Selasa, 23 Desember 2008

Emas Sebesar Kuda, Peninggalan Ode Bartha Ananda

M Arman AZ
http://www.riaupos.com/

DUA tahun silam, tepatnya 5 Maret 2005, ranah sastra Sumatera Barat kehilangan sosok Ode Barta Ananda. Karya-karya almarhum (puisi, cerpen, dan esai) kerap menghiasai media massa nasional dan daerah. Sudah tentu dia layak mendapat tempat dalam sejarah sastra Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya. Sayang, hingga akhir hayatnya, belum ada satu pun buku kumpulan cerpen pribadi Ode Barta Ananda. Tahun 2007, beberapa sahabat almarhum, seperti Gus tf Sakai dan Yusrizal KW, memprakarsai penerbitan kumpulan cerpen Ode Barta Ananda. Menurut penerbit Akar Indonesia, lahirnya kumpulan cerpen Emas Sebesar Kuda ini hanyalah melanjutkan apa yang sudah dirintis Ode atas karya-karyanya sendiri yang direncanakan diterbitkan dalam sebuah buku utuh. Sebuah sejarah yang sempat tertunda karena keburu ditinggal pelakunya.

Cerpen-cerpen Ode Barta Ananda tergolong unik. Mayoritas berbentuk parodi satir dan karikatural. Mengangkat tema-tema sosial kemasyarakatan dan kebudayaan Minangkabau dengan pelakon orang-orang berstrata sosial menengah ke bawah. Jika sastra dipercaya sebagian kalangan sebagai potret sosial yang mengangkat kebudayaan masyarakatnya, maka cerpen-cerpen Ode bisa dijadikan salah satu bukti pendukung. Cerpen-cerpen Ode dipenuhi eksplorasi imajinasi terhadap kondisi masyarakat kelas bawah di Minangkabau, bahkan seperti merepresentasikan kegelisahan masyarakat Minang, bagaimana penerimaan dan sikap mereka terhadap modernitas.

Sudah jadi tradisi bagi kaum lelaki Minang untuk merantau. Mereka akan dewasa secara materi dan fisik jika jauh dari kampung halaman. Namun tidak demikian halnya dengan tokoh-tokoh lelaki dalam mayoritas cerpen Ode. Tokoh-tokoh itu justru terkesan mengikatkan diri pada kampung halaman (atau perlawanan terhadap tradisi?). Jarang ada tokoh dalam cerpen-cerpen Ode yang merantau dalam konteks geografis dan fisikal. Tak beda jauh dengan tokoh-tokoh dalam cerpen Harris Effendi Thahar atau Wisran Hadi, misalnya.

Sebagai seorang jurnalis (bekerja di Harian Padang Ekspres), Ode rupanya jeli mengamati fakta sosial tradisional di wilayah Sumatera Barat yang kemudian dituang ke dalam bentuk cerpen. Cerpen-cerpen Ode bersentuhan langsung dengan kondisi sosial orang-orang kecil dan biasa saja, seperti petani, nelayan, para pengangguran yang menghabiskan waktu dengan mabuk, berzina dengan istri teman, dan sebagainya.

Buku berisi 15 cerpen Ode Barta Ananda ini diberi judul Emas Sebesar Kuda. Judul ini dipilih merujuk kepada cerpen-cerpen Ode yang parodik, karikatural, unik, nakal terhadap berbagai hal. Mulai dari masyarakat dan kebudayaan lokal (Minangkabau), hingga situasi Indonesia. Ode lihai membangun suasana dan latar. Ia mampu menghidupkan kosa kata dan idiom Minang, dan tak ragu memasukkan bahasa keseharian seperti “aden”, “wa’ang”, “uni”, “uda”, “nagari”, “jorong”, “sayak”, “litak”, “bacakak”, “gonjong”, “tabuah nagari”, bahkan umpatan khas Minang semacam “kanciang”, “kalera”, “lampang” dan “lanyau”, meskipun dengan risiko akan dianggap jorok atau kasar oleh pembacanya. Namun sebagai teks sastra, demikianlah realitas yang coba dan telah dihimpun Ode. Disharmoni teks yang pernah ditempuh Joni Ariadinata dalam cerpen-cerpennya beberapa tahun silam juga telah lama dilakukan Ode. Kekentalan idiom lokal Minang juga bisa mengingatkan pada cerpen-cerpen Korrie Layun Rampan yang sarat idiom Dayak.

Salah satu cerpen menarik adalah “Burung Beo Bupati”. Cerpen ini relevan dengan maraknya Pilkada di negeri ini yang kerap menyisakan masalah, salah satunya adalah politik uang di belakang layar Pilkada. Ini tak luput dari endusan Ode Barta Ananda. Berkisah tentang seorang bupati yang hendak mempertahankan jabatannya dengan cara menyuap pesaingnya dengan uang lima miliar. Menjelang pemilihan, dia kumpulkan tim suksesnya di rumah untuk memuluskan rencana. Karena kelalaian si bupati, burung beo di teras lepas dan berteriak lima miliar ke mana-mana. Bupati dan tim suksesnya, tak ingin malu, sibuk meringkus beo hingga ke hutan larangan, hutan yang dipercaya dikuasai mahluk gaib. Hasilnya, bupati raib. Dia ditemukan beberapa hari kemudian dalam keadaan hidup, tetapi dalam kondisi kusut masai. Pemilihan bupati rupanya telah selesai dan dia kalah suara. Getirnya, dia mendapati cek sebesar lima miliar dari lawannya dalam pemilihan bupati yang dititipkan pada istrinya.

Cerpen “Sipongang Petir di Koto Panjang” (yang konon dipajang besar-besar di ruang kerja Ode Barta Ananda), juga memeram satir lain. Sudah jadi tradisi di Minang bahwa paman wajib mengurus keponakan. Bagitu pula dengan Mamak (Paman) Unjok yang membiayai kuliah Jumadil, keponakannya. Dari hasil kebun dan ternak yang diurus Mamak Unjok, Jumadil meraih gelar doktorandus. Sayangnya, usai bertitel Jumadil malah menganggur karena sulit mendapat pekerjaan. Untuk turun ke sawah atau mengurus ternak, Jumadil malu. Buat apa tinggi-tinggi sekolah jika harus kembali ke sawah, begitu dalihnya. Setelah lama menganggur, dia merayu Mak Unjok agar menjual kerbau untuk biaya merantau. Mak Unjok murka karena keponakannya tak habis-habis minta tolong. Tak terima, Jumadil membunuh Mamak Unjok. Lima tahun kemudian dia pulang dan mendapati kampungnya, Koto Panjang, telah berubah jadi telaga (bendungan).

Membaca antologi cerpen Emas Sebesar Kuda ini seperti memandangi potret masyarakat Minang hasil jepretan imajinasi Ode Barta Ananda semasa hidup. Bagaimana Ode merepresentasikan perubahan sosial kultural akibat perubahan zaman dalam bangunan cerpen (“Nisan dan Perempuan Penjual Kembang”, “Gila, Teriak Menjelma Raungan!”, “Samiun dan Lelaki Luka”, “Pemantik Api yang Melayang dari Jendela”). Tradisi lokal yang dibiarkan hidup (“Sebotol Lebah”, “Menjelang Gerbang”, “Ketika Alek Nagari Sedang Memuncak”), atau tradisi yang “dibenturkan” dengan modernitas dalam “Empat Setengah Karung Goni Penuh Ulat”, “Emas Sebesar Kuda”, “Saluang Saja yang Menyampaikan”, “Sipongang Petir di Koto Panjang” dan “Sepasang Drum Aspal di Tengah Ladang Tebu.”

Begitulah. Fakta sejarah telah membuktikan, karya sastra bisa melampaui ruang dan waktu. Demikian juga dengan karya-karya almarhum Ode Barta Ananda. Meski hampir genap dua tahun meninggal, namun karya-karyanya masih tetap hidup.***

*) Cerpenis dan esais. Tinggal di Bandar Lampung.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae