Sabtu, 28 Maret 2009

Jurnalistik Sastra, Jurnalisme Hati Nurani

Hastho Suprapto
http://www.balipost.co.id/

Pandangan I Nyoman Suaka tentang jurnalistik sastra (Bali Post, 22/2) cenderung menyimpulkan bahwa pers bisa berperan menurunkan ketegangan situasi jika menerapkan konsep berita bergaya sastra. Begitu dekat Suaka membawa jurnalistik yang dipertentangkannya kepada kondisi tertentu padahal variabelnya belum pasti saling menunjang. Tergantung dari sebab akibatnya, kapan jurnalistik itu berperan sebagai stabilisator. Agaknya, kesimpulan Suaka ini merupakan hipotesa yang salah.

DALAM teknologi komunikasi modern kini, berita-berita saling berpacu merebut kesempatan pertama dengan bahasanya yang singkat, padat, berisi dan memukau. Berita iklan pun kini jadi saingan pers karena bahasa iklan yang lebih menukik, menusuk-nusuk.

Kini ada jurnalistik baru yang disebut "jurnalisme hati nurani" yang dicetuskan dalam buku karya Bill Kovach, ketua Committee of Concerned Journalist -- lembaga kewartawanan yang peduli kepada publik di Amerika Serikat. Ada sembilan elemen jurnalisme menurut Kovach yakni (1) kebenaran, (2) loyalitas, (3) disiplin verifikasi, (4) independensi, (5) pemantau kekuasaan, (6) forum publik, (7) menarik dan relevan, (8) komperenhensif dan proposional, dan (9) wartawan harus mengikuti hati nurani. Jurnalisme inikah yang disebut jurnalistik sastra karena ada sentuhannya kepada hati nurani? Karya Bill Kovach ini nampaknya juga sejalan dengan 10 pedoman penulisan berita yang dianjurkan oleh PWI pusat. Baik 9 elemen Bill Kovach ataupun 10 pedoman PWI tujuannya adalah tertatanya berita untuk menciptakan kondisi yang aman bagi publik atas berita-berita yang beredar. Bukan mengubah kondisi yang ada.

Nampaknya Suaka terlambat menulis dan keburu waktu membuat kesimpulan. Gek Ary Suharsani lantas muncul dan mengoreksi Suaka (Bali Post, 29/2). Sampai tulisan kedua turun, Suaka (Bali Post, 7/3) hanya merevisi bagian tulisannya yang perlu diperjelas. Tak ada yang baru. Sebaiknya Suaka berdiri di tempat yang aman dan membiarkan jurnalistik itu berjalan apa adanya sejajar dengan hak jurnalistik sastra yang jadi dambaan Suaka.

Sesungguhnya jurnalistik sastra itu muncul karena adanya akibat. Akibat kerusuhan, misalnya. Ada korban-korban. Ada provokator. Yang pertama mengungkap tabir kerusuhan itu antara lain memang jurnalistik. Yang menangkap provokatornya polisi. Yang meneruskan ceritanya adalah jurnalistik sastra yang mampu mengetuk hati para dermawan untuk menyumbangkan jutaan uangnya bagi para korban kerusuhan.

Suaka dan Suharsani ternyata hanya mendiskusikan dalil-dalil 5W + 1H, bukan kepada persoalan pokok dari tulisan Suaka. Suharsani yang punya pengalaman mengikuti work shop jurnalistik sastra -- meski pandangannya luas -- juga tak bergeser dari persoalan sebenarnya. Substansi persoalan adalah, apakah jurnalistik sastra itu bisa mengubah keadaan, situasi dan kondisi yang berkembang? Karena persoalan itu berkait dengan sastra sebagai topik pemberitaan, persoalannya menjadi lain yang membuat pembaca ingin tahu apa sebenarnya yang disebut berita itu, apa sastra, apa sastra-berita, apa jurnalistik sastra, dan seterusnya.

Sekali Terjadi

Dari buku "Scholastic Journalism" (The IOWA State University Press) disebutkan, berita memiliki momentum yang sekali terjadi. Akurasinya terikat waktu saat berita itu meletus. Lewat satu menit saja, jika ada berita sama beredar, momentumnya sudah hilang. Yang tersisa hanyalah action, tindakan-tindakan, rumor, dan sebagainya. Jurnalistik hanya menyodorkan 5 W + 1H yang perlu ditelusuri pihak lain. Jika ada situasi berkembang akibat berita, itu sudah di luar jangkauan jurnalistik.

Prof. A Reiching (ahli bahasa) menyatakan berita sebagai instrumen bahasa adalah perbuatan instrumental yang koperatif yang mengajak manusia untuk berbagai rasa. Berita menempatkan manusia pada kedudukan yang sama dan tanggung jawab yang sama pula. Jika ada berita seseorang hanya diam, tak berintegrasi, peran dan tanggung jawabnya rendah. Jadi berita memang mendorong seseorang mengambil peran dan tanggung jawab.

Lalu, apakah sastra? Dari buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, penjelasan mengenai sastra malahan tidak menarik. Statis dan beku. Saya teringat ketika masih SMA di Surabaya puluhan tahun lampau. Bahasa Indonesia diajar oleh guru Iwan Simatupang, sastrawan eksistensialis yang masa itu dikenal sebagai pemberontak bahasa sastra yang beku. Pak Iwan mengatakan sastra lahir dari hati nurani manusia yang mengalami gejolak batin yang hebat. Ketidakmampuannya menghadapi kekerasan dan kezaliman, manusia melawannya dengan logika, kebenaran dan hati nurani. Dalam kegalauan yang campur aduk itu, sastra tidak menyuruh lawannya untuk menyerah tapi menghimpun kekuatan manusia menghadapi dunianya sendiri dan dunia di luar dirinya.

Albert Camus ("The Major Works of A.Camus") menyatakan sastra adalah ketegangan absurditas yang terus bergolak sampai manusia mencapai kesadaran puncak dengan pikiran terkontrol, penahanan diri terhadap tekanan-tekanan apapun, baik politis, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Absurditas adalah kegilaan untuk mencapai kreativitas yang tinggi. Berkarya terus sampai manusia itu menemukan nilai-nilai yang terbaik dalam dirinya yakni hati nurani. Dengan meramu pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa jurnalistik sastra adalah jurnalistik yang sangat menghargai kedudukan manusia, menghargai waktu, berbagai rasa dengan orang lain, mendorong peran dan tanggung jawab yang sama. Mendorong manusia untuk mencapai kesadaran yang tinggi, yakni hati nurani.

Beban Berat

Begitu berat beban yang harus diemban jika jurnalistik sastra itu diproyeksikan kepada kenyataan yang sebenarnya terjadi di Indonesia yang segalanya serba semu, paradoksal. Seorang yang penampilannya semula meyakinkan untuk dianggap sebagai pemimpin bangsa ternyata kenyataannya tidak begitu. Supremasi hukum selalu disuruh-suruh tegakkan tapi kejahatan korupsi dibolehkan jalan. Ada kredo hukum yang sangat terkenal berbunyi "lebih baik membebaskan orang bersalah daripada menghukum orang yang benar". Kedengarannya seperti kredo yang dilematis, lebih baik mengambil langkah ini daripada yang itu. Jurnalistik hampir tak punya sisa menyoroti kenyataan itu, tapi jika yang disoroti tetap tebal muka, jurnalistik mau apa?

Sesungguhnya jurnalistik sastra itu muncul ketika ada musuh besar yang harus dihadapi yakni musuh ras diskriminasi dan perbudakan di Amerika, Afrika. Lalu merembet ke Eropa, Timur Tengah, India, dll. Pengarang-pengarang besar dunia sampai perlu turun jadi wartawan perang (!) mencegah meluasnya bencana moral tersebut. Ada nama-nama besar seperti Albert Camus, Loei Fisser, sampai Arthur Koestler. Tetapi keganasan dunia toh tetap terjadi. Kenyataan itukah yang barangkali jadi ganjalan Suaka yang mengeluhkan jurnalistik kita kurang mengambil peran mewadahi menghadapi gejolak situasi yang terus berkembang? Barangkali bukan hanya Suaka yang patut mengeluh, semua pembaca koran yang nuraninya bergetar tak pernah berhenti batinnya tersiksa.

Penggerak jurnalistik sastra di Indonesia terbilang hitungan jari. Hanya ada nama-nama Gunawan Muhamad, M Sobari, Bur Rasuanto, hingga Arswendo. Itupun sebagian sudah bergeser ke dunia film, suatu media yang dianggapnya lebih banyak bisa menggali hati nurani manusia? Jika ada 1% saja dari seluruh pembaca koran memahami pentingnya jurnalistik sastra, sudah untung. Selebihnya adalah para pembaca yang bingung tak pernah mengerti apa sebenarnya yang terjadi di Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae