Senin, 09 Agustus 2021

Bokor Hutasuhut, “Penakluk Ujung Dunia”

Damiri Mahmud
harian.analisadaily.com
 
BOKOR Hutasuhut lahir di Balige, 2 juni 1934. Pernah Redaktur kebudayaan majalah Waktu, Medan. Sekretaris Yayasan Sastra (penerbit majalah Sastra). Sekretaris Jenderal KKPI (Konperensi Karyawan Pengarang Indonesia). Dia penanda tangan Manifes Kebudayaan. Novel-novelnya adalah Pantai Barat, Tanah Kesayangan dan Penakluk Ujung Dunia.
 
Novel Penakluk Ujung Dunia, narasi yang menggunakan teknik alur maju atau menanjak. Pautan peristiwanya dijalin oleh hubungan, baik secara temporal maupun hubungan kausal. Walaupun untuk menguatkan sesuatu atau bagian peristiwa tertentu juga menggunakan flashback, namun dia digunakan untuk menerangjelaskan suatu masalah yang sedang dihadapi sehingga menjadi jelas.
 
Alur novel ini, dapat dikatakan masuk dalam kategori alur longgar (loose plot), dalam arti jalinan peristiwa yang kurang padu, sehingga memungkin satu-dua peristiwa atau bab masih bisa dikurangi atau ditiadakan. Kekurangpaduan itu juga, adanya beberapa bab. Terasa kurang didramatisasi atau kurang pelukisan situasi dan dialog, tapi lebih kepada fokus sudut pandang pengarang yang bahkan menempatkan diri sebagai omniscient point of view.
 
Hal ini terlihat dengan jelas di hampir seluruh bab. Keterangan pengarang yang bertindak sebagai narator atau pencerita, jauh lebih dominan. Bandingkan dengan dialog dan tindakan, sehingga karakter tokoh kurang berkembang.
 
Sebagai penyeimbang, kelihatan pengarang sangat memahami masalah. Mengenal serta menguasai setting, sehingga selalu sesuatu peristiwa atau suasana seperti benar-benar terjadi di depan mata. Terutama latar tempat kejadian dan suasana alam yang dipaparkan kepada kita. Boleh jadi akan sangat membosankan, di tangan pengarang terasa menarik untuk diamati. Novel ini terdiri sembilan bab yang resume kronologisnya, kita paparkan sebagai berikut.
 
Bab pertama mengisahkan peristiwa Raja Panggonggom, sedang mengumpulkan seluruh pembesar marga untuk berkumpul di pusat kampung. Mereka membahas masalah pertikaian dengan marga lain. Bermula de­ngan terbunuhnya anggota marga Amani Boltung dalam rebutan aliran air di sawahnya.
 
Ronggur, seorang pemuda, mengusulkan supaya dicari akar masalahnya. Tanah persawahan telah semakin sempit sehingga perlu dicari daerah baru dengan mengarungi sungai Titian Dewata. Usulnya ditolak, karena tidak masuk akal para pengetua. Sungai Titian Dewata berakhir ke ujung dunia tempat roh mereka dikembalikan ke Mula Jadi na Bolon, sama sekali bukan daerah subur sebagaimana yang dibayangkan oleh Ronggur. Musyawarah sepakat untuk mengumumkan perang ke marga yang telah mencoreng arang ke kening mereka.
 
Marga Ronggur kemudian menyerang marga yang membunuh Amani Boltung dan mendapat kemenangan. Ronggur sendiri berperan aktip bahkan menyelamatkan nyawa Raja Panggonggom serta dapat menawan putri Raja Nabegu. Sebagai balas jasa, Ronggur diangkat sebagai Raja ni Huta (Muda) yang menguasai tanah bekas yang dikuasai marga yang ditaklukkan.
 
Pengorbitan Ronggur yang tanpa cacat-cela, terasa kurang meyakinkan. Lukisan dan tindakan protagonis yang terasa tidak bergerak sendiri, tapi dikendalikan oleh pengarang. Kurang dideskripsikan bagaimana keadaan marga yang kalah dan bagaimana pula marga yang menang memperlakukan mereka. Keadaan kebanyakan kita perdapat dari keterangan pengarang.
 
Pada bab kedua diceritakan perlakuan Ronggur yang baik terhadap Tiur dan rencananya untuk memerdekakan. Ke­inginannya, kuat untuk memulai perjalananan mengharungi Sungai Titian Dewata. Di sini terungkap, ayah Ronggur sebelumnya pernah mengharungi sungai. Niatnya sama bersama bekas Datu Bolon Gelar Guru Marsahit Lipan, namun tewas digulung arus sementara sang datu selamat. Bab ini akan lebih menarik apabila masalah perbudakan yang disinggung tidak semata diterang­kan tapi lebih dideskripsikan.
 
Bab tiga, Ronggur bersama Tio memulai pekejaan membuat perahu yang mencari bahannya jauh di dalam hutan. Dalam bab ini terlihat penguasaan pengarang terhadap latar yang menghidupi cerita. Terkuak pula rencana masing-masing marga memperebutkan hutan untuk memperluas wilayah dan persawahan. Masalah ini misalnya diungkap pengarang secara lebih meluas akan cukup menarik karena hal itu cu­kup relevan, hingga ke hari ini.
 
Dalam bab empat rencana keberangkatan Ronggur dibahas dalam rapat lengkap. Di sini dipertentangkan dua karakter yang saling menyala: kubu rasional yang diwakili oleh Ronggur dan kubu irrasional oleh pihak kerajaan dan masyarakat umumnya. Ronggur tetap pada pendiriannya walaupun dia dikutuk dan dikeluarkan dari silsilah marga. Dalam bab ini menyentuh hati respons ibu Ronggur yang sudah renta di mana dia memberikan sugesti sebagai ibu yang tabah meskipun dia akan memanggung resikonya.
 
Bab lima Ronggur berangkat ditemani Tio dan anjingnya. Diantar oleh ibunya dan bekas datu, sementara kerajaan dan masyarakat dilarang untuk memberikan perhatian. Di sini ada renungan Tio yang menarik tentang arti kemerdekaan untuk diri yang menjadi motivasinya untuk ikut. Lebih meyakinkan lagi kalau renungan itu diuraikan dengan jalan pikiran Tio sendiri tanpa harus diken­dalikan oleh pengarang.
 
Dalam bab ini muncul tokoh yang menarik, Lolom. Dia mau ikut meski dengan niat dan motivasi yang bertolak belakang. Lolom adalah sosok dari kelompok marjinal dan berada di luar sistem kemasyarakatan dan kerajaan. Seorang penjudi kelas berat namun punya watak jujur dan terus terang. Kenapa keinginannya ditolak Ronggur? Saya membayangkan sekiranya dia ikut serta, novel ini tidak sekedar linear dan hitam putih. Dengan adanya sebuah ironi dan seolah stigma, menurut hemat saya novel akan lebih berkembang da­lam kerumitan dan variasi yang lebih menarik. Penolakan ini juga terasa sebuah romantisisme terhadap sesuatu yang dianggap ideal dan tak boleh dicemari dan digangu-gugat.
 
Dalam petualangan ini muncul renungan filosofis dan peng­amatan alam yang cukup dikuasai pengarang, sehingga mengurangi kemonotonan. Dalam kelelahan, dan ketakutan serta putus asa dalam diri Tio, dia dimerdekakan, yang menghidupkan kembali harapannya.
 
Pada bab enam, karena tak tahan dengan arus yang menggila, perjalanan diteruskan dengan jalan darat menembus hutan dan bukit. Di sini mereka bertemu dengan fenomena yang aneh. Ternyata matahari. Kemudian mereka menjumpai air terjun, yang dipercayai selama ini sebagai ujung dunia tempat arwah nenek moyang tersimpan.
 
Dalam bab tujuh, mereka kem­bali meneruskan perjalanan dengan berperahu karena ternyata hilir air terjun terus mengalirkan sungai-sungai. Di sini menemukan air pasang dan danau tak bertepi (laut). Ini daerah impi­an mereka. Mereka lalu bertani dan mendapatkan seorang anak.
 
Bab delapan perjalanan pulang ke kampung halaman mem­beritakan keber­hasilan mereka. Ronggur sadar, menaklukkan alam jauh lebih mudah daripada mengubah kepercayaan yang telah berurat berakar.
 
Pada bab sembilan dipaparkan penolakan kerajaan marga atas temuan mereka. Diputuskan mereka dihukum mati. Pada saat yang genting mereka ditolong oleh orang-orang yang disisihkan dan melarikan diri kembali ke daerah baru yang menjanjikan. Masih diteruskan dengan pengejaran pasukan marga. Mereka dapat ditawan Ronggur. Sebagian kecil diutus kembali ke marga untuk mengikat perjanjian perda­maian. Diceritakan juga setelah itu, ramai para pendatang merambah jalan-jalan baru.
 
Di sini ada satu pertanyaan. Apakah inspirasi novel ini berupa imajinasi pengarang semata. Saya berkesimpulan, cerita ini telah hidup sebelumnya sebagai sastra lisan di tengah masyarakat Batak. Hal ini juga dibayangkan pengarang di halaman 30 ketika menyinggung peran ampangardang semacam awang batil atau pendidong, yang mewartakan wiracarita dari klan masing-masing.
 
Berhadapan dengan sastra lisan atau folklore kita akan selalu ber­temu dengan legenda dan mitos. Kedua ciri ini pun tampaknya sangat lekat terlihat dalam novel. Untuk kepentingan itulah, untuk keperluan melegendakan tokoh dan membangun mitos-mitos baru, adanya paparan dan narasi dalam bab delapan dan sembilan. Kesempurnaan tokoh hero tergambar tidak saja dalam keberhasilan pengelanaannya tapi juga dari kesuksesannya keluar dari hukuman dan kematian, meski didukung faktor kebetulan yang muncul di saat-saat yang genting. Ini menjadi bumbu yang sedap diulang-ulang oleh para ampangardang untuk mengorbitkan sebagai tokoh yang legendaris, di samping penemuan dan penamaan daerah baru yang memunculkan mitos-mitos yang menguatkan ketokohannya.
 
Satu hal yang perlu diingat, legenda dan mitos yang dipilih pengarang untuk dimunculkan dalam novelnya ini benar-benar terpilih.
***

http://sastra-indonesia.com/2017/09/bokor-hutasuhut-penakluk-ujung-dunia/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae