Senin, 09 Juni 2014

Putu Setia, Mendebat Usai Menggugat

Judul: Mendebat Bali (Catatan Perjalanan Budaya Bali Hingga Bom Kuta)
Pengarang: Putu Setia
Tebal: XII + 344
Penerbit: PT Pustaka Manik Geni, 2002
Peresensi: I Nyoman Tingkat
www.balipost.co.id
PERGULATAN telah melahirkan gugatan. Gugatan tentu saja lahir dari rasa tidak puas. Ketidakpuasan pun membangun wacana berkepanjangan dalam pro-kontra pendapat. Sikap demikian akhirnya melahirkan perdebatan sebagai akibat pikiran kritis masyarakat. Kurang lebih bertitik tolak dari kerangka berpikir itulah, Putu Setia menulis buku ini. Buku ini menyusul setelah Putu Setia menerbitkan buku setema tahun 1986 dalam judul “Menggugat Bali”.

“Menggugat Bali” maupun “Mendebat Bali” merupakan catatan perjalanan sekaligus pergulatan Putu Setia secara suntuk larut dalam kontemplasi memberdayakan budaya Bali. Sebagai seorang musafir budaya, Putu telah menjewer orang Bali dan budaya Bali. Itu tersirat sekaligus tersurat dari kedua bukunya dengan judul rada protes.

Jika buku “Menggugat Bali” ia tulis dengan mengambil jarak melalui perenungan dari luar daerah — ditulis di Jakarta, maka buku “Mendebat Bali” dia tulis dengan larut berintegrasi dalam komunitas masyarakat Bali. Namun esensinya tetap sama: kegelisahan sekaligus protes yang dibungkus secara jenaka. Lelucon-lelucon dalam buku “Mendebat Bali” ini tak ubahnya sebuah hiburan pelepas lelah di tengah-tengah kesibukan tanpa batas masyarakat Bali dalam glomour pariwisata. Disajikan dengan gaya pragina bondres.

Karena disajikan secara jenaka dengan jeweran-jeweran penuh kelakar, buku ini terkesan tidak serius bagi pembaca yang tidak paham esensi sebuah bondres sebagai bentuk kesenian. Sebagai bentuk kesenian, sesuatu yang serius dibuat mencair oleh Putu Setia dalam gaya humor. Karena itulah, membaca buku ini seakan mengajak pembaca menertawakan diri-sendiri. Merenung melakukan introspeksi. Mulat sarira terhadap pernik-pernik budaya dalam tantangan fenomena global yang dirumuskan dalam dua tema pokok yakni (1) agama dan adat, serta (2) kesenian dan imbas pariwisata. Tema pertama mencakup 45 tulisan dan tema kedua memuat 39 tulisan. Semua tulisan ini, sebelumnya pernah dimuat dalam rubrik “Bondres” Bali Post, saban Sabtu sejak 2000 hingga 2002.

Tema pertama diawali dengan judul “Om Swastiyastu” diakhiri dengan “Kulkul”. Pemilihan salam panganjali umat Hindu sebagai pemahbah atur sangat pas dan disikapi dengan kritis berdasarkan realitas empiris lapangan yang menimbulkan kegelisahan di mata Putu. Misalnya, seorang tampil sebagai pembicara, entah berpidato, memberi ceramah, membacakan, memulai memimpin rapat, ia berkata, “Sebelumnya, kepada umat sedharma, saya menyampaikan panganjali umat Om Swastiyastu”

Oleh Putu Setia, kesalahkaprahan itu terletak pada pembiasaan (pembudayaan) terhadap sebuah kejanggalan. Putu pun lantas menganalogikan panganjali itu dengan salam profan semisal “selamat pagi”, “selamat sore”, atau “selamat siang”. Sebagai sebuah salam, Putu mendebat sebagai layaknya pragina bondres, “Tidak ada orang memberi kata pengantar untuk sebuah salam, karena salam itu sendiri adalah kata pengantar”.

Begitu pula dalam tajuk “Kulkul”, Putu menyerempet pengrajin di desa lain (luar Pujungan) yang doyan memprofankan benda sakral yang bernama kulkul. Sebagai benda sakral, kulkul adalah tenget. Tidak sembarang orang boleh memukulnya, apalagi melecehkannya dalam bentuk alat vital. “Yang menarik, di desa saya tidak ada yang membuat kulkul porno. Ini desa tenget (sakral), jangan menjual barang begituan”, tulis Putu.

Selanjutnya pada tema kedua, Putu mengawali dengan judul “Persembahan”. Judul inilah yang selanjutnya mengalir dalam kegelisahan tanpa tepi terhadap perilaku berkesenian masyarakat Bali belakangan ini, sampai dengan ledakan bom Kuta, 12 Oktober 2002. Di sini kata “persembahan” mengalami erosi secara semantik karena itu perlu didebat setelah digugat. “Kalau begitu, persembahan itu motivasinya berbeda-beda. Ada yang dengan ketulus-ikhlasan tinggi, tanpa mengharapkan hasil materi. Ada yang sudah merancang-rancang nilai jual, dan motivasinya memang materi. Lalu ada yang berkarya hanya untuk memenuhi pesanan dengan jadwal yang pas”, tulis Putu.

Proses yang mengalir terhadap laku berkesenian masyarakat Bali, oleh penulis buku ini ditautkan dengan kemajuan perkembangan pariwisata yang membawa serta budaya dengan segala eksesnya. Termasuk menggoncang pakem kesenian Bali yang digarap asal-asalan hanya demi uang. Akibat lanjutannya, batas sakral dan profan pun tak jelas. Fenomena itu terangkum dalam judul “Barong-barongan”. Jangan-jangan profanisasi terhadap kesenian sakral ini telah menjadi pemicu ledakan bom Kuta, walaupun Putu Setia sangat optimis dengan kebangkitan pariwisata Bali pascabom Kuta di akhir catatan ini.

Selanjutnya, model kesenian pun berubah demi memuaskan penonton. Karena itulah lahir “Joged Binal” dan “Joget Angguk-angguk”. Dalam “Joged Binal”, Putu tidak hanya berceloteh tentang gaya penari yang erotis, tetapi juga masuknya fenomena money dance — memberi suap kepada panitia pementasan agar bisa ngibing. Fenomena ini adalah wujud KKN yang merasuk ke dunia seni. Dalam judul “Joget Angguk-angguk”, digambarkan penari wanita Bali yang berani vulgar tidak kalah dengan Inul. Gerakan erotis yang ditabukan pada masa lalu, kini menjadi suatu yang biasa dan lumrah dilakukan penari wanita.

Prasasti Sejarah

Begitulah Putu Setiap berhasil mereka pernak-pernik budaya Bali yang terus bermetamorfosis dalam dinamika zaman dengan segala keluh-kesahnya. Karena itu, buku ini bisa dijadikan prasasti sejarah perkembangan budaya pop Bali berdasarkan amatan seorang musafir budaya lokal sehingga kekentalan santan kearifan lokal mewarnai isi buku ini dapat dijadikan dokumen budaya intelektual.

Di samping itu, dalam buku ini, Putu Setia memberikan pengantar dan penutup sendiri. Tidak melibatkan budayawan lain seperti kecenderungan dalam sebuah peluncuran buku selama ini. “Keberanian” ini menjadi titik lemah sekaligus keunggulan kembang rampai ini. Dikatakan lemah, karena dengan demikian Putu terkesan menonjolkan egonya sebagai pribadi dengan memborong lakon seperti layaknya topeng pajegan. Padahal, pentas bondres senantiasa melibatkan kelompok/grup. Kecuali itu, secara teknis, kesalahan cetak juga mewarnai buku ini sebagai titik lemah yang lain.

Keunggulannya, Putu Setia tampak percaya diri dan secara otonomi tidak mengandalkan reputasi budayawan lain untuk memberikan prolog maupun epilogi dalam catatan perjalanan budaya ini. Sebagaimana layaknya pragina bondres, Putu Setia menari sendiri di atas panggung budaya di tengah-tengah penonton yang gelisah. Selanjutnya, terserah penonton (baca: pembaca). Mau menerima, menolak, mengapresiasi, maupun mendebat ulang, silakan saja.
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae