Rabu, 16 Juli 2014

Membaca Bali- “Pada Lingkar Putingmu”

Alfred Tuname
www.weeklyline.net

I

Tulisan ini merupakan sebuah pembacaan ulang atas puisi seorang penyair Bali, Wayan Sunarta (WS). Penyair ini lahir di Denpasar, 22 Juni 1975. Puisinya berjudul “Pada Lingkar Putingmu” menjadi “jingle” ulung yang kemudian menjadi judul buku antologi puisinya. Antologi puisi itu diterbitkan pada tahun 2005.
Puisi “Pada Lingkar Putingmu” tentu saja lahir dari imajinasi seorang penyair modern, WS. Ritus kota yang terus bergerak cepat seakan memaksa penyair menelan remah-remah waktu yang bisa ia telan. Bali yang berbudaya sekaligus berindustri pariwisata ternyata masih menghidupkan penyair dengan segenap kompkleksitasnya. Penyair harus berlama-lama menghindar dari hiruk-pikuk industri pariwisata nan gemerlap.

Di tengah hiruk-pukuk pariwisata Bali, penyair terlibat dalam membentuk identitas Bali. Tentu, ruang yang dipakai penyair adalah ruang budaya. Puisi yang dilahirkan penyair tentu merefleksikan potret budaya sekaligus mengkonstruksi identitas budaya Bali itu sendiri. Di sini, budaya adalah sebuah produksi yang partisipatif dan tak berkesudahan. Puisi itu sendiri merupakan sebuah representasi budaya.

Membaca puisi WS pun tidak lepas dari ruang sosial budaya yang sudah lama terbentuk, Bali. Bali yang religius penuh ritus, philosophis, mistis sekaligus menjunjung nilai kekeluargaan dan keterbukaan (bdk. Hildred Geertz dan Clifford Geertz, 1975), telah berpengaruh besar pada kehidupan penyair. Penyair pun menghidupi nilai-nilai itu dengan sungguh dan penuh khidmad. Nilai keterbukaan itu telah membebaskan penyair untuk mengunakan kata dan menghidupkan kata an sich. Kata itu pun telah membunting puisi.

Pada Lingkar Putingmu

Pada lingkar putingmu
Pada lingkaran tahun batang cendana
Jiwaku berputar-putar di situ
Tak juga kutemukan jalan keluar

Bertahun-tahun aku terjebak
Belantara sabana pangkal pahamu
Apakah telah kutemukan sumber air
Diantara kelopak seroja merah muda?

Aku si pertapa bisu tak lagi letih
Merambah bukit venus
Meraba dengan tongkat kayu tua

Dan kau yang selalu kehilangan siang
Hanya terlentang saja diranjang
Pupur telah lama luntur
Dan wangi tubuhmu masih mengambang
Dikamar beraroma damar

Tapi kita telah dikalahkan hari
Tak mampu lagi menyepi
Atau menari
Dengan lagu sendiri

Pada lingkar putingmu
Aku mengukur umur
Pertemuan kita

Bagi penikmat sastra (puisi) di luar Bali, mungkin puisi di atas tidak lebih dari ekspresi dan eksploitasi seksual semata. Mendengar judulnya saja bisa bikin merinding. Tentu, pembacaan seperti ini justru karena kita keluar dari konteks. Bahwa, selain penciptaan sastra yang kontekstual, pembacaan pun harus kontekstual. Meski makna puisi harus kembali pada pembacanya, tetapi identifikasi imajinari (imaginary identification) harus masuk pada jantung kebudayaan di mana karya itu diproduksi. Dalam hal inilah, konteks Bali tidak bisa terlepas dari pembacaan puisi karya WS.

II

Membaca puisi “pada lingkar putingmu” WS, seakan mengembalikan kita pada suasana Bali sebelum kemerdekaan. Di Balik gemerlap Bali modern sekarang, kedalaman rasa penyair selalu sama mengkhawatirkan Bali. Bali telah lebam oleh pembangunannnya sendiri. Bali yang cantik dan molek justru meninggalkan jiwa-jiwa yang berpilin mencari kebahagiaan paripurna.

Puisi “Oh Bali” yang ditulis oleh penyair Windia pada tahun 1938 (I Nyoman Darma Putra, 2011) mengabarkan cerita yang sama tentang jiwa yang berpilin mencari jalan keluar.

Oh Bali

Oh, Bali pulau yang molek
Letakmu tidak pula jelek
Tanahmu terberita subur
Perihal alam pun masyur

Hidup marhaenmu sederhana
Makan, berpakaian sederhana
Tetapi ta’ terbilang kaya
Sebab kurang daya upaya

Ia bekerja bukan untukmu
Bagi kapitalis sudah tentu
Hanya ada satu yang nyata
Perut gembung itu dicipta

Puisi Windia ini sangat berdekatan dengan irama rasa penyair WS. “Putting” merupakan simbol oedipal yang membahasakan kenikmatan (jouissance) seorang anak yang menyatu dengan ibunya. Kenikmatan itu tidak lepas dari simpul pulau Bali yang molek, indah, subur dan masyur. Nyaris setiap tahun aroma “cendana” Bali itu dibangga-banggakan. Tetapi status Bali itu hanya berhenti di situ. Selebihnya, jiwa dan nilai-nilai budaya Bali semakin hari semakin dipecut kapitalisme industri pariwisata. Geliat kapitalisme industri pariwisata ini menyisakan masyarakat Bali sebagai manusia “kurang daya upaya”. Kapitalisme itu telah mengeksploitasi “puting” keindahan Bali dan melepas masyarakatkan sebagai calo-calo pariwisata. Artinya, industri pariwisata bukan lagi milik masyarakat Bali, malainkan orang asing yang menanamkan modalnya.

Atas refleksinya, penyair tidak bisa tinggal diam dalam ironi sosio-budaya dan politiko-ekonomi lingkungannya. Bali sudah terlepas jauh dari cita-cita dan nilai-nilai luhur budayanya. Inilah sumber air, oase, yang ingin dinikmati kembali oleh sang penyair. Tetapi, penyair nyaris tak lagi menemukannya. Kelana pencariannya justru hanya terjebak dalam “belantara pangkal paha” dengan mekar “kelopak seroja merah muda” di atasnya. Itulah belantara eksplorasi kenikmatan pariwisata Bali dengan gemerlap modernisme bak kelopak seroja merah muda.

Di tengah gemerlap pariwisata Bali, WS merefleksikan dirinya (penyair) dengan metafora seorang pertapa yang mengecil dan lenyap di antara lampu-lampu diksotik, kafe dan hotel berbintang. Tongkat kuasa paternalistik tak lagi mampu mendeterminasi budaya yang kian banal. Bali dengan dunia malam yang binal memaksa tanah Bali hanya sebagai pelayan kasur para pemodal (asing).

Saat itulah pupur wajah Bali yang indah, molek dan masyur bersamaan luntur. Luntur oleh penyakit-penyakit bawaan kapitalisme lama merusak sendi-sendi kehidupan Bali. Aroma budaya dan ritus-ritus religius Bali pun seakan masih mengambang dari otentisitasnya. Seringkali didapati semua itu hanya sekadar tontonan dalam balutan ke-ajeg-kan di ruang (kamar) publik Bali.

Akan tetapi, dunia Bali bukanlah Atlantis yang suram dijelajahi. Penyair sudah lama bersama masyrakat Bali dan hidup di tengah masyarakat Bali. Karena itu, penyair tidak bisa lagi terasing dari dunianya. Bersyair juga bermasyrakat. Karena itu, penyair harus benar-benar berada dalam masyarakat dan sejenak melepas rutinitas (“lagu”) yang sendiri nikmati. Lalu pada lingkar kebersamaan dan kenikamatan tanah Bali, penyair menyadari hidupnya dan menakar kemBali nasipnya sendiri. sebab, “dari” dan “di” tanah Bali-lah sang penyair menemukan hidupnya.

II

Puisi adalah dharma penyair dalam refleksi panjangnya. Dengan permainan simbol, penyair WS telah berhasil membuat refleksi pemberontakan menjadi sedikit sensual. Boleh jadi, simbol sensul itu juga sebuah pemberontakan. Puisi “Pada Lingkar Putingmu” adalah sebuah pemberontakan. Dengan pemberontakan ini, penyair kembali menjadi subyek di tengah realitas kapitalisme pariwisata menjadikan manusia dan alam sebagai obyek eksploitasi. Atas dharma inilah, Albert Camus (1951) dalam bukunya “L’Homme révolté” menulis bahwa “manusia perlu memprotes nasipnya. Bila perlu ia harus memprotes seluruh makhluk dan kehidupan yang ada di dunia ini, sesuai dengan kondisi yang ada”. Sebab, filsuf Friedrich Nietzsche, tokoh idola Albert Camus, pernah menulis, “tiada seniman yang mentolerir realitas”. Pada konteks ini, realitas itu adalah realitas Bali dalam rezim kapitalisme industri pariwisata.

Tentu saja, sisi lain dari pemberontakan itu, ada harapan yang indah untuk Bali yang kembali untuk orang Bali. Bahwa Bali yang indah bukan untuk “dijual” pun dieskplotasi, tetapi untuk dirayakan dalam kebersamaan atas karunia yang terberikan oleh Sang Maha Kuasa.

Djogja, Desember 2013

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae