Jumat, 26 Desember 2008

Tubuh Manusia dalam Puisi

Indra Tjahyadi
ttp://www.lampungpost.com/

MAKIN kemari, sastra kita, rupa-rupanya, makin disibukkan gagasan-gagasan mengenai tubuh. Hal ini tidak hanya menjangkiti novel atau cerpen-cerpen kita kini, akan tetapi juga puisi-puisi.

Begitu juga yang terjadi dalam puisi. Semisal puisi-puisi karya Binhad Nurrohmat dalam kumpulan puisinya yang berjudul Kuda Ranjang (Melibas, 2004). Pada kumpulan puisinya tersebut, secara sadar, Binhad menempatkan gagasan tubuh manusia menjadi semacam penggerak utama puisinya. Tengok saja larik-larik puisinya yang berjudul "Bunting" (2004: 28--29).

Dimulai dengan menyingkapkan apa yang biasa dipakai sebagai penutup tubuh semacam daster, dalam puisi "Bunting" tersebut, Binhad terus-menerus dengan lantang dan penuh semangat serta kesabaran mengupas satu per satu bagian-bagian tubuh manusia, seperti paha (dengan bulu-bulu halusnya), (maaf!) penis, dan karena yang tersingkap itu daster, juga bagian tubuh paling sensitif yang dalam puisi itu dikatakan Binhad sebagai selokan kecil.

Pembicaraan yang terkesan sabar dan sungguh-sungguh mengenai tubuh manusia, sesungguhnya, juga dapatlah dilihat pada puisi-puisinya yang lain dalam kumpulan puisinya yang berjudul "Kuda Ranjang" tersebut. Seperti pada puisinya yang berjudul "Perempuan Lama" (2004: 59).

Munculnya kata-kata semacam leher, (sekali lagi maaf!) payudara, dada, daging, tangan pada puisi Binhad yang berjudul "Perempuan Lama" tersebut adalah, semata-mata, kata-kata yang kemunculan atau kehadirannya dalam puisi tersebut disebabkan beban konsekuensi atas gagasan yang dipilih Binhad Nurrohmat ketika menuliskan atau menciptakan karya puisinya tersebut.

"Apakah ini semacam pemberontakan atas sebuah ketabuan?" Bisa jadi jawabannya adalah "Tergantung!" Tergantung dari sudut mana dan dalam cara pandang siapa hal tersebut dilihat dan dibicarakan. Apabila yang membaca atau yang membicarakan tersebut seseorang dari institusi masyarakat pelacur, bisa jadi, hal ihwal yang Binhad angkat dalam puisi-puisinya tersebut bukanlah sesuatu yang subversif atau dalam bahasa Indonesia kesehariannya pemberontakan.

Tapi, bagaimana kalau yang membaca atau yang membicarakannya tersebut seseorang dari kalangan atau komunitas keagamaannya, semacam kiai atau pendeta misalnya? Yang jelas, Goenawan Mohammad dalam sebuah esainya yang berjudul "Tubuh, Melankoli, Proyek" (Kalam, edisi 15: 16--17) pernah menuliskan, "Tubuh manusia pada awal dan akhirnya sebuah tekstualitas yang tak bisa dikuasai sebuah wacana."

Entah apa karena didorong semangat membuktikan berkenaan apakah yang pernah dituliskan Goenawan Mohammad tersebut benar ataukah salah, akan tetapi, yang jelas, Binhad dalam usahanya meruakkan gagasan tentang tubuh dalam sebuah puisi tidaklah sendiri. Salah satunya adalah Mashuri.

Sebagaimana halnya juga dengan Binhad Nurrohmat, Mashuri, penyair kelahiran Lamongan tahun 1976, juga menempatkan gagasan mengenai tubuh manusia sebagai gagasan utama puisinya. Tengok saja bait-bait dari setiap puisinya yang terkumpul dalam kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Pengantin Lumpur (Surabaya Poetry Community & Dewan Kesenian Jawa Timur, 2004).

Pada puisi-puisinya yang terkumpul dalam kumpulan puisi Pengantin Lumpur tersebut, Mashuri seakan-akan juga terobsesi dengan apa yang dikenal dan disebut sampai dengan hari ini sebagai tubuh; tubuh manusia. Seperti yang terlihat pada larik-larik dari puisinya yang berjudul "Selendang Hilang di Sendang" (2004: 41).

Usaha Mashuri untuk mengenali dan menyingkap hal-ihwal mengenai tubuh, dalam puisi "Selendang Hilang di Sendang" tersebut, dimulai dengan jalan lebih dulu membasuh lumpur lusuh di tubuh. Dengan membasuh lumpur lusuh di tubuh tersebut, Mahuri berharap dapat lebih akrab lagi dan lebih mengenali kembali setiap lekuk dan liuk dari sesuatu yang dia yakini sebagai tubuh. Sebab dengan melakukan hal tersebut, Mashuri, paling tidak, mempunyai alasan membiarkan jemariku menarikan derai-derai ara/membesuk kutukan yang membusuk di dada, untuk kemudian menjahit pelir segala pelakian, sampai di mana takdir berakhir.

Tingginya intensitas dan kontinuitas pembicaraan dan pengangkatan masalah tubuh dalam gagasan puisi-puisi Mashuri dalam kumpulannya tersebut, selain itu, juga dapat dilihat dalam puisinya yang lain. Seperti pada larik-larik dari puisinya yang berjudul "Mengunci Waktu di Bibir" (2004: 5).

Sepintas lalu, dapatlah dikatakan, betapa puisi Mashuri yang berjudul "Mengunci Waktu di Bibir" tersebut amat sangatlah terkesan jorok, porno atau bahkan dapatlah dikatakan sangat tidak intelektualis sekali. Bahkan, seolah-olah, seperti kata-kata yang biasa terlontar dalam percakapan antara seorang tukang becak dan kuli bangunan saja.

Akan tetapi, seperti halnya yang dijalani Binhad Nurrohamt, ini merupakan konsekuensi yang harus dijalani Mashuri. Semata-mata karena dia memang memilih gagasan tentang tubuh manusia sebagai motor penggerak gagasan puisinya. Seperti halnya yang terjadi dengan Binhad, adalah bukan hal yang mengherankan apabila dalam kumpulan puisinya tersebut kata-kata semacam bibir, jemari, (maaf) rambut-rambut kemaluan, pelir, payudara, atau anal adalah kata-kata yang muncul dalam puisi-puisi karya Mashuri dalam kumpulan puisi tersebut.

Meskipun demikian, hal ini tidak serta-merta menempatkan puisi-puisi Mashuri dalam kumpulan puisinya tersebut seiman dengan puisi-puisi Binhad dalam kumpulan puisi Kuda Ranjang. Apabila dibaca lebih cermat, ada satu perbedaan penyikapan akan tubuh dari Mashuri atas Binhad atau sebaliknya. Pada puisi-puisi Mashuri, tubuh yang diyakini adalah sebuah kutukan.

Mashuri, setidaknya hal itulah yang diperlihatkan dalam puisi-puisinya, berusaha tanpa kenal lelah terus-menerus menghancurkan keberadaan tubuh, seperti pada larik puisinya yang berjudul "Keramat Aurat" (2004: 38). Atau, juga pada larik-larik puisinya yang berjudul "Pita Merah di Rambutmu" (2004: 25).

Ada sebuah kesan atau boleh dikatakan pesan, yang ingin disampaikan Mashuri melalui puisi-puisinya, bahwa dia ingin menghancurkan apa yang dikenal sebagai tubuh. Akan tetapi, rupa-rupanya, Mashuri tidak hanya ingin menghancurkan tubuh, melainkan sukmanya.

Muncul sebuah kecurigaan dan suatu dugaan, mengapa Mashuri sampai melakukan hal tersebut. Ini hanya semata-mata karena, di sisi lain, Mashuri juga tetap menyimpan suatu obsesi yang tak kalah tinggi kadarnya pada apa yang dikenali sebagai sebuah kematian. Seperti yang termaktub pada larik-larik puisinya yang berjudul "Kepadamu Hujan" (2004: 31).

kepadamu hujan, aku tak mungkin diam, kerna kau telah
mengajariku; cara mengasah pisau dan merumahkan risau dengan jalan-jalan kematian.

Gagasan mengenai tubuh, sebenarnya, juga pernah muncul pada puisi-puisi kita era 80-an, salah satunya adalah pada puisi karya Kriapur yang berjudul "Gaung Langit dalam Daging" (Dewan Kesenian Jakarta, 1988: 22). Pada larik-larik puisinya yang terkumpul dalam buku Mengenang Kriapur (Dewan Kesenian Jakarta, 1988), Kriapur, penyair kelahiran Solo tahun 1959, yang mati muda karena mobil yang ditumpangi terguling ke sungai di Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, juga memperlihatkan obsesinya tentang tubuh, tubuh manusia jelasnya.

Akan tetapi, inilah yang membedakan Kriapur dengan penyair-penyair atau sastrawan-sastrawan yang hadir sesudahnya, dia tidaklah mengakomodasi diksi-diksi yang terkesan vulgar dan pornoistis. Coba saja lihat larik puisinya yang berjudul "Gaung Langit dalam Daging" yang terkumpul dalam buku Mengenang Kriapur tersebut:

inilah daging tempatku menggerakkan langit
sejengkal angin terbentang di kepalaku
orang-orang menirukan hidup rama-rama di atas tanah basah sambil tertawa
tapi sahabatku dari kejauhan bahagia dengan baju esok hari

Menilik dari kasus ini, secara gampang dan serampangan, apakah dapat begitu saja dikatakan puisi-puisi karya Kriapur lebih bagus dari puisi-puisi Binhad Nurrohmat ataupun Mashuri. Ataukah sebaliknya. Ataukah sebaliknya lainnya.

Yang jelas, bersepakat dengan pikiran dalam tulisan "Sekadar Pengantar", yang entah ditulis siapa, yang dimuat dalam jurnal kebudayaan Kalam, edisi 15, bahwa sastra adalah sebuah kualitas, bukan jenis tulisan. Dan meminjam larik-larik puisi Baudelaire yang berjudul "Enivrez-Vous" (1972: 36) bahwa: "Il est l'heurede s'enivrer! Pour n'etre pas les esclaves/ martyrises du Temps, enivrez-vouz; enivrez-vouz sans/ cesse! De vin, de poesie ou de vertu, a votre guise" ("Inilah saatnya untuk mabuk! Untuk tidak menjadi budak siksaan Sang Waktu, mabuklah; bermabuk-mabuklah tanpa henti-hentinya! Dengan anggur, dengan puisi atau kebajikan, sesuka hatimu").

Meskipun sastra, merujuk pada pemikiran Arief B. Prasetyo dalam esainya "Mencipta Sastra, Mengubah Sejarah" (Jurnal Prosa, No.2, th 2002: 2), tidaklah lahir dalam tabung vakum sejarah. Sebab, merujuk pada buah pikiran Carlos Fuentes dalam "Menulis: Sejarah dan Pergaulan" (terj. Rizadini, Jurnal Prosa, No. 2, th. 2002: 56), bahwa tidaklah ada penciptaan tanpa tradisi. Dalam usaha menyingkap rahasia mengenai "tubuh" tidaklah dapat hanya berpusar pada "tubuh" yang ada hari ini. Bagaimanapun, mengutip W. Haryanto dalam puisinya yang berjudul (lagi-lagi maaf!) "Ngenthu" (Kalam, edisi 13: 93), tubuh yang kosong/diri adalah anak-anak/yang berbahasa dengan hujan/di jejak rambutnya.

*) Penyair, esais, staf pengajar di Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Panca Marga, Probolinggo.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae