Selasa, 21 Oktober 2014

Pemikiran Kiri Islam Hasan Hanafi

Khoirur Rizal Umami *
pesantrenbudaya.blogspot.com

Inspirasi kiri islam timbul karena melihat keberhasilan ropolusi islam di Iran, dimana rakyatnya tegak kokoh melawan tekanan militer dan menumbangkan rejim syah atas nama islam untuk menumpas otoriter. Maka dapatlah dilihat bahwa kiri islam adalah benteng pelindung bagi islam, yang akan mengembangkan reformasi agama.


Kiri islam berakar pada gerakan – gerakan islam kontemporer: sanusiyah, omar mokhtar di libiya, mahdiisme di sudan, ikatan ulama aljazair, yang menggabungkan repolusi nyata menentang imprialisme dan repolusi pemikiran untuk mengentaskan keterbelakangan ummat.

Pemikiran Hasan Hanafi ini sangat perlu untuk dicermati dalam rangka membangun kembali turas klasik yang telah pernah mengantarkan umat ke zaman keemasannya.

Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, merupakan antara tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaharuan dan revolusioner. Idea-idea seperti Islam kiri, oksidentalisme adalah yang sering dikatkan padanya. Tema-tema tersebut dikemasnya dalam rangkaian projek besar; pembaharuan pemikiran Islam, dan usaha untuk membangkitkan umat dari kemunduran dan kolonialisme moden.

Dilahirkan di Kaherah, Mesir, pada 14 Februari 1934, Hanafi sewaktu kecil adalah seperti masyarakat Mesir yang lainnya, iaitu memperoleh pendidikan agama yang cukup. Pendidikan rendah dan tingginya ia tempuh di kota kelahirannya. Sedangkan gelar doktorat ia raih pada 1966 di Universiti Sorbonne, Paris, Perancis dengan disertasi berjudul Essai Sur la Methode d’exegese (Essai Tentang Metode Penafsiran).

Pada 1971, disertasi ini memperoleh hadiah sebagai karya tulis terbaik di Mesir. Dari Paris, ia kembali ke almamaternya, Universiti Kaherah dan mengajar falsafah Islam. Ia kini dipercaya sebagai pengarah bagi jurusan program tersebut.

Sebagai pemikir modernis, gagasan Hanafi terfokus pada perlunya pembaharuan rekonstruksi Islam yang disusunnya dalam konsep besar Turats wa Tajdid (Turats dan Pembaharuan), dan Al Yasar Al Islami (Islam Kiri) yang ia cetuskan pada 1981. Konsep itu merupakan kelangsungan dari gagasan Al Urwatul Wutsqonya Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Menurutnya, penggunaan nama ‘kiri’ sangat penting kerana dalam citra akademik, kata tersebut berkonotasi perlawanan dan kritisisme. Menurutnya, Islam kiri adalah hasil nyata dari Revolusi Islam Iran yang merupakan salah satu respon Islam terhadap Barat.

Dunia Islam kini sedang menghadapi ancaman yang berasal dari luar yaitu Imperialisme, Zionisme, dan kapitalisme. Sedangkan faktor dari dalamnya adalah kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan. Umat Islam, terutama kelompok miskin tertindas, di era globalisasi kapitalisme akan menghadapi gelombang kemiskinan struktural yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Golongan Muslim miskin membutuhkan teologi, paradigma dan analisis sosial yang memihak pada mereka. Itulah teologi bagi kaum tertindas, teologi yang membebaskan mereka dari ketertindasan dan eksploitasi global. Bagi golongan miskin dan marjinal, kehadiran globalisasi lebih membawa ancaman ketimbang berkah.

Upaya kritis untuk menyelesaikan permasalahan ini harus segera dilakukan demi menyelamatkan Islam dari kemunduran dan benturan bertubi-tubi dari arus global. Tumpuan utama kemunduran tersebut jelas berawal dari kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat di negeri-negeri muslim sendiri. Efek domino atas fenomena kemiskinan muncul dalam beragam wajah dan gejala, dari kemerosotan moral, kriminalitas, masalah kesehatan, kedaulatan dan independensi negara, bahkan sampai menghambat aktivitas ritual keberagamaan umat.

Hasan Hanafi mewacanakan tentang keharusan bagi dunia islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan progresif, dengan dimensi pembebasan didalamnya. Gagasan akan keadilan sosial yang harus ditegakkan kalau manusia ingin berfungsi sebagai pelaksana fungsi ketuhanan di muka bumi. Ini hanya bisa diwujudkan jika ada para pejuang pembebasan umat manusia yang tergabung dalam kegiatan yang terorganisasi yang mengarah pada tujuan pembebasan tersebut. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi gagasan Hasan Hanafi mengenai Islamic Left atau kiri Islam.

Hasan Hanafi mengacu pada sosialisme dan memodifikasi pemikiran Marxisme-Leninisme. Modifikasi disini artinya bahwa hakikat materealistik dari determinisme historis yang meniscayakan kehancuran ideologi-ideologi besar modern ditolak secara tegas. Determinisme historis yang meniscayakan kebebasan manusia itu diberi roh non materealistik.

Bisa disimpulkan bahwa hasan hanafi mencoba untuk menjadikan pemikiran kiri islam sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan. Gerakan kiri islam ini ditujukan guna menggerakan gerakan sosial revolusioner yang mengusung gagasan pembebasan melalui penghancuran konstruk lama yang serba reaksioner dari feodalisme dan kapitalisme.

Pengertian Kiri Islam
Istilah kiri islam yang dimotori oleh hasan hanafi merupakan upaya untuk menggali pendewasaan makna revolusioner dari islam, sebagai konsekuensi logis dari keberpihakannya kepada umat yang lemah dan tertindas. Makna kiri dalam pengertian hasan hanafi ini merupakan sebuah gerakan revolusi (moral-moral revolution govement) untuk memperjuangkan harkat dan martabat kaum tertindas, sehingga persamaan (egalitarian) dan keadilan umat manusia sejajar satu sama lain.

Inilah sesungguhnya, secara teologis, misi diciptakannya manusia oleh tuhan sebagai wakil tuhan dalam melaksanakan fungsi ketuhanan di muka bumi. Dengan demikian, kiri merupakan kritisisme religius dalam persoalan sosial ekonomi yang berpangkal dari tataran normatif ke pro aktif yang dalam istilah hasan hanafi disebut “Dari Akidah Menuju Revolusi”. Secara umum, konsep kiri selalu diartikan secara politis-ideologis yang cenderung radikal, sosialis, reformis, progresif atau bahkan liberal. Dengan demikian, secara garis besar kiri selalu menginginkan adanya progresifitas untuk menolak status quo.

Bila kita cermati lebih lanjut, kiri islam-nya hasan hanafi merupakan sintesa dari sistem ideologi kapitalisme yang gagal mengangkat martabat manusia. Latar belakang kemunculan kiri islam hasan hanafi juga tidak lepas dari adanya persaingan kedua ideologi kapitalisme dan sosialisme. Hasan hanafi relatif mampu melakukan modifikasi konsep sosialisme yang materialistik dan determinisme historik.

Ini dilakukan supaya islam yang sejak awalnya merupakan sistem kehidupan yang membebaskan kaum tertindas tetap dipertahankan dan menjadi suatu sistem ideologi yang populistik (ideologi kaum tertindas) yang selama ini selalu diklaim sosialisme. Hal inilah yang menjadi kesimpulan dan pilihan hasan hanafi yang menamakan gerakannya dengan kiri islam yang selalu mengedepankan progresifitas religius dan pranata-pranata lainnya yang bersifat spiritualitas dan historis.

Kiri islam merupakan sintesis dari eksplorasi dan tafsir ulang yang cerdas terhadap khasanah keilmuan islam dan juga dari analisis konsep Marxian atas kondisi obyektif serta tradisi yang mengakar pada rakyat. Kiri bertumpu pada tataran tiga metodologi, sejarah Islam, fenomenologi dan analisis sosial marxian.
Oksidentalisme: suatu sikap atas tradisi Barat.

Hasan Hanafi dengan kiri islamnya sangat menentang peradaban barat, khususnya imperialisme ekonomi dan kebudayaan. Hasan hanafi memperkuat umat islam dengan memperkokoh tradisinya sendiri. Karena itu, tugas kiri islam adalah pertama, melokalisasi barat pada batas-batas alamiahnya dan menepis mitos dunia barat sebagai pusat peradaban dunia serta menepis ambisi kebudayaan barat untuk menjadi paradigma kemajuan bagi bangsa-bangsa lain. Kedua, mengembalikan peradaban barat pada batas-batas kebaratannya. Asal-usulnya, kesesuaian dengan latar belakang sejarahnya, agar barat sadar bahwa terdapat banyak peradaban dan banyak jalan menuju jalan kemajuan. Ketiga, hasan hanafi menawarkan suatu ilmu untuk menjadikan barat sebagai objek kajian. Oksidentalisme bagi hasan hanafi merupakan suatu upaya menandingi orientalisme dan meruntuhkannya hingga ke akar-akarnya. Untuk mengembalikan citra islam, ia memberikan jalan dengan melakukan reformasi agama, kebangkitan rasionalisme dan pencerahan.

Munculnya oksidentalisme pada mulanya hanyalah gagasan yang lebih bersifat reaksi ketimbang sebuah proyek peradaban yang mempunyai tujuan tertentu. Dalam kaitan ini, ada indikasi ketidakpuasan terhadap kajian-kajian Barat dan kebaratan yang sudah ada. Pertama, karena kajian – kajian semacam itu merupakan produk Barat yang notabene ¬tidak bisa lepas dari bias dan subyektivitas. Kedua, kajian semacam itu tidak lebih dari sebuah promosi peradaban orang lain yang kurang (untuk tidak mengatakan kosong) dari kritisisme. Lebih dari sekedar alasan ini, nampak kelahiran oksidentalisme didorong oleh faktor emosional atas kesalahan – kesalahan dari Barat yang dialami dunia Timur pada umumnya dan dunia Islam khususnya. Barat dengan segala implikasinya telah berjaya menguasai Timur. Penguasaan, atau lebih tepatnya kolonialisme, Barat atas Timur ini dalam perjalanan sejarahnya tidak bisa dipisahkan dari orientalisme. sehubungan dengan hal ini, Ahmad Sahal mengemukakan:

“Orientalisme adalah konsep Barat mengenai the Otherness dari dunia Timur. Sejak renaissance, Barat menemukan kesadaran humanisme sebagai identitas budaya mereka, sertamerta timbul definisi the Other dari budaya non – Barat. Timur adalah dunia lain karena penuh misteri, eksotik, aneh, bermental pasif, dan seterusnya. Artinya, Timur harus `divisualisasikan`. Proyek sivilisasi lalu menjadi pembenaran ideologis bagi berlangusngnya kolonialisme. Humanisme, orientalisme, dan kolonialisme dalam sejarahnya ternyata berjalan paralel. Tidak heran bila sistem pengetahuan orinentalisme selama berabad – abad menjadi alat kepentingan kolonialisme. Karena, mengetahui Timur identik dengan menguasainya”.

Dengan demikian, terbentuknya oksidentalisme adalah sebagai upaya untuk menangkis serangan Westernisasi yang sudah semakin meluas saja wilayah jangkauannya, tidak saja terbatas dalam kehidupan seni dan budaya, melainkan sudah meluas ke dalam tata – cara kehidupan sehari – hari. Westernisasi adalah bagian tak terpisahkan dari alienasi, yaitu saat berpindahnya subyek diri (ego) kepada yang lain (the other). Seseorang yang terbaratkan adalah yang sudah alamiahnya, menjelaskan proporsinya, asal – usulnya, kesesuaiannya dengan situasi kesejahteraan tertentu, jenis religiusitas dan karakteristik masyarakatnya sehingga dapat dihadapkan pada peradaban non Eropa, untuk memperlihatkan bahwa terdapat banyak model peradaban dan banyak jalan menuju kemajuan.

Kesimpulan
Hasan Hanafi adalah cendikiawan muslim yang berkeyakinan bahwa tradisi agama mempunyai pijakan ideologis yang kuat untuk menggerakkan perubahan sosial. Pengelaborasian tradisi lama dengan abstraksi dari basis material massa dan kebudayaan dari ideologi-ideologi modern merupakan pertautan menarik diantara bangunan epistemologi dari sebuah paradigma. Tradisi lama akan dianggap efekti dalam menggerakkan massa, karena ia berakar dan melembaga sebagai tradisi dalam masyarakat, sedangkan abstraksi ideologi modern dapat memberikan spirit untuk mengarahkan nuansa progresivitas gerakan massa.

Melalui gagasan kiri Islam, Hasan Hanafi ingin menginginkan adanya pertautan antara agama dan revolusi. Sehingga agama bisa dijadikan alat untuk membebaskan manusia dari penindasan yang dilakukan penguasa. Agama harus mampu menggerakan semangat rakyat untuk melakukan revolusi demi terciptanya masyarakat tanpa kelas.

Sedangkan konsep oksidentalisme, menurut gagassan Hasan Hanafi, berusaha untuk menyeimbangkan pola pikir antara Barat dengan Timur. Jika selama ini Barat selalu menganggap Timur sebagai Obyek, maka oksidentalisme Hanafi, mencoba membalik pemikiran ini dengan menjadikan Barat sebagai obyek yang diteliti oleh Timur.

Jika kedua konsep ini digabungkan maka masyarakat Islam mampu hidup rukun tanpa klas, dan peradaban dunia milik semua manusia. Tidak ada lagi dikotomi penindas dan tertindas, barat dan timur, kaya dan miskin, karena semuanya sama baik dari segi material maupun dari segi peradaban.

29 June 2012
*) Khoirur Rizal Umami, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FIB Universitas Brawijaya

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae