Dian Hartati*
Menyaksikan kecantikan purnama di tengah kota bersama beribu-ribu orang tak dikenal merupakan peristiwa langka. Saat ini tubuhku sedang dihantui perasaan gelisah yang membadai. Kedukaan yang aku terima terus-menerus menimpa diriku. Setelah kepergian Wuri untuk selama-lamanya, disusul dengan kepulangan Ayah menuju dunia abadi.
Padanya kutemukan kecantikan yang begitu memesona. Dirautnya selalu kutemukan senja yang memerah purba. Ada bayangan ibu dalam tubuh yang senantiasa dapat aku peluk sepanjang malam (ibu yang tak pernah singgah di kehidupanku). Kisah yang mengantarkan aku pada kenangan masa kecil. Permainan petak umpet yang selalu membuat aku tertidur dalam persembunyian, lalu bermimpi bertemu dengan nenek yang entah aku lupa wajahnya kini.
Selalu letupan amarah mereda ketika aku memandang syahdu wajahnya. Matanya selalu mengantarkan aku pada cakrawala dunia yang maha luas. Hidungnya dapat menggiring seluruh ragaku menemui jejak-jejak petilasan yang telah ditinggalkan kakek saat menyisir hutan dalam perjuangannya. Bibirnya selalu mengundang aku menghilangkan dahaga, asa kehidupan yang selalu membuatku bermuram durja.
Kecantikan yang begitu jemawa hingga menjadikannya kekasihku. Melupakan semua beban hidup dan selalu menaruh harapan pada sosoknya. Bersamanya seringkali kudapati peluang hidup yang lebih baik. Kata bijak yang selalu diutarakan padaku memberi harapan baru. Hidup selalu memilih perjuangan untuk tetap ada, begitu katanya ketika aku tidak dapat berpikir realistis menghadapi lingkungan sekitarku. Namun __entah mengapa__ rasa kecewa selalu menemani langkahku.
Aku merindukan kedatangan Wuri malam ini. Entah, aku tak pernah tahu mengapa rasa rindu itu tiba-tiba datang, membadai, bergulung-gulung dan memecah keheningan malam. Rindu yang menempati ruang-ruang istimewa dalam hatiku. Rindu yang tak dapat ditawarkan oleh apapun termasuk cinta. Kerinduan yang misterius.
Kini hanya pekat malam yang menemani tubuh tawarku. Ada semacam firasat Wuri akan datang dan kemudian singgah, tidak untuk sementara. Dingin yang kemudian teraba oleh kulit yang terbungkus jaket. Perjalanan rinduku baru saja dimulai.
Waktu telah menyeret aku pada bentangan luas yang tak pernah kuduga. Bayang-bayang masa lalu begitu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi diriku yang ingin keluar dari kenangan buruk. Kenangan yang dipecutkan waktu, lalu melukai sudut hatiku. Telah banyak kebohongan yang aku terima dari sebuah kecintaan. Kebohongan yang kemudian memunculkan dendam dalam hatiku dan terus terang aku ingin membalas semua rasa sakit ini.
Pada waktunya kelak akan aku bangun sebuah tempat yang di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang dapat menawarkan berbagai rasa. Simpati, kesukaan, cinta, kesedihan, rindu, kelengangan, kesumat, bahkan dendam pun akan lebur dalam ruangan itu.
Sejak awal perkenalan, ternyata Wuri telah memberikan banyak kebohongan, lalu dengan sempurna mulai mengoyak-ngoyakkan hati yang tak pernah terluka sekalipun. Dan aku tidak pernah tahu bahwa aku telah ditipu oleh perasaan yang begitu aku nikmati.
Hubungan ini memang tak dapat terdefinisikan. Hanya ada kisah yang samar namun selalu berkembang meramaikan taman-taman hati. Merekahkan jiwa yang dibalut ketiadaan. Sebuah asmara selalu merindukan pertemuan.
Akhirnya kami bertemu di sebuah senja yang muram. Langit saat itu tidak memberikan cerahnya, padahal ini adalah pertemuan pertama kami. Jalanan begitu lengang seolah memberikan kesempatan untuk saling menerka siapa orang yang akan ditemui. Waktupun menjadi tak bersahabat karena aku bosan menunggu.
Aku melihat kedatangan Wuri, dan aku tak pernah tahu mengapa hatiku mengatakan orang yang datang itu adalah kamu, padahal aku kamu tidak pernah bertemu sebelumnya. Kamu dengan rambut panjang yang tak begitu rapi, postur tubuh yang sempat aku bayangkan, kini tergambar jelas.
Kamu datang jauh-jauh dari luar kota hanya untuk sebuah pertemuan yang tak pernah direncanakan. Pertemuan yang hanya tercipta karena takdir yang telah menggariskan semua ini. Kami saling berjabat erat tanpa menyebutkan nama masing-masing. Ada gurat kegelisahan yang kamu bawa dari kota lahirmu.
Senja muram kami lewati bersama, berjalan beriringan tanpa banyak bercerita. Aku tahu kami sibuk dengan jalan pikiran masing-masing. Menerka-nerka tanpa mau bertanya. Entah apa yang ada dipikiranmu, yang pasti sosok kita tidak kabur setelah pertemuan itu.
Senja begitu saja meninggalkan hari tanpa kesan. Malam yang masih muda mengharuskan aku mengajakmu ke sebuah rumah makan. Setelah perjalanan jauh kamu pasti ingin beristirahat dan membuang lelahmu bukan?
Aku memilih tempat di pojokan. Kami duduk saling bersisian, tidak berhadapan. Menentukan pilihan menu yang ada, ternyata kesukaan kami berbeda. Aroma tubuhmu dapat aku rasakan, kamu menyimpan sesuatu yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Tentang hati yang diliput kerinduan akan seseorang.
Kami menikmati apa yang tersaji di meja. Kamu mulai menceritakan keluargamu. Aku tidak habis pikir mengapa ibu yang kamu ceritakan padaku. Ibu yang selalu mengelus-elus rambutmu saat kamu tidur kemudian meninggalkan kecupan kasih sayang di dahimu. Ibu yang kemudian selalu mendoakan kamu, ibu yang selalu kamu rindukan. Lalu kamu memintaku menceritakan perihal ibu. Aku tidak mau, tapi kamu memaksa. Akhirnya aku bercerita tentang sosok ibu yang jauh dari kehidupanku.
“Kamu tahu, aku tidak pernah merindukan kehadiran seorang ibu. Bagiku ibu hanyalah perantara Tuhan untuk menghadirkan aku ke dunia ini. Dulu aku pernah menginginkan sosoknya, namun semua itu hilang seketika. Bagiku ibu bukan siapa-siapa, sekarang ataupun nanti aku tidak akan pernah bermimpi bertemu dengan orang bernama ibu.”
Kamu kaget mendengar penjelasanku. Tapi tidak berusaha menyadarkan aku. Dan terima kasih tidak membicarakan masalah itu lagi. Kamu cukup mengerti dengan keadaanku saat itu. Lalu pembicaraan kita beralih pada hal seputar kota lahirmu. Yang masih ramai saat tengah malam.
Seperti sekarang, saat di mana aku merasakan keriuhan malam dengan purnama yang hiasi angkasa. Kesendirianku saat ini melambungkan berbagai pikiran, bagaimana kehidupanku nanti setelah kepergian ayah. Aku terbiasa hidup berdua dengan ayah, tapi sekarang tidak ada lagi orang yang dapat melumerkan semua gelisahku. Malam larut menghempaskan kembali kerinduanku pada ayah dan Wuri.
Aku meninggalkan tempat yang masih ramai ini, berjalan menuju utara entah kemana. Jalanan lengang tidak menerbitkan takut di kota kelahiran Wuri. Setelah kepergian Wuri, aku begitu ingin mendatangi kota lahirnya. Mencari sisa-sisa kenangan dalam batin Wuri yang tertinggal di hatiku.
Semakin ke utara yang kutemui hanyalah deretan cemara. Purnama tak terlihat tertutup ranting-ranting yang saling bercengkrama. Deru angin menggigilkan kulit membuat aku lebih merapatkan jaket yang aku kenakan. Bayangan Wuri semakin lekat dan tak dapat aku lepaskan dalam ingatanku.
Akhirnya aku sampai pada sebuah gerbang kokoh. Setelah masuk aku jumpai deretan-deretan nisan putih bertahtakan salib. Aku tak dapat mengendalikan langkahku, ada sebuah kekuatan yang dapat menggerakkan kaki-kakiku. Langkah semakin cepat tak dapat aku kendalikan. Deretan cemara semakin merimbun, gemerisik angin mengantarkan aku pada blok-blok makam yang teratur.
Kegelapan yang menghampar seperti menuntunku pada sebuah pusara. Ada Mawar putih tertancap di sana. Tepat di tiang salib yang dapat oleng jika angin kencang datang. Aku terpaku membaca nama di hadapanku. RIP. Wuri Wulandari. 13 Mei 1981-13 Mei 2003. Kutemukan pusara kekasihku setelah setahun lebih aku mencarinya. Kegelapan begitu saja menghalangi pandanganku tapi aku dapat melihat dengan jelas makam yang tidak terawat namun selalu dikunjungi. Mawar putih itu buktinya.
Aku rasakan kerinduan yang membadai itu mereda. Mungkin ini tempat singgah terakhirku di kota lahir Wuri. Kota yang menenggelamkan aku pada kedukaan panjang untuk seorang perempuan yang aku cintai dan telah memberikan aku sebuah kebohongan yang manis.
“Datanglah ke kotaku dengan segenggam Sedap Malam.”
“Sedap Malam?”
“Ya, Sedap Malam. Kamu tahu aku menyukai bunga itu. Bunga yang selalu melumerkan kerinduanku pada kehadiran ibu. Kamu kangen pada ibumu?”
“Tidak. Eh, ya…”
“Aku tunggu kehadiranmu.”
Percakapan terputus begitu saja, menggantungkan pertanyaan dalam benakku. Mengapa harus Sedap Malam dan bukan bunga lain. Kini di hadapanku Mawar putih tertancap di pusara Wuri. Siapakah yang selalu datang kemari? Dan kebohongan apalagi yang ditinggalkan Wuri setelah satu tahun kematiannya.
Setelah menghaturkan serangkaian doa aku meninggalkan makam Wuri dan keluar dari kompleks pemakaman yang diliput kegelapan. Rasa gamang menyertai langkahku. Mungkinkah Wuri melihat kepergianku? Yang pasti kedatanganku ke kota ini telah mengukuhkan sebuah kecintaan terhadap seorang perempuan yang tidak dapat aku ungkap tabir misterinya.
Esoknya, sebelum kembali menuju kota asal, aku kembali ke pemakaman. Suasananya tak jauh berbeda dengan malam hari. Mawar putih itu telah layu tersengat matahari.
“Wuri aku datang memenuhi keinginanmu. Mendatangi kota lahir dan membawa segenggam Sedap Malam untukmu.” Aku letakkan buket Sedap Malam di pusara Wuri yang kering. Lalu bergegas meninggalkan tanah merah itu diiringi hembusan angin yang mengantarkan aroma Sedap Malam.
Kehidupanku dibangun oleh kebohongan yang dibentuk orang-orang sekitarku. Keluargaku, teman, sahabat, bahkan kekasihku sendiri. Hingga aku merasakan sulitnya bernapas menjalani kehidupan tanpa sesiapa. Semoga aku tidak menemukan kebohongan-kebohongan baru dalam kehidupanku selanjutnya. Semoga saja.
Dimuat di Tabloid Cempaka, Edisi 15-21 Februari 2007
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar