Selasa, 07 Oktober 2008

Cerita Tentang Kebohongan yang Tak Terungkap

Dian Hartati*

Menyaksikan kecantikan purnama di tengah kota bersama beribu-ribu orang tak dikenal merupakan peristiwa langka. Saat ini tubuhku sedang dihantui perasaan gelisah yang membadai. Kedukaan yang aku terima terus-menerus menimpa diriku. Setelah kepergian Wuri untuk selama-lamanya, disusul dengan kepulangan Ayah menuju dunia abadi.

Padanya kutemukan kecantikan yang begitu memesona. Dirautnya selalu kutemukan senja yang memerah purba. Ada bayangan ibu dalam tubuh yang senantiasa dapat aku peluk sepanjang malam (ibu yang tak pernah singgah di kehidupanku). Kisah yang mengantarkan aku pada kenangan masa kecil. Permainan petak umpet yang selalu membuat aku tertidur dalam persembunyian, lalu bermimpi bertemu dengan nenek yang entah aku lupa wajahnya kini.

Selalu letupan amarah mereda ketika aku memandang syahdu wajahnya. Matanya selalu mengantarkan aku pada cakrawala dunia yang maha luas. Hidungnya dapat menggiring seluruh ragaku menemui jejak-jejak petilasan yang telah ditinggalkan kakek saat menyisir hutan dalam perjuangannya. Bibirnya selalu mengundang aku menghilangkan dahaga, asa kehidupan yang selalu membuatku bermuram durja.

Kecantikan yang begitu jemawa hingga menjadikannya kekasihku. Melupakan semua beban hidup dan selalu menaruh harapan pada sosoknya. Bersamanya seringkali kudapati peluang hidup yang lebih baik. Kata bijak yang selalu diutarakan padaku memberi harapan baru. Hidup selalu memilih perjuangan untuk tetap ada, begitu katanya ketika aku tidak dapat berpikir realistis menghadapi lingkungan sekitarku. Namun ­­__entah mengapa­­__ rasa kecewa selalu menemani langkahku.

Aku merindukan kedatangan Wuri malam ini. Entah, aku tak pernah tahu mengapa rasa rindu itu tiba-tiba datang, membadai, bergulung-gulung dan memecah keheningan malam. Rindu yang menempati ruang-ruang istimewa dalam hatiku. Rindu yang tak dapat ditawarkan oleh apapun termasuk cinta. Kerinduan yang misterius.

Kini hanya pekat malam yang menemani tubuh tawarku. Ada semacam firasat Wuri akan datang dan kemudian singgah, tidak untuk sementara. Dingin yang kemudian teraba oleh kulit yang terbungkus jaket. Perjalanan rinduku baru saja dimulai.

Waktu telah menyeret aku pada bentangan luas yang tak pernah kuduga. Bayang-bayang masa lalu begitu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi diriku yang ingin keluar dari kenangan buruk. Kenangan yang dipecutkan waktu, lalu melukai sudut hatiku. Telah banyak kebohongan yang aku terima dari sebuah kecintaan. Kebohongan yang kemudian memunculkan dendam dalam hatiku dan terus terang aku ingin membalas semua rasa sakit ini.

Pada waktunya kelak akan aku bangun sebuah tempat yang di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang dapat menawarkan berbagai rasa. Simpati, kesukaan, cinta, kesedihan, rindu, kelengangan, kesumat, bahkan dendam pun akan lebur dalam ruangan itu.

Sejak awal perkenalan, ternyata Wuri telah memberikan banyak kebohongan, lalu dengan sempurna mulai mengoyak-ngoyakkan hati yang tak pernah terluka sekalipun. Dan aku tidak pernah tahu bahwa aku telah ditipu oleh perasaan yang begitu aku nikmati.

Hubungan ini memang tak dapat terdefinisikan. Hanya ada kisah yang samar namun selalu berkembang meramaikan taman-taman hati. Merekahkan jiwa yang dibalut ketiadaan. Sebuah asmara selalu merindukan pertemuan.

Akhirnya kami bertemu di sebuah senja yang muram. Langit saat itu tidak memberikan cerahnya, padahal ini adalah pertemuan pertama kami. Jalanan begitu lengang seolah memberikan kesempatan untuk saling menerka siapa orang yang akan ditemui. Waktupun menjadi tak bersahabat karena aku bosan menunggu.

Aku melihat kedatangan Wuri, dan aku tak pernah tahu mengapa hatiku mengatakan orang yang datang itu adalah kamu, padahal aku kamu tidak pernah bertemu sebelumnya. Kamu dengan rambut panjang yang tak begitu rapi, postur tubuh yang sempat aku bayangkan, kini tergambar jelas.

Kamu datang jauh-jauh dari luar kota hanya untuk sebuah pertemuan yang tak pernah direncanakan. Pertemuan yang hanya tercipta karena takdir yang telah menggariskan semua ini. Kami saling berjabat erat tanpa menyebutkan nama masing-masing. Ada gurat kegelisahan yang kamu bawa dari kota lahirmu.

Senja muram kami lewati bersama, berjalan beriringan tanpa banyak bercerita. Aku tahu kami sibuk dengan jalan pikiran masing-masing. Menerka-nerka tanpa mau bertanya. Entah apa yang ada dipikiranmu, yang pasti sosok kita tidak kabur setelah pertemuan itu.

Senja begitu saja meninggalkan hari tanpa kesan. Malam yang masih muda mengharuskan aku mengajakmu ke sebuah rumah makan. Setelah perjalanan jauh kamu pasti ingin beristirahat dan membuang lelahmu bukan?

Aku memilih tempat di pojokan. Kami duduk saling bersisian, tidak berhadapan. Menentukan pilihan menu yang ada, ternyata kesukaan kami berbeda. Aroma tubuhmu dapat aku rasakan, kamu menyimpan sesuatu yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Tentang hati yang diliput kerinduan akan seseorang.

Kami menikmati apa yang tersaji di meja. Kamu mulai menceritakan keluargamu. Aku tidak habis pikir mengapa ibu yang kamu ceritakan padaku. Ibu yang selalu mengelus-elus rambutmu saat kamu tidur kemudian meninggalkan kecupan kasih sayang di dahimu. Ibu yang kemudian selalu mendoakan kamu, ibu yang selalu kamu rindukan. Lalu kamu memintaku menceritakan perihal ibu. Aku tidak mau, tapi kamu memaksa. Akhirnya aku bercerita tentang sosok ibu yang jauh dari kehidupanku.

“Kamu tahu, aku tidak pernah merindukan kehadiran seorang ibu. Bagiku ibu hanyalah perantara Tuhan untuk menghadirkan aku ke dunia ini. Dulu aku pernah menginginkan sosoknya, namun semua itu hilang seketika. Bagiku ibu bukan siapa-siapa, sekarang ataupun nanti aku tidak akan pernah bermimpi bertemu dengan orang bernama ibu.”

Kamu kaget mendengar penjelasanku. Tapi tidak berusaha menyadarkan aku. Dan terima kasih tidak membicarakan masalah itu lagi. Kamu cukup mengerti dengan keadaanku saat itu. Lalu pembicaraan kita beralih pada hal seputar kota lahirmu. Yang masih ramai saat tengah malam.

Seperti sekarang, saat di mana aku merasakan keriuhan malam dengan purnama yang hiasi angkasa. Kesendirianku saat ini melambungkan berbagai pikiran, bagaimana kehidupanku nanti setelah kepergian ayah. Aku terbiasa hidup berdua dengan ayah, tapi sekarang tidak ada lagi orang yang dapat melumerkan semua gelisahku. Malam larut menghempaskan kembali kerinduanku pada ayah dan Wuri.

Aku meninggalkan tempat yang masih ramai ini, berjalan menuju utara entah kemana. Jalanan lengang tidak menerbitkan takut di kota kelahiran Wuri. Setelah kepergian Wuri, aku begitu ingin mendatangi kota lahirnya. Mencari sisa-sisa kenangan dalam batin Wuri yang tertinggal di hatiku.

Semakin ke utara yang kutemui hanyalah deretan cemara. Purnama tak terlihat tertutup ranting-ranting yang saling bercengkrama. Deru angin menggigilkan kulit membuat aku lebih merapatkan jaket yang aku kenakan. Bayangan Wuri semakin lekat dan tak dapat aku lepaskan dalam ingatanku.

Akhirnya aku sampai pada sebuah gerbang kokoh. Setelah masuk aku jumpai deretan-deretan nisan putih bertahtakan salib. Aku tak dapat mengendalikan langkahku, ada sebuah kekuatan yang dapat menggerakkan kaki-kakiku. Langkah semakin cepat tak dapat aku kendalikan. Deretan cemara semakin merimbun, gemerisik angin mengantarkan aku pada blok-blok makam yang teratur.

Kegelapan yang menghampar seperti menuntunku pada sebuah pusara. Ada Mawar putih tertancap di sana. Tepat di tiang salib yang dapat oleng jika angin kencang datang. Aku terpaku membaca nama di hadapanku. RIP. Wuri Wulandari. 13 Mei 1981-13 Mei 2003. Kutemukan pusara kekasihku setelah setahun lebih aku mencarinya. Kegelapan begitu saja menghalangi pandanganku tapi aku dapat melihat dengan jelas makam yang tidak terawat namun selalu dikunjungi. Mawar putih itu buktinya.

Aku rasakan kerinduan yang membadai itu mereda. Mungkin ini tempat singgah terakhirku di kota lahir Wuri. Kota yang menenggelamkan aku pada kedukaan panjang untuk seorang perempuan yang aku cintai dan telah memberikan aku sebuah kebohongan yang manis.

“Datanglah ke kotaku dengan segenggam Sedap Malam.”
“Sedap Malam?”
“Ya, Sedap Malam. Kamu tahu aku menyukai bunga itu. Bunga yang selalu melumerkan kerinduanku pada kehadiran ibu. Kamu kangen pada ibumu?”
“Tidak. Eh, ya…”
“Aku tunggu kehadiranmu.”

Percakapan terputus begitu saja, menggantungkan pertanyaan dalam benakku. Mengapa harus Sedap Malam dan bukan bunga lain. Kini di hadapanku Mawar putih tertancap di pusara Wuri. Siapakah yang selalu datang kemari? Dan kebohongan apalagi yang ditinggalkan Wuri setelah satu tahun kematiannya.

Setelah menghaturkan serangkaian doa aku meninggalkan makam Wuri dan keluar dari kompleks pemakaman yang diliput kegelapan. Rasa gamang menyertai langkahku. Mungkinkah Wuri melihat kepergianku? Yang pasti kedatanganku ke kota ini telah mengukuhkan sebuah kecintaan terhadap seorang perempuan yang tidak dapat aku ungkap tabir misterinya.

Esoknya, sebelum kembali menuju kota asal, aku kembali ke pemakaman. Suasananya tak jauh berbeda dengan malam hari. Mawar putih itu telah layu tersengat matahari.

“Wuri aku datang memenuhi keinginanmu. Mendatangi kota lahir dan membawa segenggam Sedap Malam untukmu.” Aku letakkan buket Sedap Malam di pusara Wuri yang kering. Lalu bergegas meninggalkan tanah merah itu diiringi hembusan angin yang mengantarkan aroma Sedap Malam.

Kehidupanku dibangun oleh kebohongan yang dibentuk orang-orang sekitarku. Keluargaku, teman, sahabat, bahkan kekasihku sendiri. Hingga aku merasakan sulitnya bernapas menjalani kehidupan tanpa sesiapa. Semoga aku tidak menemukan kebohongan-kebohongan baru dalam kehidupanku selanjutnya. Semoga saja.

Dimuat di Tabloid Cempaka, Edisi 15-21 Februari 2007

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae