Minggu, 18 Januari 2009

Kebangsaan, Keberaksaraan, dan Kesusastraan

Tjahjono Widarmanto*
http://www.surabayapost.co.id/

Sejarah mencatat bahwa setiap kebangkitan bangsa di manapun di muka bumi ini selalu berawal dari gerakan intelektualitas. Itu berarti kebangkitan suatu bangsa selalu bermula dari kebudayaan. Dan setiap kebangkitan intelektualitas selalu dimulai dari sebuah keterpesonaan kepada “tanda”. Tanda baru inilah yang berwujud sebagai bahasa yang menjadi pemantik api bagi kegandrungan pada harapan masa depan.

Tanda baru berupa bahasa ini disabdakan oleh Martin Heidegger sebagai “Language is the house of being”. Bahasa sebagai sebuah ‘rumah tanda’-house of being- tentu saja tak hanya sekedar dimaknai sebagai alat verbal komunikasi baik lisan maupun tulis, melainkan harus dimaknai sebuah wacana keberaksaraan yang diperdebatkan dalam opini public.

Melalui bahasalah, melalui keberaksaraanlah, sebuah wacana diekspresikan, ditawarkan, diperdebatkan dan diusung dalam ruang public kegiatan intelektualitas. Sehingga benar kata Yudhi Latif (2008) bahwa upaya perjuangan dan kebangkitan harus bermula dari bebenah kata, bahasa dan susastra; dengan jalan merebut dan menghidupkan kembali darah kata. Dengan kata lain, melalui keberaksaraanlah perjuangan dan kebangkitan dirumuskan.

Berkait dengan itu Partha Chatterjee seorang pemikir nasionalis India dan Reynaldo Ileto dari Filipina menegaskan bahwa kebangkitan sebuah nasionalisme tidak (hanya) bergantung pada mesiu, diplomasi, dan gerakan revolusi, namun juga pada emosi Dionysian (passion) dan keterpikatan pada pancaran puisi dan daya kata. Sejarah kebangkitan kebangsaan merupakan sebuah gelombang sejarah yang melalui fase permulaan (persiapan), fase pembentukan, dan fase pematangan. Di sepanjang fase-fase itu peran bahasalah yang menjadi panglimanya.

Jurgen Harbemas menegaskan bahwa pembentukan tradisi intelektulitas modern di Eropa Barat merupakan penanda dari kemunculan ruang public yang berawal berpusar di sekitar wacana kritis mengenai karya sastra yang berorientasi pada penikmatnya yang berlangsung di lembaga-lembaga social yang baru bermunculan seperti jurnal, kedai kopi, majalah, dan komunitas-komunitas tertentu. Ruang public ini merupakan sebuah wahana bagi komunitas para kaum intelektual. Dalam ruang public itulah individu-individu berdebat, berbincang, dan menimbang bahkan mempertentangkan secara bebas berbagai wacana yang rasional. Dari perjumpaan dan perdebatan kritis itulah mereka menyatu menjadi sebuah kelompok yang memiliki kekuatan kohesif yang kelak melahirkan pemikiran dan kekuatan politik yang tangguh. Ternyata hal yang sama terjadi juga di belahan dunia manapun termasuk Indonesia dengan kelahiran Budi Utomo, Indische Party, Sarikat Islam, dan sebagainya.

Di Indonesia kebangkitan kebangsaan tidak bisa dilepaskan dari kelompok intelektual (dalam hal ini di saat itu peran profesi guru sangat menonjol karena dalam profesi inilah bibit-bibit intelegensia bermunculan) yang mempromosikan wacana kebangsaan dan kemajuan. Kelompok inteletual ini menyebarkan dan memperdebatkan pandangan dan pemikiran mereka pada majalah-majalah seperti Soeloeh Pengadjar (terbit 1887) , Taman Pengadjar (1899-1914), Bintang Hindia (1902), Sinar Djawa (1914), sampai pada kemunculan Balai Pustaka.

Kemunculan Balai Pustaka (1920-an) pada awalnya bersifat apolitis dengan nota Rinkes-nya untuk meredam bahan bacaan yang bersifat menentang kolonialisme, justru memunculkan perlawanan dan tandingan dengan bermunculan genre kesusastraan politik yang menemukan medium ekspresinya dalam koran-koran atau majalah-majalah nonpemerintah. Contoh yang jelas genre kesusastraan politik yang lahir dari ‘arus bawah’ ini adalah kemunculan novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo dan Hikajat Kadiroen karya Semaun, yang kedua-duanya diterbitkan ole Koran Sinar Hindia Semarang di tahun 1918 dan 1920. Hal itu menunjukkan peran penting kesusastraan dan media dalam menssosialisasikan nasionalisme dan kebangsaan. Itu juga menunjukkan bahwa imajinasi kesusastraan tentang kemerdekaan justru mendahului dan menginspirasi gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan.

Tampaklah, bahwa melalui kerja bahasalah perjuangan kebangsaan selalu bermula. Bahasa berperan utama dalam mengarahkan perjuangan. Sejarah juga mencatat bahwa melalui kerja jurnalistik, kelompok, dan kesastraanlah pilar kebangsaan dibangun. Mohamad Hatta sejak tahun 1924 membuat jurnal Indonesia Merdeka sambil menulis puisi-puisi patriotik, di antaranya yang terkenal berjudul Beranta Indera dan Hindania. Di tahun 1926, Soekarno membuat jurnal perjuangan Indonesia Moeda dan bersama-sama kawan seperjuangan Sarekat Islam juga menerbitkan Majalah Bendera Islam, juga menulis beberapa naskah drama bertema kebangsaan. Syahrir menerbitkan Daulat Rakyat dan merupakan pemain drama yang baik dan selera dan minatnya terhadap sastra sangat tinggi.

Menulis merupakan kerja mencipta dan mencipta mensyaratkan keberaksaraan. Menulis adalah mata rantai pertama dalam keberaksaraan yang akan terangkai dengan mata rantai lainnya yaitu membaca. Semakin banyak menulis semakin banyak yang membaca, semakin kaya seseorang membaca semakin kaya cakrawalanya. Dalam konteks kebangsaan, keberaksaraan merupakan pembangun kesadaran eksistensial. Melalui keberaksaraanlah identitas kebangsaan diimajikan.

Oleh karena itu, tak heran bahwa tak mungkin sebuah bangsa dapat eksis dan maju tanpa memuliakan keberaksaraan dan kesusastraan. Tradisi tulis (keberaksaraan) merupakan instrumen ketepatan dan kekuatan. Keberaksaraan merupakan ukuran keberadaban dan puncak pencapaian tertinggi daslam evolusi budaya. Sekaligus, keberaksaraan merupakan instrumen dan organ kemajuan sosial. Pada posisi inilah keberaksaraan berfungsi sebagai instrumen budaya dan sarana perkembangan saintifik. Melalui keberaksaraanlah titik sentral perubahan dalam masyarakat dimulai.

Untuk menjadi bangsa yang mampu berkompetitif dan eksis dalam pertarungan global saat ini, mau tidak mau harus dibangun masyarakat keberaksaraan atau reading society. Namun, itu bukan persoalan yang mudah karena keberaksaraan saat ini mendapat ancaman dari berbagai penjuru. Ancaman itu antara lain berupa terpaan dari multimedia khususnya televisi. Televisi merupakan bentuk kelisanan dengan wajah baru yang menenggelamkan literasi. Yang tak kalah hebat adalah ancaman vokasionalisme baru (new focationalism) yaitu konsep dari lembaga pendidikan yang menekankan keterampilan teknis. Frank Fueredi menyebutkan ancaman ini sebagai the cult of philistinism –pemujaan terhadap budaya kedangkalan oleh perhatian yang berlebihan terhadap interes-interes material dan prfaktis.

Kalau mengaca sejarah, bisa diketahui pada masa lalu kebangkitan kebangsaan dicanangkan melalui tanda keberaksaraan, dan itu merupakan gerakan kebudayaan. Saat ini diperlukan lagi gerakan kebudayaan karena dalam kenyataannya reformasi sosial tak akan muncul hanya mengandalkan reformasi politik dan ekonomi. Dengan kata lain reformasi harus berjejak pada reformasi budaya. Gerakan kebudayaan dengan lokomotif keberaksaraan menjadi salah satu alternatif menjaga kewarasan publik. Melalui keberaksaraan dan kesastraanlah cita-cita kebangsaan dan cita-cita reformasi bisa bertahan dalam memori kolektif. Gerakan kebudayaan harus secara konstan dikembangkan sebagai sesuatu—meminjam istilah Edward Said—worldliness yaitu keterlibatan konstan para intelektual-sastrawan dalam mengaitkan tekstualitas dengan dunia sebagai perwujudan moral kesusastraan di tengah gebalau krisis jatidiri kebangsaan bahkan kemanusiaan. **

*) Penulis adalah penyair dan esais yang tinggal di Ngawi.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae