Syarif Hidayatullah
http://www.sinarharapan.co.id/
Inilah kesedihanku, saat meja makan begitu lengang dan kosong. Seperti sebuah piring tanpa lauk dan nasi, seperti hatiku pula yang kini mulai ditumbuhi rumput-rumput sunyi dan gelisah yang semakin lama semakin meninggi.
Aku tak pernah melarang istriku untuk terjun dalam partai P untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di kota D. Benar-benar tak begitu masalah bagiku, selagi itu bermuara pada hal positif, dan baik bagi dirinya, aku bahkan mendukungnya, meski sebetulnya setengah hati saja.
Rasa takutku selalu saja menghantui, tentu saja aku berpikir tentang anakku yang masih berumur enam belas tahun dan yang paling kecil baru lima tahun. Anak-anakku pasti lebih membutuhkan sosok ibu di rumah ini, terutama bontotku, Rasya. Bila ia aktif di partai, lantas siapa yang mengurus mereka?
Seperti kali ini, untung saja anakku Jannah sudah bisa memasak, meski itu hanya telur goreng atau mi rebus. Aku tanya pada Jannah saat pulang kerja menjelang magrib tadi. Ia menjawab seperti biasa.
“Ibu belum pulang, dia masih ada acara di tempat yatim piatu, katanya mengadakan santunan. Entahlah.”
Aku tangkap nada kekecewaan dalam setiap kata-kata yang keluar dari anak tertuaku itu. Kasihan betul ia, ia harus merawat Rasya yang masih suka kencing sembarangan. Hal ini bukanlah hal mudah bagi Jannah, terutama karena Rasya cenggengnya bukan main.
Apa yang harus aku lakukan? Sempat dulu aku melarang istriku untuk ikut masuk partai, aku sebutkan alasannya sedetail mungkin tentang anak-anak kami yang kelak terbengkalai. Tapi ia malah balik menyerangku dengan kata-kata tajam menusuk telinga dan hatiku, ia berkata seperti sedang menghadapi musuh politiknya ketimbang aku sebagai suaminya, ia bilang aku tak menghargai kemajuan wanita, tak suka melihat istrinya maju, tak bangga memiliki istri yang menjadi politisi dan entah kata apalagi yang ia ucapkan. Aku sungguh muak mendengarkannya.
Bila tak ada Mpok Asiah, mungkin rumah ini sudah berantakan, kotor dan pakaian kotor yang menggunung. Mpok Asiah, pembantu kami itu hanya bekerja pada pagi hari, menyapu halaman dan rumah, mengepel lantainya serta mencuci pakaian kami. Selanjutnya, istrikulah yang mengerjakannya. Ia menjadi koki yang sangat hebat dengan makanan yang ia sajikan yang selalu begitu lezat. Tapi tidak kali ini, bahkan di meja ini terasa sunyi sekali.
***
Aku kesal dengan suamiku, mengapa ia tak menghargai perjuanganku untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif? Apakah salahku? Apakah ia sengaja menghalang-halangiku karena ia merasa kedigdayaannya sebagai lelaki di rumah ini mulai goyah?
Ah, di mana-mana lelaki tetap sama. Ingin berkuasa, ingin menang sendiri dan tentu selalu ingin di atas bahkan untuk sesuatu yang kami lakukan di atas kasur. Perempuanlah yang selalu menjadi boneka, dimainkan ke kiri dan ke kanan tanpa memedulikan perasaan boneka itu.
Tetapi kini, aku bukanlah boneka lugumu Mas, aku bukan boneka lugu yang saat malam pertama kau cumbu dan dilumat olehmu tanpa berkata apa pun meski sakit terasa menggigit tubuh. Aku bukan boneka lagi, bukan boneka perempuan-perempuan yang kalah oleh kenyataan pahitnya.
***
Aku menunggu istiriku, Karti. Karti dulu terasa berbeda dengan sekarang. Karti dulu begitu lugu dan sangat penurut sekali atas semua kemauanku. Aku begitu senang bila Karti seperti itu. Tetapi kini? Ah, haruskah aku menyesali keputusanku yang membiarkan Karti masuk partai?
Sudah pukul delapan malam Karti belum juga datang. Aku berniat menunggunya sampai ia pulang. Aku ingin bicara dengannya. Mungkin aku tak bisa melarangnya untuk tidak masuk partai, tapi mungkin aku bisa memintanya untuk lebih memperhatikan keluarganya. Terutama kedua anakku. Mudah-mudahan ia seperti kata-katanya yang kukutip pada kain rentang di pinggir jalan yang dihias dengan foto cantiknya: MENDENGAR, MELAKSANAKAN DAN BERTANGGUNG JAWAB.
Mudah-mudahan saja.
***
Aku baru saja pulang. Kulihat suamiku berada di ruang tamu. Aku berlalu begitu saja darinya, tapi kemudian ia memanggilku. Aku lelah Mas, kukatakan itu padanya kuharap ia mengeti kata-kataku, memahami keadaanku.
Tapi Masku memaksaku untuk mendengarkanku, bahkan aku disebut sebagai istri yang membangkang. Aku kesal dengan kata-katanya, kelelahanku yang menggrogoti tubuhku akhirnya kubiarkan untuk pembicaraan sumpah serapah seisi kebun binatang sana.
Masku, malah memukulku dan berkata aku tak tahu diri. Aku menangis sejadi-jadinya dan kemudian berlari menuju kamar. Aku kunci pintunya dan kemudian aku membenamkan tangisku pada bantal. Aku benar-benar merasa seperti boneka yang tak dihargai, boneka yang terpenjara di dalam jeruji besi.
***
Aku marah besar ketika istriku bahkan tak mau mendengarkanku, ia malah menyebutku anjing!
Aku duduk di sofa rumah dan mulai memikirkan tentang Karti, inikah istriku? Aku seperti tak mengenal Karti. Ini bukan Karti, benar-benar bukan Kartiku! Kartiku dulu tidak lain seorang gadis desa yang kemayu dan sangat patuh pada suami. Tetapi mengapa ia berubah demikian cepatnya?
Aku menyesali pukulan yang kuhempaskan ke mukanya. Ini pukulan pertamaku selama pernikahanku yang menginjak delapan belas tahun. Pukulan pertama yang membuatnya menangis dan terisak begitu dahsyat, bahkan aku dapat mendengarnya dari kejauhan. Aku tak tega, tapi aku ingin memberikan pelajaran yang berarti baginya. Setidaknya, ia harus tetap menghormatiku posisiku sebagai seorang suami. Aku tak ingin menjadi suami yang dilangkahi harga dirinya. Bila ini terjadi, hanya tinggal menunggu waktu saja hancurnya rumah tangga ini.
Jannah kemudian datang dan menanyakan apa yang terjadi, tapi aku memeluknya dengan erat. Aku benar-benar tidak tega kepada anakku. Aku benar-benar kasihan pada mereka yang mungkin kini mulai kehilangan sosok ibu. Aku pun mulai mengutuk kata-kata pada kain rentang dengan foto cantik wajah Karti.
Aku muak! Aku benci!
***
Pagi harinya aku tak menyapa Masku, bahkan aku tak memasak apa pun untuk rumah ini. Aku mengurung diriku pagi itu dan kemudian berangkat untuk menghadiri sosialisasi partai di kampung B.
Kesibukan seperti inilah yang dapat menghapus masalah keluarga. Aku berusaha melupakan kedua anakku untuk sementara, juga pada suamiku yang kini kuusir dari ranjangku.
***
Aku kesal dengan tingkah laku istriku, aku semalam tidur di sofa. Aku benar-benar berang, aku tak sudi lagi tidur seranjang dengannya.
Tapi kini ia bahkan tak memasak seperti biasa untuk sarapan kami. Aku kemudian memasak mi rebus. Rasya kuraih dan kusuapi sendiri. Sebentar lagi aku akan berangkat ke kantor dan barangkali aku akan menitipkan Rasya pada tetangga sebelah. Sahabatku, sahabat Karti pula. Namanya Arini.
Arini maklum saat aku menitipkan Rasya, bahkan ia begitu senang menyambut anakku itu, Arini memang tidak mempunyai anak dan telah menjanda begitu lama. Menurut kabar, suaminya meninggalkan Arini karena Arini mandul.
Pada Arini pula kadang aku mengungkapkan keluh kesahku perihal Karti, ia terkejut saat mendengar ceritaku tentang pertengkaran kami semalam dan Arini siap membantuku bila aku membutuhkan bantuannya. Aku menyambut gembira kemauannya itu.
Benar saja, pulang dari kantor pada malam harinya, aku lihat Arini masih berada di rumahku sambil mengajari Rasya membaca dan mengobrol-ngobrol dengan Jannah di ruang tamu. Aku tenang melihat kejadian itu, aku pun tersenyum dan bergabung dengan mereka yang telah menyambutku.
***
Saat aku pulang, kedua anakku telah tidur pulas dan kulihat Arini baru saja pamit dari rumah kami karena aku berpapasan dengannya di jalan.
Masku memuji Arini yang cekatan menjaga anak-anak kami dan mulai memojokkanku dengan kata-katanya yang menyayat hati. Harusnya kau seperti Arini, ujar suamiku.
Amarahku mulai terbakar, tapi aku tak keluarkan karena aku takut kembali ditampar. Tetapi semakin lama kata-kata Masku semakin menyakitkan, semakin tak menghargaiku sebagai seorang istriku yang dulu merawat Jannah susah payah, melahirkan Rasya dengan mempertaruhkan nyawa.
Suamiku berbicara tentang Arini tanpa memedulikan perjuanganku selama ini. Hatiku begitu sakit mendengarkannya dan bahkan aku mulai tidak tahan. Ceraikan saja aku Mas! Tiba-tiba kata-kata itu begitu saja keluar dari mulutku dan disambut oleh Masku dengan tak kalah amarahnya.
Ia tampak begitu emosi dan aku pun tak kalah sengitnya. Aku sudah muak dan sudah tidak betah di rumah ini.
***
Aku terperanjat kaget mendengar kata-kata istriku semalam yang memintaku cerai. Arini yang mendengarkan ceritaku pun tak kalah kagetnya. Tapi sejujurnya aku pun sudah tidak memiliki harapan lagi kepada Karti untuk berubah. Ia mulai keras kepala dan tidak menghargaiku lagi sebagai suami.
Keputusan bercerai aku pikir adalah hal yang terbaik. Aku mulai mempersiapkan semuanya, meski Arini sempat melarangku melakukan hal ini. Tidak baik buat anak-anakmu, ini akan mengguncang perasaan mereka, ujar Arini padaku.
Aku sudah tidak peduli. Amarahku telah membulat. Bila amarahku api, maka api itu akan membakar apa pun yang berusaha menghalanginya.
***
Pada Johan, penasihat kader partai aku katakan retaknya rumah tanggaku dan aku ingin bercerai. Johan sempat melarangku untuk bercerai, karena itu akan memperburuk keadaan, terlebih lagi soal pemilih. Itu hanya akan merusak reputasiku. Keluarga itu bisa jadi sorotan masyarakat, bila kamu diceraikan oleh suamimu mereka akan menganggapmu tidak becus mengurus keluarga. Untuk mengurus keluarga saja tidak bisa, apalagi mengurus daerah. Masyarakat akan berpikir seperti itu. Bagaimana mereka akan memilihmu?
Benar juga apa yang dikatakan Pak Johan kepadaku. Tapi keputusanku untuk meminta cerai dari suamiku telah meruncing. Aku tidak ingin mentalku, perasaanku digigiti oleh kata-kata suamiku yang selalu mengiris-iris bagai pisau itu.
Melihatku keras kepala. Pak Johan hanya menggeleng-gelengkan kepala, tapi kemudian Pak Johan memberikan solusi lain kepadaku, ia membisikiku dan aku tersenyum karena ide Pak Johan begitu tepat dan cukup licik sebetulnya. Tetapi aku tetap menyetujuinya karena aku bukan lagi boneka.
***
Saat pengadilan dimulai, ada rasa bersalah menghinggapiku. Aku pikir ini bukan yang terbaik, apalagi saat kedua anakku kutinggalkan di rumah. Aku lihat mata gelisah mereka. Ah, mereka tak akan memiliki ibu lagi. Aku ingin memperbaiki rumah tangga ini.
Tapi aku keget saat di pengadilan. Sambil menangis Karti bercerita soal pemukulan yang diterimanya. Bahkan ia mulai menunjukkan lebam tangan kanannya. Entah oleh siapa dan karena apa. Tetapi ia menyebut namaku, akulah yang melakukannya. Lebih kaget lagi, ia sebut-sebut Arini sebagai kekasih gelapku. Orang-orang yang hadir di pengadilan menjadi begitu simpati pada Karti. Aku berteriak bohong dengan lantangnya, tetapi pembantuku yang hadir sebagai saksi saat itu mengatakan bahwa aku telah melakukannya. Entah Mpok Asiah dibayar berapa untuk membenarkan kebohongan itu.
Akhirnya perceraian itu tak terhindarkan. Aku lihat senyum licik yang tak pernah kulihat pada senyum-senyum Karti dulu. Aku pun pulang. Entah apa yang harus kukatakan kelak pada kedua anakku.
Sesampainya di rumah, aku tak mendapati apa-apa selain rumput-rumput sunyi yang semakin banyak memenuhi rumah ini.***
wismasastra, 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 19 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar