Minggu, 25 Juli 2021

Cerita Laki-laki Penguping

Isbedy Stiawan Z.S.
suarakarya-online.com
 
DI kompleks perumahan type 21 banyak hal bisa terjadi dan selalu berbau rakyat jelata. Berbeda dengan perumahan elite yang terkadang antartetangga tak saling kenal dan tak salingsapa, di perumahan type 21 sesama tetangga saling kenal dan kerap bersenda-gerau. Selain itu, sepertinya rahasia paling rahasia dalam satu rumah keluarga, tetangga lain cepat sekali mengetahuinya. Entah caranya bagaimana kabar yang terjadi dalam suatu rumah tangga bisa begitu cepat menyebar. Ibaratnya jarum jatuh di dalam rumah, tetangga paling ujung jalan akan tahu beritanya. Apatah lagi perabot rumah tangga ataupun lemari yang hancur karena suami-istri bertikai.
 
Sebagai warga di perumahan type 21 harus pandai-pandai menjaga perasaan. Kalau Anda gampang murah atau punya sifat dengki, jangan berangan-angan hendak menetap di sini. Sebab akan sakit sendiri dan mati! Bagaimana tidak, kalau sebentar-sebentar berang pada tetangga lantaran tetangga sebelah atau depan atau tetangga yang berada dapur menyetel radio, tape, maupun televisi dengan suara amat keras. Belum lagi jika kita bertetangga dengan ibu-ibu yang doyan berkaraoke dangdut.
Mau marah, lalu bilang: “Memangnya dunia ini milik anda, coba kecilkan suaranya. Saya pening, lagi skait gigi..”?
 
Kalau tetangganya tahu diri, ia akan memaklumi dan minta maaf sambil mengecilkan-bagus langsung mematikan-radio atau televisi dan berhenti berkaraoke. Tetapi, jika sebaliknya volumennya makin dikeraskan: a;amat bertikai terjadi. Belum lagi kalau dengki melihat tetangga yang membeli kulkas, motor, mobil, dan seterusnya. Timbul iri: “Ah, paling-paling dari hasil korupsi.”
 
Untunglang saya punya istri yang tidak suka keluar rumah mengobrol dengan tetangga. Istriku tak biasa ngerumpi, bahkan di tempat kerjanya pun ia tak suka berkongkow-kongkow. Maka begitu pulang kerja, ia akan memberesi rumah sebelum ia istirahat siang. Tetapi, istriku akan menjadi orang pertama yang berkunjung ke tetangga jika ia mendengar ada tetangga yang meninggal, sakit, maupun melahirkan. Itulah yang saya sukai, sekaligus membuat saya makin mencintainya. Sehingga hampir 20 tahun menempati rumah type 21 yang belum juga saya renovasi, kami belum pernah berselisih dengan tetangga.
 
Saya tak pernah mengusik tetangga, tapi akan saya beli jika ada tetangga yang menjual masalah dengan saya. Itu prinsif hidup saya berkerabat. Akan tetapi, kalau ada kesempatan untuk mengalah, lebih saya pilih berdamai saja. “Tak ada untungnya berselisih dengan tetangga. Memangnya kita hidup di hutan yang tidak memerlukan bantuan atau menolong,” ujar saya pada istri sebelum kami memutuskan mengambil rumah di kompleks perumahan ini.
 
Istri saya memaklumi. Karena itu ia sudah siap bertetangga. Saya juga memberi bayangan bagaimana hidup di komp;eks perumahan, seperti juga mereka yang hidup di rumah susun. Kalau mau hidup nyaman, ya tingga di kawasan atau perumahan elite. “Cuma jangan terlalu berharap tetangga akan membantu, kalau kita mendapatkan kesulitan. Bisa-bisa ketika rumah kita disatroni permapok, tetangga sebelah pun tak tahu sama sekali.”
 
Istri saya makin maklum. Seperti juga ia memaklumi tatkala tersebar gunjing bahwa keluarga saya dinilai tak bisa bertetangga. “Ibu Is itu kan tak mau bergaul dnegan kita karena dia orang kantoran. Kita dianggap tidak level. Mentang-mentang..”
“Ah, Ibu Is itu kan takut sama suami. Itu lo, katanya sih, Pak Is itu galak dan ringan tangan,” timpal ibu yang lain.
 
“Bukan cuma itu,” imbuh ibu lainnya. “Itu lo, Pak Is pencemburu, tak suka istrinya keluar rumah..”
 
“Memangnya kita-kita ini perempuan-perempuan genit. Bu Is itu yang..” Seorang ibu hendak menambahkan, tapi urung ia teruskan kalimat akhir tersebut.
 
Gunjingan itu saya tahu dari Masturi. Siapa Masturi? Inilah yang akan saya ceritakan kemudian..
 
MASTURI, suami Lasmi, tetangga yang menempati rumah di ujung Jalan Begal. Ia tak punya pekerjaan tetap, meski ia lulusan universitas negeri. Hidup sehari-seharinya bersama istri dan satu anaknya masih disubsidi oleh orang tua istrinya. Masturi lebih dikenal sebagai “Laki-laki Penguping” tinimbang namanya sendiri. Tidak sedikit dari kami justru tidak mengenal namanya, karena sudah terbiasa dengan julukannya itu.
 
Kenapa ia disapa dengan Laki-laki Penguping? Ceritnya, sebenarnya panjang, hanya intinya karena ia bisa menguping para istri saat mengobrol (tepatnya: ngerumpi) persis di dekat rumahnya. Ia tahu persis tanpa sedikitpun ia lupakan apa yang dikatakan para ibu rumah tangga di perumahan type 21. Masturi kemudian, awalnya, cuma untuk menghidupkan suasana saat kami-para suami-bergadang pada malam Minggu, atau sedang menyaksikan pertandingan bolasepak pada Piala Dunia, maupun sekedar bertemu usai rapat perkumpulan sukaduka tiga bulan sekali.
 
Saat itulah Masturi menceritakan tentang apa yang dicakapkan para ibu rumah tangga. Misalnya, dari soal apa yang dimasak pada hari itu, makan kesukaan suami masing-masing, atau sedang kesal pada suami disebabkan suaminya melirik dan memuji kecantikan perempuan. Sampai masalah ukuran serta warna BH dan celana dalam yang dipakai. “Ibu RT pernah cerita kalau suaminya justru menyukai buah dadanya yang besar,” kata Masturi sambil tertawa, dan diikuti oleh yang lain.
 
Masturi akan semakin asyik bercerita apabila disuguhi minuman alkohol. Cerita hasil menguping para istri itu akan makin seru, sehingga kami yang mendengar terbahak dan terpingkal-pingkal. Ibram, tetangga sebelah saya, yang juga tengah mabuk berat paling besar tertawanya, sampai-sampai matanya basah. Sepertinya aroma alkohol membuat Masturi kian “cerdas” mengumpulkan bahan lucu yang didapatnya saat mendengarkan para perempuan di perumahan berkumpul.
 
Ketika ditanya bagaimana cara ia menguping para perumpi, tanpa sungkan Masturi menjelaskan. Katanya, ia pura-pura mencuci piring di dekat garasi rumahnya yang tak memiliki mobil itu. Dari tempat itu ia jelas sekali mendengar percakapan para ibu rumah tangga tersebut. Kalau tak pura-pura sedang mencuci piring, sambil menyiram bunga ataupun membersihkan halaman rumah.
“Ibu memangnya tidak curiga, pak Masturi?” tanya Ibram masih terkekeh.
 
Ia menggeleng. “Perempuan dilahirkan untuk dibohongi laki-laki, dan istri ditakdirkan mudah dikibuli suami. Makanya suami lebih sering berselingkuh tapi tak pernah ketahuan dibanding istri karena laki-laki amat licik,” jawab Masturi dan kelopaknya matanya terpejam-pejam. Kami pun yang mendengar tertawa.
 
Masturi juga terkenal pandai melucu. Meski bahan lawakannya itu ia dapatkan dari menguping para ibu rumah tangga. Karena itu, jangan tersinggung apalagi emosi, kalau kami yang mendengar ceritanya kerap juga dijadikan bahan tertawaannya.
 
Karena itu pula, tak urung Masturi kami gelari sebagai laki-laki penguping. Dan, ia tak pernah tersinggung. Bahkan, gelar itu dengan bangga ia sematkan di antara namanya: Masturi Laki-laki Penguping yang disingkat jadi Masturi LP. Dari kebiasaan mencuri percakapan para istri itu, kemudian ia jadikan pencarian tak resmi untuk membeli rokok. Soalnya Masturi selalu kami butuhkan untuk menghidupkan suasana mengobrol saat begadang. Ia juga tanpa sungkan meminta rokok atau uang, jika kami hendak mendengar ceritanya.
 
“Mau bayar berapa, kali ini ceritanya lebih seru..” tantang Masturi.
 
“Apa dulu cerita yang kau dapat dari para istri itu? Jangan mengulang kisah yang sudah kami dengar..” ujar Ibram bersemangat. “Kalau seru aku siap memberimu sebungkus rokok Djoi Sam Soe, dan sebotol anggur!”
“Pasti baru dan seru!” potong Masturi. “Dua bungkus rokok bagaimana?
“Oke, sebungkusnya saya yang kasih!” kata pak Marwanto. “Dasar penjual cerita!”
“Lo, pengarang cerita di koran-koran saja dapat honor kalau tulisannya dimuat. Iya kan pak Is?” Masturi tak mau kalah sembari meminta pembenaran dariku. Aku hanya mengangguk.
 
Dari pekerjaan menceritakan apa yang didengar dari percakapan para ibu rumah tangga itu, Masturi tak lagi pening memikirkan untuk membeli rokok dan menikmati minuman alkohol. Ia cukup menyambangi para suami yang sedang mengobrol di depan rumah setiap malam Minggu atau seusai pertemuan anggota sukaduka yang biasa dilanjutkan kongkow hingga larut malam. Pada saat itulah Masturi muncul. Kalau tidak, ada yang diutus untuk menjemputnya.
 
Memang Masturi tak pernah berbohong. Ibarat pedagang ia akan selalu memuaskan pembeli. Baginya, seperti juga para pedagang bahwa pembeli adalah raja yang mesti dilayani dan dipuaskan. Maka tak pernah cerita yang dibawanya telah ia jual sebelumnya. Selalu ada yang baru dan selalu seru.
 
Tetapi, lama-lama kami curiga. Masturi sebenarnya memunyai kepadandaian bercerita, dan apa yang dia ceritakan kepada kami itu bukan seluruhnya ia peroleh hasil mencuri percakapan para istri di perumahan kami. Alasan kecurigaan kami, disebabkan tidak setiap para ibu rumah tangga bertemu akan bercerita seperti apa yang diungkapkan Masturi pada kami. Pasti ada juga yang positif, tentang kreativitas masing-masing ibu itu. Bukankah para istri itu tak semuanya hanya ibu rumah tangga? Ada yang bekerja di isntansi pemerintah dan swasta.
“Ini bukan karanganku, sungguh aku mendengar dengan kupingku. Jelas sekali..”
“Jadi, Ibu Minul itu sering dibawa bosnya jalan-jalan dan makan siang?” tanya Marwanto penasaran.
“Ya. Itu yang kudengar langsung dari mulut Ibu Minul. Ia malah bangga saat menceritakannya.”
 
“Kalau cuma makan tempe terus di rumah mana enak, sekali-sekali ya ganti makan daging di luar,” kata Minul seperti diceritakan Masturi lalu terkekeh. “Sekali jalan dapat ini..” kata Minul sambil menggosok-gosok jari jempol dan tengahnya.
 
Minul juga bercerita, demikian Masturi, tetap memberi kehangatan pada suaminya. Sehingga ia tak pernah dicurigai bermain belakang. “Artinya, perempuan juga pandai berbohong kan?” pungkas Masturi sambil tertawa.
“Ah, Maman saja yang bodoh! Kok tak pernah bisa mencium kebusukan istri sendiri?” timpal Ibram.
 
Lalu kami terkekeh. Diam-diam Marwanto ingin sekali mencari kebenaran ceriota Masturi tentang Minul. Siapa tahu benar, siapa tahu bisa memergoki Minul sewaktu jalan bersama bosnya. “Siapa tahu bisa dimanfaatkan hahaha.”
“Benar juga.” hampir bersamaan kami bersuara.
 
KETIKA kami merindukan cerita-cerita Masturi soal ibu-ibu di perumahan ini, tukang cerita itu tak mau lagi dipanggil. Laki-laki penguping itu sudah jarang ke luar malam. Kalau pun bisa keluar dan berkumpul, ceritanya sudah basi karena sudah pernah diceritakan sebelumnya. Akhirnya kami malas menanggapnya. Kami juga tak lagi sokongan membeli rokok untuknya.
 
Entah kenapa tiba-tiba si penguping itu kehabisan bahan cerita. Padahal, ibu-ibu masih sering berkumpul setiap jelang maghrib di dekat rumah Masturi. Pastilah Masturi bisa mencuri percakapan para ibu, seperti para setan sebagaimana hadis Nabi kerap mencuri rahasia langit yang lalu dibawa dan diberikan kepada para dukun dan orang-orang pintar.
 
Suatu malam, Masturi muncul. Wajahnya tak lagi seceriah seperti biasanya. Kami menunggu ia bercerita, tapi Masturi hanya diam. Kami sudah coba memancing dengan meletakkan beberapa botol anggur di meja, ia tak juga menyentuh. Ibram menawarkan rokok, Marwanto sudah membelikan bebera bungkus rokok lalu digeletakkan di meja. Masturi tak juga mengambil, bahkan sebatang pun.
“Ada cerita lucu yang baru?” saya yang tak tahan menunggu bertanya.
Masturi menggeleng.
“Wah, kalau koran tidak ada berita. Apa yang bisa dibeli?”
“Aku bukan koran.”
“Tapi masih punya stock cerita, kan?” kejar Ibram.
“Juga tak ada. Sudah habis!”
“Lo, memangnya ibu-ibu tak lagi ngerumpi?”
“Masih.”
“Memangnya tak ada yang menarik, seru, dan lucu?”
 
“Sudah tak ada lagi,” jawab Masturi ringan. “Sepertinya para ibu itu sudah tahu kalau ada yang mencuri percakapan mereka. Bahkan, setuap ibu-ibu itu bertemu, percakapan hanya satu tema..”
“Apa itu?” Marwanto penasaran.
 
“Para ibu itu membicarakan aku,” jawab Masturi pelan. Mendesah. “Kata para ibu, orang yang mencuri percakapan orang lalu diceritakan kembali kepada orang lain apalagi untuk mencari keuntungan, sama seperti memakan bangkai hewan!”
 
Kini giliran kami yang menertawakan Masturi. Ia seperti hewan bahkan lebih rendah lagi: binatang yang sudah mati. Di hadapan kami..

Lampung, 22-26 Oktober 2006. http://sastra-indonesia.com/2010/12/cerita-laki-laki-penguping/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae