tanpa memedulikan perasaan boneka itu.
Tetapi kini, aku bukanlah boneka lugumu Mas, aku bukan boneka lugu yang saat malam pertama kau cumbu dan dilumat olehmu tanpa berkata apa pun meski sakit terasa menggigit tubuh. Aku bukan boneka lagi, bukan boneka perempuan-perempuan yang kalah oleh kenyataan pahitnya.
***

Aku menunggu istiriku, Karti. Karti dulu terasa berbeda dengan sekarang. Karti dulu begitu lugu dan sangat penurut sekali atas semua kemauanku. Aku begitu senang bila Karti seperti itu. Tetapi kini? Ah, haruskah aku menyesali keputusanku yang membiarkan Karti masuk partai?
Sudah pukul delapan malam Karti belum juga datang. Aku berniat menunggunya sampai ia pulang. Aku ingin bicara dengannya. Mungkin aku tak bisa melarangnya untuk tidak masuk partai, tapi mungkin aku bisa memintanya untuk lebih memperhatikan keluarganya. Terutama kedua anakku. Mudah-mudahan ia seperti kata-katanya yang kukutip pada kain rentang di pinggir jalan yang dihias dengan foto cantiknya: MENDENGAR, MELAKSANAKAN DAN BERTANGGUNG JAWAB.
Mudah-mudahan saja.
***

Aku baru saja pulang. Kulihat suamiku berada di ruang tamu. Aku berlalu begitu saja darinya, tapi kemudian ia memanggilku. Aku lelah Mas, kukatakan itu padanya kuharap ia mengeti kata-kataku, memahami keadaanku.
Tapi Masku memaksaku untuk mendengarkanku, bahkan aku disebut sebagai istri yang membangkang. Aku kesal dengan kata-katanya, kelelahanku yang menggrogoti tubuhku akhirnya kubiarkan untuk pembicaraan sumpah serapah seisi kebun binatang sana.
Masku, malah memukulku dan berkata aku tak tahu diri. Aku menangis sejadi-jadinya dan kemudian berlari menuju kamar. Aku kunci pintunya dan kemudian aku membenamkan tangisku pada bantal. Aku benar-benar merasa seperti boneka yang tak dihargai, boneka yang terpenjara di dalam jeruji besi.
***

Aku marah besar ketika istriku bahkan tak mau mendengarkanku, ia malah menyebutku anjing!
Aku duduk di sofa rumah dan mulai memikirkan tentang Karti, inikah istriku? Aku seperti tak mengenal Karti. Ini bukan Karti, benar-benar bukan Kartiku! Kartiku dulu tidak lain seorang gadis desa yang kemayu dan sangat patuh pada suami. Tetapi mengapa ia berubah demikian cepatnya?
Aku menyesali pukulan yang kuhempaskan ke mukanya. Ini pukulan pertamaku selama pernikahanku yang menginjak delapan belas tahun. Pukulan pertama yang membuatnya menangis dan terisak begitu dahsyat, bahkan aku dapat mendengarnya dari kejauhan. Aku tak tega, tapi aku ingin memberikan pelajaran yang berarti baginya. Setidaknya, ia harus tetap menghormatiku posisiku sebagai seorang suami. Aku tak ingin menjadi suami yang dilangkahi harga dirinya. Bila ini terjadi, hanya tinggal menunggu waktu saja hancurnya rumah tangga ini.
Jannah kemudian datang dan menanyakan apa yang terjadi, tapi aku memeluknya dengan erat. Aku benar-benar tidak tega kepada anakku. Aku benar-benar kasihan pada mereka yang mungkin kini mulai kehilangan sosok ibu. Aku pun mulai mengutuk kata-kata pada kain rentang dengan foto cantik wajah Karti.
Aku muak! Aku benci!
***

Pagi harinya aku tak menyapa Masku, bahkan aku tak memasak apa pun untuk rumah ini. Aku mengurung diriku pagi itu dan kemudian berangkat untuk menghadiri sosialisasi partai di kampung B.
Kesibukan seperti inilah yang dapat menghapus masalah keluarga. Aku berusaha melupakan kedua anakku untuk sementara, juga pada suamiku yang kini kuusir dari ranjangku.
***

Aku kesal dengan tingkah laku istriku, aku semalam tidur di sofa. Aku benar-benar berang, aku tak sudi lagi tidur seranjang dengannya.
Tapi kini ia bahkan tak memasak seperti biasa untuk sarapan kami. Aku kemudian memasak mi rebus. Rasya kuraih dan kusuapi sendiri. Sebentar lagi aku akan berangkat ke kantor dan barangkali aku akan menitipkan Rasya pada tetangga sebelah. Sahabatku, sahabat Karti pula. Namanya Arini.
Arini maklum saat aku menitipkan Rasya, bahkan ia begitu senang menyambut anakku itu, Arini memang tidak mempunyai anak dan telah menjanda begitu lama. Menurut kabar, suaminya meninggalkan Arini karena Arini mandul.
Pada Arini pula kadang aku mengungkapkan keluh kesahku perihal Karti, ia terkejut saat mendengar ceritaku tentang pertengkaran kami semalam dan Arini siap membantuku bila aku membutuhkan bantuannya. Aku menyambut gembira kemauannya itu.
Benar saja, pulang dari kantor pada malam harinya, aku lihat Arini masih berada di rumahku sambil mengajari Rasya membaca dan mengobrol-ngobrol dengan Jannah di ruang tamu. Aku tenang melihat kejadian itu, aku pun tersenyum dan bergabung dengan mereka yang telah menyambutku.
***

Saat aku pulang, kedua anakku telah tidur pulas dan kulihat Arini baru saja pamit dari rumah kami karena aku berpapasan dengannya di jalan.
Masku memuji Arini yang cekatan menjaga anak-anak kami dan mulai memojokkanku dengan kata-katanya yang menyayat hati. Harusnya kau seperti Arini, ujar suamiku.
Amarahku mulai terbakar, tapi aku tak keluarkan karena aku takut kembali ditampar. Tetapi semakin lama kata-kata Masku semakin menyakitkan, semakin tak menghargaiku sebagai seorang istriku yang dulu merawat Jannah susah payah, melahirkan Rasya dengan mempertaruhkan nyawa.
Suamiku berbicara tentang Arini tanpa memedulikan perjuanganku selama ini. Hatiku begitu sakit mendengarkannya dan bahkan aku mulai tidak tahan. Ceraikan saja aku Mas! Tiba-tiba kata-kata itu begitu saja keluar dari mulutku dan disambut oleh Masku dengan tak kalah amarahnya.
Ia tampak begitu emosi dan aku pun tak kalah sengitnya. Aku sudah muak dan sudah tidak betah di rumah ini.
***

Aku terperanjat kaget mendengar kata-kata istriku semalam yang memintaku cerai. Arini yang mendengarkan ceritaku pun tak kalah kagetnya. Tapi sejujurnya aku pun sudah tidak memiliki harapan lagi kepada Karti untuk berubah. Ia mulai keras kepala dan tidak menghargaiku lagi sebagai suami.
Keputusan bercerai aku pikir adalah hal yang terbaik. Aku mulai mempersiapkan semuanya, meski Arini sempat melarangku melakukan hal ini. Tidak baik buat anak-anakmu, ini akan mengguncang perasaan mereka, ujar Arini padaku.
Aku sudah tidak peduli. Amarahku telah membulat. Bila amarahku api, maka api itu akan membakar apa pun yang berusaha menghalanginya.
***

Pada Johan, penasihat kader partai aku katakan retaknya rumah tanggaku dan aku ingin bercerai. Johan sempat melarangku untuk bercerai, karena itu akan memperburuk keadaan, terlebih lagi soal pemilih. Itu hanya akan merusak reputasiku. Keluarga itu bisa jadi sorotan masyarakat, bila kamu diceraikan oleh suamimu mereka akan menganggapmu tidak becus mengurus keluarga. Untuk mengurus keluarga saja tidak bisa, apalagi mengurus daerah. Masyarakat akan berpikir seperti itu. Bagaimana mereka akan memilihmu?
Benar juga apa yang dikatakan Pak Johan kepadaku. Tapi keputusanku untuk meminta cerai dari suamiku telah meruncing. Aku tidak ingin mentalku, perasaanku digigiti oleh kata-kata suamiku yang selalu mengiris-iris bagai pisau itu.
Melihatku keras kepala. Pak Johan hanya menggeleng-gelengkan kepala, tapi kemudian Pak Johan memberikan solusi lain kepadaku, ia membisikiku dan aku tersenyum karena ide Pak Johan begitu tepat dan cukup licik sebetulnya. Tetapi aku tetap menyetujuinya karena aku bukan lagi boneka.
***

Saat pengadilan dimulai, ada rasa bersalah menghinggapiku. Aku pikir ini bukan yang terbaik, apalagi saat kedua anakku kutinggalkan di rumah. Aku lihat mata gelisah mereka. Ah, mereka tak akan memiliki ibu lagi. Aku ingin memperbaiki rumah tangga ini.
Tapi aku keget saat di pengadilan. Sambil menangis Karti bercerita soal pemukulan yang diterimanya. Bahkan ia mulai menunjukkan lebam tangan kanannya. Entah oleh siapa dan karena apa. Tetapi ia menyebut namaku, akulah yang melakukannya. Lebih kaget lagi, ia sebut-sebut Arini sebagai kekasih gelapku. Orang-orang yang hadir di pengadilan menjadi begitu simpati pada Karti. Aku berteriak bohong dengan lantangnya, tetapi pembantuku yang hadir sebagai saksi saat itu mengatakan bahwa aku telah melakukannya. Entah Mpok Asiah dibayar berapa untuk membenarkan kebohongan itu.
Akhirnya perceraian itu tak terhindarkan. Aku lihat senyum licik yang tak pernah kulihat pada senyum-senyum Karti dulu. Aku pun pulang. Entah apa yang harus kukatakan kelak pada kedua anakku.
Sesampainya di rumah, aku tak mendapati apa-apa selain rumput-rumput sunyi yang semakin banyak memenuhi rumah ini.***

wismasastra, 2009

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae