Minggu, 25 Juli 2021

‘Pukau Teluk Semaka’ : Catatan Batu Bedil Award 2010

Ari Pahala Hutabarat, Isbedy Stiawan ZS, Jimmy Maruli Alfian
lampungpost.com
 
Metafora merupakan jalan tengah antara hal yang tak bisa dipahami dan hal-hal yang bersifat umum. (Aristoteles)
 
MENGGAGAS strategi kebudayaan tidak bisa bertolak dari ruang hampa. Ia harus senantiasa diperhitungkan. Terlebih lagi sinyalir para cerdik cendikia yang menyebutkan bahwa bangsa ini tengah mengalami defisit kebudayaan. Maka dalam konteks sastra, sebagai penopang struktur budaya, kegiatan yang memacu apresiasi dan kreativitas masyarakat harus pula diperhitungkan dengan bijak.
 
Berdasar alasan tersebut, mungkin program ini dilahirkan: Lomba Cipta Puisi Batu Bedil Award dalam rangka Festival Teluk Semaka 2010 yang ditaja oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanggamus. Setiap lomba cipta puisi yang diembeli tema, kesulitan juri adalah mejadikan tema yang ditetapkan panitia sebagai pegangan. Yang menjadi dilema saat menilai sejumlah puisi untuk dipertaruhkan saat rapat dewan juri.
 
Satu sisi kami menghendaki yang terpilih adalah “puisi” dalam arti telah memenuhi standar estetika, tapi di sisi lain kami tak dapat menghindari pesan tematik panitia.
 
Hal ini juga pasti berlaku pada peserta. Mereka berlomba-lomba untuk selalu tidak lari dari tema yang ditetapkan panitia. Sehingga, sekuat kemampuan, mereka mencocok-cocokkan atau mematut-matutkan supaya puisi dapat “menyuarakan” pesan panitia. Akibatnya, ada banyak puisi yang terasa memaksakan diri hanya untuk mengurusi persoalan tema dan mengabaikan standar puisi “yakni estetika” dengan menempel nama-nama tempat, tradisi, dan seterusnya. Yang terbaca kemudian hanya keahlian “jahit-menjahit”.
 
Kemudian kami bekerja menilai 103 buah puisi yang diserahkan panitia dengan tetap berlandaskan tiga unsur kriteria penilaian yang disepakati bersama, yaitu kekuatan puisi, kecakapan mengolah bahasa, dan kesesuaian dengan tema. Kami pun berdebat, misalnya, ada puisi yang sebenarnya sudah jadi dan kami menduga-duga penulisnya adalah penyair yang sudah kami akrabi: puisinya kuat secara puitik, cakap mengolah bahasa. Namun, setelah kami dekati secara detail, terasa kalau puisi itu sebenarnya bermain-main di permukaan. Inilah yang disinyalir oleh Budi Darma bahwa karya sastra seharusnya tidak berpura-pura untuk membuktikan sesuatu. Karya sastra yang baik dapat mengatakan sesuatu tanpa mengatakannya.
 
Upaya untuk “membuktikan sesuatu”, tetapi kemudian gagal setidaknya kami temukan dalam sebuah puisi yang menganggap bahwa Pulau Panggung adalah sebagai pulau dalam arti geografis (yaitu adanya daratan di tengah perairan sebagaimana lazimnya Pulau Samosir, Pulau Seribu, Pulau Sebesi), padahal sebenarnya Pulau Panggung hanyalah wilayah kecamatan di sebuah dataran tinggi di Kabupaten Tanggamus. Meskipun dalam sastra ada yang dikenal dengan rekayasa bahasa, terhadap hal ini jelas menunjukkan betapa penulis tidak memahami kondisi geografi wilayah, terlebih lagi bukankah rekayasa bahasa pun dibuat dalam rangka mewujudkan tertib logika?
 
Ada pula yang penulis yang mendesakkan sekian banyak terminologi dari literatur yang dibacanya ke dalam puisi. Sebagai contoh, karena masyarakat pribumi Kabupaten Tanggamus adalah orang pesisir, maka seluruh daftar pustaka yang diketahui tentang struktur sosial masyarakat saibatin serta merta dijejalkan dalam puisi. Dan lebih mengerikan lagi-mungkin supaya terkesan intelektual- catatan kaki pun dijejerkan sepanjang mungkin dalam sebuah puisi, melebihi catatan kaki dalam buku teks Pengantar Mikrobiologi. Lagi-lagi kami teringat dengan ujaran Budi Darma: Wibawa sebuah tulisan tidak terletak pada berapa banyak teori gambar ruwet yang dipertontonkan oleh penulisnya. Sebuah tulisan yang berwibawa dapat berangkat dari common sense, dan dari common sense itulah tulisan yang berwibawa justru dapat membuahkan teori.
 
Meskipun demikian, akhirnya kami bisa mengumpulkan 25 puisi yang menjadi nomine sampai akhirnya, kami dapatkan tiga puisi untuk dipertaruhkan lagi menjadi peringkat I, II, dan III. Ketiga puisi itu adalah Pukau Kampung Semaka, Menjaga Cinta di Teluk Kiluan, dan Kenangan Bersama Ibu. Kami memilih tiga puisi ini mengingat puisi-puisi ini terasa jernih, sederhana (dalam arti tak mengada-ada), kesesuaian dengan tema, dan pesan yang ingin disampaikan pun terusung. Adanya unsur estetika (puitik, diksi), imaji, kesesuaian dengan tema. Penyair menghindar dari ingin menggurui, sok faham pada tema yang ditetapkan, ataupun hanya ingin bemain-main dengan olahan bahasa. Lebih jauh, justru kami melihat, pada puisi-puisi ini terkesan bahwa penyair ingin mengatakan sesuatu dengan jujur, jernih, dan tetap bekerja secara intelektual. Inilah mungkin yang disebut Aristoteles sebagai jalan tengah antara hal yang tak bisa dipahami dan hal-hal yang bersifat umum.
 
Lalu setiap puisi kami dedahkan dengan cermat. Misalnya kekuatan puisi Pukau Kampung Semaka. Sebagai perantau, aku lirik merasakan perubahan telah terjadi di kampungnya, seperti anjing menyalak azan! yang pada saat ia kanak-kanak mungkin hal itu tak ia temukan. Lalu, “para pendatang” sudah tidak segan lagi pada pemangku tiyuh, dan kenangan-kenangan silam seperti pada purnama orang-orang kampung menanam jimat penolak bala. Sampai pada penutup puisi, aku lirik ingin kembali membasuh muka di Sungai Semaka walaupun airnya sudah berwarna cadas. Mungkin penulis puisi ini cukup sadar akan adanya sinyal defisit kebudayaan seperti yang disampaikan di muka tulisan, sehingga si penulis mencoba mempertanyakan kembali eksistensi dirinya yang berangkat dari sebuah bangunan bernama tradisi lokal. Apakah ini semacam counter terhadap struktur budaya yang tengah dominan dan menjadi trend setter? Ada sebentuk “ideologi” yang diusung dalam puisi ini: senggikhi kutti di tanoh sinji!
 
Sementara peringkat kedua, puisi Menjaga Cinta di Teluk Kiluan, kami mendekati dengan cerita “sahibul hikayat” tentang asal mula nama Kiluan itu sendiri. Alkisah, Kiluan dalam bahasa pesisir berarti meminta atau mohon. Dan, Teluk Kiluan, bagi masyarakat setempat pada masa lampau dijadikan sebagai tempat permohonan antara hamba dengan Pemilik Semesta. Hal itu kami dapatkan pada bait kedua: Di lubuk yang dijaga bukit-bukit/di teluk permohonan/tak ada yang dapat kucatat/juga kugambar/selain hati yang terus bergetar/berdebar oleh angin yang berpusar/dari hulu ke hilir/seperti sebelum kukulum bibir/yang ragu mengucap rindu. Ada kenangan, ada rindu, ada pula keraguan (bimbang) tentang cinta, tentang masa silam, dan ihwal yang membuat aku lirik harus kembali ke teluk permohonan.
 
Lalu puisi sederhana dan terkesan jujur tapi tetap berhasrat pada tema, kami temukan pada Kenangan Bersama Ibu yang bercerita tentang air terjun Way Lalaan, yang karena kekuatan puitik dan pengolahan kata masih di bawah kedua puisi di atas. Meskipun demikian, sekiranya Pemerintah Kabupaten Tanggamus “mengutip” puisi ini untuk dijadikan prasasti pada objek wisata Way Lalaan di sana, puisi ini akan (dan sudah) bicara banyak tentang masa lalu dan masa kini juga tetap aktual di masa depan. Begitulah kekuatan puisi, yang kerap diartikan sebagai suara lain dari zaman.
 
Selanjutnya, demi kepentingan penerbitan buku, maka dari puisi-puisi yang telah masuk nomine, kami lanjutkan memilih 15 puisi nomine nonperingkat untuk dimuat di dalam antologi puisi yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanggamus yang bekerja sama dengan penerbit di Yogyakarta. Puisi itu di antaranya Gambar Taman Batu (A?yat Safrana G. Khalili, Sumenep), Prasasti Batu Bedil (Budhy Setiawan, Jakarta), Bumi Begawi Jejama (Dhea Fitria Juhara, Jakarta), Batu Bedil (Dian Hartati, Bandung), Yang Berkemas di Kiluan (Dian Hartati, Bandung), Gisting (Dwi Setyo Wibowo, Yogyakarta), Tentang Kiluan (Edi Purwanto, Lampung Barat), Pantai Doa di Tubuh Kita (Faisal Syahreza, Bandung), Sepenggal Catatan Kecil untuk Perjalanan (Kemas Feri Rahman, Bogor), Sajak Sang Pemandu (Moh. Sofakul Mustaqim, Blitar), Lepas Sore Teluk Kiluan (Muh. Husen Arifin, Malang), Surat Rindu (Oky Sanjaya, Lampung), Sembilan Belas Hujan dan Sunyi Burung September (Sakti Wibowo, Jakarta), Situs Batu Bedil (Wayan Sunarta, Bali), Akulah Kiluan yang Memesona (Zanila Aqsa, Jakarta).
 
Pada akhirnya, lomba seperti ini yang diselenggarakan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Lampung; mungkin juga provinsi lain sangat berarti bagi promosi pariwisata dan budaya daerah bersangkutan. Promosi melalui sastra (cerpen ataupun puisi), lebih efektif karena dibaca banyak orang, meski belum dianggap lazim. Karena itu, apa yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanggamus, Lampung ini, perlu diapreasiasi agar Teluk Semaka semakin memancarkan pukau dan pesonanya.
 
Salam hangat dari Kotaagung.
Dewan Juri
 
Ari Pahala Hutabarat
Isbedy Stiawan ZS
Jimmy Maruli Alfian.
http://sastra-indonesia.com/2010/12/pukau-teluk-semaka/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae