Jumat, 27 Maret 2009

PASAR SEBAGAI RUMAH KEPENYAIRAN

Damhuri Muhammad*
http://www.padangekspres.co.id

Sepintas lalu mungkin sukar memetakan hubungan antara puisi dan pasar. Sebab, pasar yang dimaksud di sini tidak dalam artian tempat puisi bisa diperjualbelikan—seperti toko buku, peristiwa-peristiwa pameran, bazar-bazar dan sejenisnya—melainkan pasar yang sesungguhnya, tempat para pedagang meneriakkan nama dan harga barang dagangan masing-masing, berikut dengan segala bujuk-rayu dan taktik-taktik jitu, agar lekas dihampiri pembeli. Setipis apapun kemungkinan hubungan itu, tapi sejarah kesusasteraan Arab telah mengungkapkan fakta perihal hubungan yang berkelit-kelindan antara puisi dan pasar. Dan, tak hanya berhenti sampai di situ, para pengkaji sastra Arab klasik bahkan nyaris berketegasan bahwa tanpa pasar, apresiasi puisi di kurun “jahiliyah” itu tiada bakal menyala-nyala sebagaimana adanya.

Peristiwa itu berlangsung pada abad ke-5 M, persisnya ketika pasar ‘Ukaz menjadi ajang perlombaan baca sajak hasil karya para penyair masa itu. Pelbagai genre sajak berhamburan dalam keriuhan pasar itu, mulai dari ghazzal (rayuan untuk perempuan), madh (pujian-pujian untuk petinggi suku yang memenangkan perang antar kabilah) hingga sajak-sajak rasya’ (ratapan untuk pahlawan yang gugur di medan tempur). Di pasar itu pula kompetisi terjadi, dan sajak-sajak yang terpilih sebagai pemenang akan beroleh imbalan yang tak tanggung-tanggung; ditulis dengan tinta emas, dibingkai, lalu dipajang di dinding Ka’bah. Penghargaan bergengsi yang diidam-idamkan oleh semua penyair. Himpunan sajak-sajak terseleksi itulah yang dalam catatan sejarah kelak dikenal dengan muhazzabat (yang ditulis dengan tinta emas) dan muallaqat (yang digantung di dinding Ka’bah).

Thomas Patrick Hughes, dalam Dictionary of Islam (1895) mencatat tujuh nama penyair Arab terkemuka yang lahir dari tradisi muhazzabat dan muallaqat ini, antara lain: Zuhair, Trafah, Imrul Qays, Amru ibn Kulsum, al-Haris, Antarah dan Labid. Di antara ketujuh penyair itu, yang paling berpengaruh dalam khazanah sastra Arab adalah Imrul Qays (wafat tahun 550 M), sebagaimana diakui oleh al-Ashma’i dalam bukunya al-Fuhul asy-Syuara’ (1971). Menurutnya, Imrul Qays adalah pionir bagi para penyair “jahiliyah” lainnya. Ibnu Qutaibah dalam asy-Syi’ir wa asy-Syu’ara (1969) mencatat, di masa selanjutnya, bahkan tokoh penting, Umar bin Khattab pernah memuji kepiawaian penyair ini. Khalifah kedua setelah Abu Bakar Siddieq itu bilang, Imrul Qays adalah pencipta mata air puisi bagi para penyair di zamannya.

Ketersohoran Imrul Qays sukar dilepaskan sajak-sajak ghazzal-nya yang dianggap tabu dan vulgar oleh kaum Quraish masa itu. Aku menyukai orang hamil dan menyusui/bukan anak gadis yang perawan dan ranum/tiada kupedulikan perut dan anak yang merengek di pangkuannya/tatkala tubuhnya terperangkap di tubuhku, begitu salah satu versi terjemahan puisi “lendir” Imrul Qays. Ibnu Qutaibah juga meriwayatkan, akibat imaji ketubuhan yang diusungnya dalam sajak, Imrul Qays terusir dari rumah hingga akhir hayatnya. Penyair itu menjadi “bohemian” tulen, hidup menggelandang di jalanan, terlunta-terlunta di pasar ‘Ukaz dalam kemiskinan yang sedemikian parah. Kalaupun ia masih bisa berbesar hati, itu karena sajak-sajaknya terus-menerus menuai ketakjuban dan decak-kagum dari para penggila syair-syair ghazzal.

Kisah tentang pengusiran Imrul Qays lantaran sajak-sajaknya yang bersemangat ketubuhan itu cukup mencengangkan. Betapa tidak? Bukankah sejarah telah menegaskan bahwa masa “jahiliyah” itu adalah sebuah kurun ketika tatanan masyarakat Arab masih belum terpagari oleh norma-norma dan etika? Tapi nyatanya ada sebagian di antara kaum Quraisy yang mengutuk dan mencela sajak-sajak bergelimang lendir karya Imrul Qays— meskipun sebagian yang lain memberikan apresiasi yang berlebihan hingga dengan sangat terbuka dan leluasa dideklamasikan di pasar ‘Ukaz. Atau barangkali gejala ini tak lebih dari akal-akalan dan muslihat “orang-orang pasar” dalam membangun dan mendongkrak popularitas para penyair muallaqat? Namun, terlepas dari semua kontroversi di balik sajak-sajak ghazzal yang serba berterus-terang dan bertelanjang itu, Imrul Qays memang hendak memperlihatkan sebuah gairah pencarian terhadap kesadaran puitik yang sama sekali baru, setidaknya bila diukur dan ditakar dengan langgam estetika sastrawi sastra “jahiliyah”. Penyair itu membangun semacam metafora baru yang tanpa disadarinya ternyata telah melampaui konvensi-konvensi bahasa yang masih merujuk pada masa lalu seperti tergambar dalam puisinya; aku naiki kuda dalam peperangan/bagaikan belalang/lembut gemulai/jambulnya tergerai menutupi wajahnya. Kata “kuda” yang biasanya digunakan sebagai simbol kegagah-beranian di medan pertempuran antar kabilah, dialihfungsikan oleh Imrul Qays menjadi sebuah pengamsalan ganjil yang ternyata dianggap janggal dan bermasalah di masa itu; simbol kejantanan laki-laki yang tergeletak menjadi pecundang di atas ranjang. Akibatnya, “kuda” itu bagai “belalang” yang gemulai, atau lemah syahwat, lebih tepatnya. Selain itu, menurut Al-Marzabani dalam Al-Muwassiyah (1965), sajak-sajak Imrul Qays juga melanggar kelaziman struktur puisi Arab yang setiap baitnya tidak boleh saling bertentangan, setiap kata saling mengokohkan, hingga membentuk kesatuan makna yang utuh dan tak tergoyahkan—dalam terminologi sastra Arab disebut Qafiyah.

Namun, semua keganjilan dan ketaklaziman dalam sajak-sajaknya itulah yang membuat nama Imrul Qays semakin berkibar dan mentereng dalam sejarah puisi Arab. Hingga kini ia dikenang sebagai penyair Arab legendaris. Al-Ashama’i (1971) mensinyalir, nama besar Imrul Qays justru ditandai oleh gairah pemberontakan terhadap tradisi kepenyairan di masanya, dan pencapaian kasadaran puitik yang menyimpang jauh dari konvensi-konvensi sastra zaman itu. Namun, yang juga mengherankan, di masanya, Imrul Qays tetap saja menjadi penyair yang terusir, dicerca dan dimaki lantaran ia tiada kunjung berhenti menggubah sajak-sajak ghazzal yang meresahkan itu. Nama besarnya berbanding terbalik dengan riwayat dan peruntungannya, yang sudah tidak mungkin diterima di rumahnya sendiri, yang terlunta-terlunta dan dikebat kemelaratan, yang hidupnya menggelandang. Kalaupun masih ada tempat ia berpulang, itu hanya ke pasar ‘Ukaz. Di pasar itu rumah kepenyairan Imrul Qays, dan bila tiba saatnya, juga bakal menjadi kuburannya…

*) Cerpenis, Bermukim di pinggiran Jakarta.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae