Javed Paul Syatha
Adalah Wisata Bahari Lamongan; disana ada hotel yang cukup sederhana untuk para pengunjung yang berdatangan atau sekedar ingin melepas lelah di tepi pantai beberapa waktu, meski sederhana, banyak orang bersepakat bahwa hotel itu cukup nyaman untuk dihuni. Ia terletak pada suatu ketinggian antara laut dan pusat pariwisata kota Lamongan: bagian utama terdiri dari tiga lantai dan ada sayap tambahan yang hanya satu lantai. Sebagian dari kamar-kamar menghadap ke arah laut yang memberikan pandangan indah kepada kota yang terletak sebagai cawan di pantai utara itu.
Sauqi berdiri di jendela kamar hotelnya di lantai dua sembari memperhatikan lampu-lampu yang gemerlapan di beberapa wilayah laut. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, sebagaimana selalu terjadi pada bagian perjalanan masa. Ada perubahan warna yang ditimbulkan matahari dan yang memantul ke langit, kemudian awan yang datang berarak memberikan lanskap yang menggetarkan.
Ia berdiri gamang, merenungkan apa yang akan dikerjakan sesudah itu. Ia datang dari Jogjakarta satu hari yang lalu dalam kedudukan sebagai seorang penulis. Ia datang ke Lamongan atas undangan Rodli, seorang novelis yang mempunyai kepentingan dalam bidang yang sama yang sedang dijalani Sauqi, Rodli sedang lounching novel perdananya berjudul Dazadlove yang akan diseminarkan beberapa hari lagi di Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan, dengan pembicara muda Imanuel ISA juga Sauqi tentunya.
Tempat itu hanya berjarak satu kilo saja dari posisi dimana Sauqi sekarang menginap. Sauqi memenuhi undangan Rodli karena ia memerlukan perubahan suasana. Ia menghadapi suatu keadaan yang tiba-tiba dan mencemaskan. Ia musti mengambil keputusan yang sulit mengenai orang terdekatnya. “Anarose”. Untuk itu ia perlu meninggalkan Jogjakarta, jedah sejenak di tanah kelahirannya yang sudah hampir tiga tahun ditinggalnya, hampir saja ia melupakan betapa lezatnya semangkok soto atau betapa sedap tahu campur yang hampir tiap sore dulu ia santap sebagai menu wajib hari-harinya.
Ia kembali merenungkan apa sesungguhnya yang telah terjadi, perasaan cinta yang sungguh-sungguh dijaga terhadap Anarose sekarang dirasakan begitu asing. Ah, perasaan inilah yang selalu memenuhi ruang batin dan angannya saat ini.
Ia beranjak dari jendela menuju meja kamar yang jaraknya hanya beberpa langkah saja, sambil menenangkan jiwa yang mulai letih, Sauqi meraih Nokia biru muda bertipe 2100 yang ada di samping kanan letak duduknya di antara tumpukan buku yang beberapa waktu lalu ia terbitkan, keempat-empatnya bersampul biru muda “warna favoritnya”, bertitel; Tanpa Syahwat, Interlude di Remang Malam, Dunia Kecil Panggung & Omong Kosong dan Waktu di Pesisir Utara. Tampak juga beberapa buku berserak disana tak terkecuali Dazedlove. Sauqi memutuskan untuk mengirim pesan singkat lewat SMS kepada sahabat kecilnya dahulu:
“haris, aku di pelataran hatimu
ada kangen menyusup raga”
…
“selamat datang di kota sua abadi duhai kerinduanku
tapi maaf aku sekarang di “walhi” surabaya bersama
kekasih-kekasihku. ha.. ha.. ha...”
Di bawah jendela kamar tidurnya tepat di lantai dua itu, Sauqi menemukan cerita yang begitu indah, seperti ia telah menemukan dirinya kembali; jendela yang langsung menghadap laut itu seperti bercerita tentang suatu perjalanan panjang. “miniatur itu seperti aku pernah melihatnya! Yap 12 tahun silam aku dan keluarga saat Ziarah Wali Songo. Tidak salah lagi” seperti sejenak Sauqi telah melupakan kisah cinta yang menindihnya. Ia merasa seolah-olah dimasa lampau anjungan itu pernah digenangi mutiara hikmah. Ya, bersama keluarganya sesaat di wisata budaya religius itu hampir disetiap waktu selalu dipenuhi para peziarah yang datang dari segala penjuru.
Tiba-tiba ia tersadar dari lamunan panjangnya, seseorang telah mengetuk pintu kamarnya dengan lembut. Sementara Sauqi melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 19.30. Wib. Belum begitu malam pikirnya untuk menerima tamu.
Ia bangkit perlahan beranjak menuju pintu. Walaupun ia menyukai Lamongan dan penduduknya, dari pembawaannya yang kalem bahkan melankolis Sauqi adalah tergolong orang yang hati-hati dan tak ingin membukakan pintu bagi orang yang sama sekali tak dikenalnya. Hal itu dilakukan hanya semata-mata untuk menjaga keselamatan dirinya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu setiap tamunya yang datang berkunjung pasti akan melalui petugas hotel dan petugas itu akan menelponnya dulu ke kamar hotel apa tamu itu diperbolehkan datang langsung ke kamarnya atau tidak.
Ketukan terdengar kembali, dengan perlahan ia membukakan pintu. Seorang pelayan hotel sudah berdiri di depannya dengan penuh hormat.
“Assalamu’alaikum” ia mengucap salam dengan sopan.
“Waalaikumsalam, ada apa Mas?”
“Maaf ada seorang wanita di lantai bawah, ingin bertemu dengan anda”
“Dia mengatakan namanya?” tanyanya penasaran.
“Tidak” pelayan hotel itu nampak agak bingung sambil matanya bermain sedikit banal “Ia datang kepada saya dan Dia akan membayar saya kalau datang ke atas dan meminta anda turun untuk menemuinya di mini resto. Mas datang ya!?”.
Sauqi memandangi pelayan itu dengan rasa ragu. Apakah bijaksana menemui seseorang yang telah membayar pelayan tanpa melalui petugas resepsionis juga tanpa menyebut namanya. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan di balik itu semua?.
“Jika Mas tidak datang, orang itu akan marah sekali kepada saya, dan saya akan sangat malu. Mohon Mas!” pelayan itu menghibah.
Sauqi tahu bahwa pelayan itu menginginkan uang yang ditawarkan orang yang mengaku tamunya itu. Dan bagaimana ia bisa sampai hati menolak permintaan pelayan itu? Toh ia tidak akan kehilangan apa-apa. Tak ada seorangpun yang akan berani mengganggunya di tengah kerumunan orang yang begitu banyak di mini resto, dimana hampir setiap malam sebuah pertunjukan teater sederhana mengadakan pertunjukan disana. Apalagi hanya seorang wanita.
“Saya akan memenuhi panggilan itu” katanya sambil sedikit senyum yang dipaksakan. Wajah pelayan itu cerah seperti baru saja terlepas dari perangkap harimau.
Sauqi mengikuti pelayan kecil itu menuju tangga. Seperti biasa dibeberapa sudut hotel itu penerangannya tampak remang-remang, namun demikian wajah pengunjung yang menduduki kursi-kursi di sekeliling panggung dimana sekelompok anak teater tengah mementaskan cerita-cerita lucu dan nyanyian-nyanyian romantis yang sedikit dengan sentuhan erotik, wajah mereka dapat dikenali dengan mudah.
Seperti sudah terpetakan, dengan lincah pelayan kecil itu megantar Sauqi berjalan di tengah-tengah para pengunjung menuju suatu sudut paling jauh dari pintu. Ia berhenti pada suatu meja dan memastikan apakah tamu pesanan wanita itu masih mengikutinya di belakang. Seketika Sauqi terkejut sekali, ia seperti menahan nafas yang berat ketika melihat seorang wanita yang duduk di kursi itu. Ia hampir saja berbalik arah dan kembali ke kamarnya. Jantungnya berdegup kencang.
“Barangkali dia bukan Anarose, bisa saja orang lain yang mirip dengannya” Sauqi mencoba menenangkan diri. Pada saat itu pelayan yang membawanya sedang berbicara dengan nada yang sedikit dipelankan kepada wanita yang duduk sendirian di hadapannya sambil jarinya menunjuk ke arah Sauqi yang sedang galau berdiri di sampingnya dan hanya beberapa jarak saja. Pelayan hotel itu lantas pergi setelah mendapat upah dari wanita yang telah menyuruhnya dan mempersilahkan Sauqi untuk duduk di kursi yang terbungkus kain putih yang telah tersedia di hadapannya.
“Bagaimana kabarmu Mas?” sapa wanita itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Sauqi.
“Alhamdulillah aku sehat”
“Aku mencarimu Mas”
“Aku hanya butuh waktu sejenak untuk menenangkan pikiran”
“Tapi kenapa Mas tidak memberiku kabar?”
“Aku hanya tidak ingin mengganggu ketenanganmu An”
Mereka terdiam sejenak menyelami pikiran masing-masing. Dalam pertemuan ini sebenarnya Sauqi-lah yang benar-benar merasa tersakiti.
Beberapa waktu lalu Anarose; wanita yang telah dinikahinya tiga minggu silam itu telah berterus terang bahwa dia tidak sanggup melupakan kekasih lamanya. Terlebih setelah pernikahan yang dijodohkan kedua orang tua mereka itu tidak didasari dengan rasa cinta yang kuat, hanya perasaan saling mengerti akan kehendak orang tua saja. Sejak saat itulah Sauqi benar-benar kecewa dan ingin meninggalkan Anarose.
“Aku minta maaf” Anarose mencoba meraih tangan kiri Sauqi dengan lembut namun dia menolaknya, dan Anarose sangat mengerti tentang sikap itu.
Keadaan semakin beku, Sauqi mengambil sebatang Country dari saku jaket kulitnya yang kumal kemudian menyulutnya berlahan, hal demikian memang sering dilakukan oleh Sauqi apabila mengalami kebuntuan atau suntuk dalam menghadapi suatu masalah.
Terlintas kemudian di benak Sauqi untuk memanggil seorang pelayan; sekedar memesan secangkir kopi pahit untuk menghangatkan tubuhnya yang mulai disergap dingin, juga teh hangat untuk Anarose. Atau hanya semacam ekspresi ganjil untuk menenangkan pikiran yang mulai kalut.
***
Di atas panggung sebuah lagu Ketika Semua Harus Berakhir terdengar lirih, lagu yang di populerkan kelompok Band Naff itu terasa menusuk dalam dada.
“Ok. Ini persembahan terakhir kami malam ini, sebuah pembacaan puisi oleh Sastrawan asli Lamongan; kita sambut Nurel Javissyarqi”. Penonton sangat antusias sekali menyambut pembacaan puisi itu. Lampu dimatikan sejenak, kemudian meremang dan tiba-tiba Sastrawan itu sudah berada di tengah-tengah pentas, suasana hening sejenak dan puisi pun dibacakan dengan suara dan ekspresi yang menyihir semuatamu yang hadir. Tak terkecuali Sauqi dan Anarose yang saat itu sedang dalam kecamuk batin.
jangan kaubilang
aku tak mencegatmu
di gerbang halaman
saat kau tanpa pamit
ingin berjalan-jalan, menengok
gebyar di luaran
tahulah,
tak ada ruang lagi di dada
bahkan bagi diriku sendiri
—tuk mengungkapkan hak—
lidah telah dipatahkan cinta
dan apalah tuah kata
jika hanya jadi pagar
yang kau ingin lompat
kau terjang
maka, bersukalah
—cukup bagiku, kau—
dengan sebuah rumah di dada
pelindung panashujan
gebyar di luaran.1
“Puisi yang kedua; ini puisi yang terakhir berjudul Lamongan” ujar Sastrawan itu kepada puluhan tamu yang ada di hadapannya.
lewat celah cakrawala
aku telah membuka
matahari
terlelap diantara rumahrumah sunyi
dengan burung gagak di atasnya.
ohoi,
namai kesaksian ini atas waktu
hampir mati
genggam menuju entah;
pada seluruh ruang sublim bagi jiwa
bagi kemungkinan terburuk sekalipun.
ada yang mengintai di halaman rencana
mengurai isyaratisyarat kelicikan
namun esok, kita musti merebut sekali lagi
kenyataan lamongan ini
yang lunglai menangisi tahuntahun
kecemasan.
“Maaf saya tidak membacakan puisi cinta malam ini, tapi yakinlah bahwa cinta akan selalu ada di hati kita karena cintalah yang memilih kita dan menjadikan kita ada. Terima kasih”.
Sebuah penutup yang indah dari Sastrawan tersebut dan pertunjukan pun diakhiri dengan tepuk tangan yang riuh dari semua penonton yang hadir. Mungkin akhir yang estetis untuk kemudian dibawah dalam ruang istirah yang panjang menjelang tidur. Tapi tidak bagi sepasang suami istri yang dihadapannya sedang membentang jurang yang curam. Digenap 40 hari usia pernikahannya nanti mereka telah bersepakan untuk mengakhiri ikatan pernikahannya di meja Pengadilan Negeri Lamonagn; sehari sebelum bedah buku Dazedlove digelar.
***
Malam beranjak kelam, angin laut seakan berdesir mendesak raga. Sauqi mencium kening Anarose dengan mata tertutup; ciuman yang sama seperti saat setelah akad nikah dikobulkan tapi kali ini ciuman itu untuk yang terakhirkalinya. Lantas mereka menangis dalam ketidakberdayaan dalam diam yang luka.**
Lamongan, 2008
1Sajak AS. Sumbawi berjudul “Jangan Kau Bilang” dalam Antologi Absurditas Rindu, SastraNesia 2006.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 07 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar