W Haryanto*
http://www.surabayapost.co.id/
Taufiq Ikram Jamil, secara lantang pernah berujar, “Riau perlu merdeka, karena pusat telah mengekploitasi kekayaan wilayah ini” (dalam diskusi di TIM, 2004), pada saat yang sama, Sutardji Ch Bachri menimpali, “….yang diperlukan Riau bukan kemerdekaan politik, tetapi sastra Riau yang harus merdeka.” Makna ‘merdeka’ selalu relevan dan aktual dalam perjalanan budaya kita, bahkan setelah ‘nasionalisme’ kita mengalami pelbagai kendala, benturan, tafsir, juga deformasi.
Adakah makna “merdeka” punya nilai fungsional dalam sastra? frasa ini cukup menarik—jika kita berawal dari terminology, “kreativitas adalah pembebasan”, maka apapun yang memberi batas teritori adalah ancaman. Kreativitas, dimaksudkan sebagai ruang yang tak pernah selesai ‘diekspresikan’ dan menjadi jalan lain dari integrasi manusia ke dalam tata kelaziman. Maka, ia memiliki beberapa perwujudan, (i) sebagai metode untuk melepaskan suasana sentimental dan individual, (ii) pemberdayaan dan kejutan bagi kenyataannya yang massif. Maka, kreativitas mengkombinasikan “psikologi otomatis” dan pemberdayaan teknologi imajinasi.
Sebagai instrument kreativitas, sastra menawarkan daya cerna yang terbuka, obyektif, dan rasional terhadap pelbagai ketertutupan. Beberapa manifestasinya berupa liberalisme atau feminisme. Ini bersifat factual dan metodis—karena gejala-gejala ini juga merupakan efek dari kontruksi kolonialisme yang belum selesai. Ada asumsi unik, “karena kita terjajah oleh Belanda selama 350 tahun, maka kita butuh waktu 350 tahun juga memulihkan diri untuk terbebas.” Ini tidak bisa kita pungkiri, pelbagai kesadaran dan kerangka teoritis kita masih bergantung pada “ibu kolonialis” kita, yakni Barat (sebagai pengertian budaya dan politik).
Aktivitas-aktivitas besar kita berkait dengan kebudayaan menjadi mata rantai tak terputus dari tangan-tangan kolonialis, seperti yang ditunjukkan Komunitas Utan Kayu, Jaringan Islam Liberal, juga Freedom Institut. Ketiga ujud aktivitas sangat bergantung dengan kepentingan Barat di Indonesia, yakni dengan mengkampanyekan teori dan pemahaman Kolonial lewat pendekatan budaya, antara lain, Post-Kolonial, Post-Tradisional, dll. Maka, muncullah gejala “liberalisme” dalam kreativitas, novel “Saman” karya Ayu Utami yang menawarkan “kebebasan seksual” di tengah gejala munculnya militansi rasialisme di pelbagai wilayah mulai Sambas sampai Ambon.
Keberadaan sastra berbasis “seksual” adalah politik identitas, sebagai upaya eliminasi kesadaran kita terhadap bahaya rasialisme (sebagai agenda terselubung Barat pada Indonesia). Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta kesejarahan Eropa di tahun 40an, militansi rasisme Hitler justru memunculkan karya sastra yang menyampaikan kecemasan kreativitas terhadap bahaya kemanusiaan ini. Tengoklah karya “Malam Terakhir” karya Eile Weisel yang merekam dengan detail bencana kemanusiaan di tahun 40an. Kita juga menemukan karya serupa, “Sebatang Kara” karya Victor Hugo yang mendiskripsikan situasi sosial menjelang Revolusi Perancis. Maka, muncul asumsi, “Bencana Kemanusiaan selalu akan melahirkan karya-karya besar yang merefleksikannya.” Sementara, karya Ayu Utami, Jenar Mahesa Ayu, Binhad Nurrohmat—justru membentuk pola berseberangan, tak lagi menggugah daya kritis pembaca terhadap ancaman pada bahaya kemanusiaan, sebaliknya malah menempatkan identitas sastra pada paham liberalisme secara membabi-buta.
Seksualitas pada awalnya—sebatas gejala interaktif dalam kebutuhan yang semula bersifat "sakral-personal", kaum liberal memperalatnya menjadi aparat pertarungan semiotika mutakhir. Perspektif post-industrial secara efektif telah memungkinkan ujud budaya (di dunia ke-3) dimiskinkan fungsinya. Liberalisme memaanfaatkan kegoyahan structural budaya dunia ke-3 ini ke dalam kesadaran distruktif. Liberalisme mempertanyakan pelbagai pengaruh fundamental yang mendasari masyarakat dunia ke-3 dengan lingkungan abstraknya. Seksualitas dalam perspektif agraris—menempatkan individu ke dalam kontinuitas manusia ke alam simbolisasinya, maka “seks” menempati satu tahap tertinggi dalam transendensi masyarakat agraris. Komunitas Utan Kayu dengan pelbagai komponen interaktifnya, memakai metode liberalisme dengan berpijak pada prasangka didaktif dan memojokkan internalisasi kekayaan budaya dunia ke-3 ini.
Berbeda dengan liberalisme di Eropa, yang justru menyerang efek-efek kolonialisme dan fundamen ortodoksi Eropa yang mengancam kemanusiaan. Liberalisme Eropa inilah yang melahirkan maha-karya “Multatuli”, juga fragmen “Koeli” karya LLulofs—yang menjadi akar realisme dalam sastra Hindia Belanda. Sebaliknya, Liberalisme Komunitas Utan Kayu justru berpihak pada kolonialisme. Kaum liberal kita, seperti Jenar Mahesa Ayu, Ayu Utami, juga Nirwan Dewanto adalah "obyek-obyek" budaya yang gagal dan remeh dalam presentasi budaya global. Tak jauh beda dengan konfigurasi antara binatang dan suku-suku terasing; sebagai efek pemenuhan kebutuhan "barat" atas pakansi dan transisi seperti munculnya Vietnam Rose, penyakit kelamin yang terjadi akibat kebuntuan "rasionalisasi" ideologi western di kawasan Indo-china, antara komunis dan kapitalis. Tak ada yang dimenangkan. Tak ada yang dikalahkan. Segalanya cuma eksperimentasi, kegagalan budaya, dan kerancuan intelektualitas dunia Barat.
Seksual(isme) dalam apologi Binhad Nurrohmat, "sebagai upaya menyingkap kebobrokan masyarakat", dipahami lewat terminologi yang "celaka". Pertama, karena simpulan terbesar dalam seni, seyogyanya adalah temuan ilmiah yang mengispirasikan sebuah kemajuan peradaban (tengok pula "inspirasi" bapak Hereditas, Gregor Mendel, "bahwa kelak, bila terjadi ledakan penduduk, dunia ini butuh jumlah makanan yang sangat besar"; maka muncul aktivitas perkawinan silang tumbuhan). Kedua, kebutuhan emansipatoris dari kesadaran sastra adalah mengikat "sistem personalnya" kepada terbangunnya rangkaian proletariat (baca: Le Voyageur, Guillaume Apollinaire). Dan memang. Sastra kita terkini, patutlah diakui, cuma memuaskan style cacat masyarakat borjuis (hysteria seksual), senyampang dengan kritik Albert Camus tentang munculnya pragmatisme dalam kreativitas.
Makna kebebasan dalam sastra, bukan “kebebasan yang tak terbatas” yang tak memiliki tanggung jawab kultural. Kebebasan ini harus dikombinasikan dengan “moral dan intelektual”, bukannya mengembangkan pandangan pribadi yang narsis dan dangkal. Pertanyaannya, adakah relevansi antara “sensasi kebebasan” dan kreativitas? Maka, kita bisa memberi beberapa analisa, (i) kebebasan yang tidak berkenaan dengan komunikasi rasionalitas individu ke dalam system sosialnya. Euphoria semacam ini mengandung beberapa kendala eksternal, yakni berujud perspektif yang membatasi “individu” dari komunikasi social. Perspektif ini memandang kebenaran hanya bersifat eksistensial yang cenderung membangun prasangka terhadap gejala-gejala di sekitarnya. (ii) kebebasan akan memberi pengaruh langsung kepada internalisasi semua komponen individu kita. Perspektif ini lebih menekankan pada teknik penyajian dan bersifat kebenaran esensial. Perspektif ini menekankan pada pembuktian sosiologis, seluruh gejala-gejala yang diuji lewat analisa rasional.
Kemerdekaan kreativitas, tidak sekedar pada kemampuan internalnya—menyampaikan kebenaran tekstual, tetapi juga memperkaitkan dirinya pada dinamika psiko-sosial yang berkembang. Reproduksi sastra juga berkenaan dengan identifikasi wilayah kulturalnya, sehingga teks bisa dirujukkan untuk mengkritisi pelbagai gelagat budaya dan mengembangkan “penyadaran” tentang adanya manipulasi cultural. Terkait dengan ungkapan Sutardji Colzoum Bachri di atas, maka identitas sastra bisa diterjemahkan pada penguatan basis cultural ketimbang mempertanyakannya lewat kaca mata Liberalisme. Inilah relevansi antara kebebasan (kemerdekaan) sebagai basis psikologis dan refleksi kenyataan sosialnya, maka reproduksi tekstual bisa diuji secara rasional dan obyektif, dan melahirkan karya-karya yang “tidak kosong budaya” seperti model karya Yusakh Ananda, Ahmad Tohari, maupun Pramoedya Ananta Toer.
*)Direktur Penerbitan Dewan Sastra Jawa Timur.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar