Aprinus Salam
http://www.jawapos.com/
Salah satu fenomena umum kajian-kajian sastra adalah bahwa sastra dianalisis/dikaji dalam perspektif teori tertentu, tetapi ''tidak dibingkai'' oleh ideologi para pengkaji. Kasarnya, walaupun tidak cukup tepat, para pengkaji sastra secara umum tidak mengedepankan ideologi jika meneliti karya sastra. Kenapa hal itu terjadi, dan mengapa kajian kesusastraan perlu dibingkai oleh ideologi?
Dalam rentang waktu yang lama, kajian-kajian keilmuan, baik sosial ataupun humaniora, ''terbelenggu'' oleh objektivitas dan netralitas keilmuan. Sesuatu dianggap ilmiah jika kajian tersebut mampu menjauhkan subjektivitas dari ''ideologi pengkaji'', atau bersikap netral terhadap berbagai kepentingan. Sebuah kajian selayaknya ''demi'' keilmuan itu sendiri, tidak karena ideologi atau kepentingan tertentu. Ilmu tidak boleh dimanipulasi oleh keperluan-keperluan pragmatis, apalagi karena tujuan-tujuan politik dan ekonomi.
Kajian sastra juga tidak sepenuhnya bebas dari belenggu objektivitas dan netralitas keilmuan tersebut. Seperti diketahui, sejumlah teori sastra lahir dalam semangat filsafat positivisme, filosofi yang mendukung objektivitas dan netralitas keilmuan. Misalnya, teori struktural. Teori struktural dalam kadar tertentu memang tidak berpretensi untuk membuka peluang subjektif pengkaji dalam menganalisis karya sastra. Akibatnya, kajian sastra menjadi sesuatu yang tidak kontekstual, tidak menyejarah, dan nyaris tidak berhubungan dengan persoalan masyarakat tempat karya sastra tersebut hadir dan dibicarakan. Waktu itu para pengkaji tidak memiliki pilihan teori yang beragam dalam mempelajari kesusastraan. Implikasinya, karya sastra dan kajiannya diabaikan dan secara relatif tidak berguna bagi masyarakat.
Tidak berguna dalam konteks, ketika Indonesia menghadapi masalah ketidakadilan, kebodohan, kemiskinan, kriminalitas, indeks kemampuan SDM yang demikian rendah, sementara kajian sastra hampir tidak berorientasi untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam mengatasi atau ikut menjelaskan persoalan tersebut. Bahkan, masih terdapat sejumlah kajian yang mengurusi gaya bahasa, alur cerita, tanpa peduli apa yang terjadi di lingkungan sosialnya.
Dalam hal ini, kajian itu ingin saya katakan sebagai sesuatu yang tidak bersifat ideologis, bahkan tidak cukup bermoral. Amin Rais dalam bukunya Agenda-Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia (2008) mengatakan bahwa netralitas keilmuan dan peneliti dengan membiarkan berbagai ketidakberesan di lingkungannya adalah sama dengan tindakan kriminal itu sendiri. Dalam posisi inilah seharusnya para pengkaji sastra perlu membingkai kajiannya dalam istilah yang sekarang populer: Selamatkan Indonesia!
***
Teori-teori sastra terus berkembang. Saat ini, persoalan objektivitas dan netralitas keilmuan mulai dipertanyakan, bahkan sudah tidak dipercaya. Tidak ada ilmu yang lahir bebas dari konteks ataupun subjektivitas, bahkan ideologi. Salah satu yang signifikan yang membongkar objektivitas dan netralitas itu adalah teori postrukturalisme dan posmodernisme. Paradigma yang dikembangkan dengan mengakui subjektivitas, ideologi, tujuan, relevansi, dan kepentingan kajian.
Masalahnya, ilmu-ilmu dan teori sastra sepenuhnya berkembang di Barat, dan diadopsi secara telanjang dan apa adanya oleh pengkaji Indonesia. Padahal, lahirnya sebuah teori, berangkat dari satu tujuan dan kepentingan tertentu yang kontekstual dengan tempat teori tersebut dilahirkan. Artinya, belum tentu teori-teori itu relevan jika dipraktikkan di Indonesia.
Hal itu memang masalah lama dan klasik. Akan tetapi, bukan berarti tidak layak dibicarakan ulang jika masih terjadi hingga kini. Dalam hal ini bukan teori tersebut tidak layak diadopsi, tetapi perlu ada penyesuaian-penyesuaian sehingga praktik penggunaan teori tersebut menjadi relevan dan bermanfaat. Hal itu bukan berarti sejalan dengan filsafat pragmatisme, tetapi memang terdapat kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu di Indonesia yang secara sinergis harus diatasi bersama.
Berikut akan diberikan beberapa kasus kajian berdasarkan teori dan metode tertentu, yakni teori semiotik, feminisme, dan poskolonial. Kasus yang dibicarakan bagaimana memosisikan konsep-konsep tersebut sebagai teori analisis atau sebagai metode. Persoalan pemosisian ini berkaitan dengan seberapa signifikan ideologi peneliti ''dapat'' ikut campur dalam membingkai kajian.
Misalnya, semiotik. Ada kerancuan dalam memahami apakah semiotik itu teori atau metode. Menurut hemat saya, semiotik adalah teori metode, yakni satu cara kerja dalam memahami, sekaligus pengakuan, bahwa setiap teks merupakan tanda, dan setiap tanda memberikan tanda berikutnya. Hubungan antara penanda dan petanda itu bersifat arbitrer. Hal yang perlu dipahami adalah tidak ada ideologi dalam konsep dan metode tersebut. Dalam posisi inilah pengkaji dapat membingkai hubungan-hubungan semiotis yang arbitrer secara ideologis, sesuai dengan kepentingan dan tujuan pengkaji, dan kontekstual dengan masalah yang dihadapi masyarakat.
Contoh lain, feminisme. Feminisme adalah salah satu teori yang berkembang dalam kajian sastra sebagai upaya ''membongkar'' ketimpangan relasi (kuasa) gender dalam karya sastra. Sebagai teori, feminisme sekaligus sebuah teori yang memiliki ideologi. Masalahnya, kadang-kadang pengkaji sastra tidak menempatkan ideologi feminisme yang berkembang di Barat dalam memahami masalah gender di Indonesia secara kontekstual. Pengkaji tidak membingkai teori feminisme yang ideologis tersebut secara ideologis. Akibatnya, kajiannya sering tidak membumi, lemah relevansinya, berhadapan dengan persoalan relasi posisi sosial dan kultural perempuan dan politik gender di Indonesia.
Sebagai contoh, kajian poskolonial yang akhir-akhir ini juga cukup banyak dipraktikkan di Indonesia. Dalam konsepnya, teori ini hampir sama dengan feminisme, dalam pengertian bahwa teori ini sekaligus memiliki ideologi tertentu. Secara khas kajian ini mempersoalkan persoalan-persoalan praktik berbahasa dan problem identitas di negara-negara bekas jajahan (negara-negara koloni).
Di Indonesia, misalnya, bagaimana problem praktik berbahasa negara penjajah, di negara bekas jajahan, berhadapan dan dipraktikkan dengan bahasa nasional, bahkan bahasa-bahasa lokal. Bagaimana pula persoalan identitas, dalam kaitannya dengan nasionalitas, dalam era modernisasi global dan kapitalisme dalam masyarakat Indonesia setelah tidak dijajah. Bagaimana masalah pertarungan pemaknaan yang berkembang.
Masalahnya, apakah masalah bahasa dan identitas memang demikian gawat di Indonesia? Misalnya, karena persoalan bahasa dan identitas bisa menyebabkan munculnya konflik dan kekerasan. Atau sebaliknya, terjadinya krisis dan degradasi nasionalitas dalam diri bangsa Indonesia. Kalau demikian halnya, maka teori poskolonial menjadi sangat relevan untuk diadopsi, tetapi selayaknya dalam bingkai ideologi yang kontekstual dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia. Kajian poskolonial selayaknya membantu dalam memahami, memberi pengertian, dan sekaligus ''mencarikan solusi'' terhadap problem yang secara faktual dihadapi oleh masyarakat.
Dalam persoalan tersebut bingkai ideologi pengkaji perlu terlibat dalam mengarahkan dan mencari persoalan (masalah) yang berkembang dalam sastra berkorelasi langsung dengan masalah di tingkat kenyataan. Dalam bingkai itu, pengkaji perlu memberikan pemahaman dan pemikiran bagaimana sastra merepresentasikan persoalan yang menjadi masalah bersama. (*)
*) Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM Jogjakarta
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar