(Expresi diantara nilai-nilai moral dan agama)
AG. Alif
http://sastra-indonesia.com
Novel sebagai bagian dari karya sastra, mempunyai bentuk dan proses penceritaanya sendiri yang terikat dalam hukum-hukumnya. Proses dan bentuk yang menghasilkan kecemasan, ketakutan serta harapan, sebab akibat, penyampaian gagasan, nilai pesan-pesan dalam frame dan dunia yang diciptakan penulisnya. Seperti Tuhan yang menciptakan semesta, sebagai latar bagi insan, demikian juga manusia (penulis) mencipta karya sastra, dimana unsur sastra menjadi latar bagi para tokoh yang digambarkan oleh penulis.
Sang penulis dan tokoh
Tentu saja penulis boleh membuat alur cerita sesuai dengan gagasan yang akan disampaikan tanpa harus terhubung alam dan Tuhan. Latar, alur, tema masuk ke dalam sebuah novel, dan sosok tokoh yang dihadirkan dalam balutan cerita. Tanpa tokoh yang bergerak di latar, alur dan tema, maka novel hanya menjadi karya sastra yang membisu bagi pembaca. Karena kehadiran tokoh dapat membentuk jalinan makna bagi pembaca. Di situlah novel akan bertaruh dengan kedalaman jiwa sang tokoh. Entah tokoh itu diangkat dari sebuah kisah nyata maupun fiksi belaka.
Sebagaimana Tuhan yang menciptakan semesta, bumi langit seisinya yang beriringan dengan garis Takdir perjalanan penghuni (mahluk) di dalamnya yang telah ditentukan-Nya. Sang penulis pun mempunyai peranan sama seperti peran “Tuhan,” Tokoh yang diciptakan dalam karya novel menjadi bagian terpenting, sebagaimana Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai karakteristiknya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa demi memimpin seluruh karya ciptaan-Nya yang agung berupa semesta. Penulis dalam novel pun berperanan sama. Menjadi sutradara besar dalam menentukan latar, alur, tema serta karakteristik tokoh yang dihadirkan.
Novel mengusung kebebasan imajinasi, berfikir, berexpresi tak terbatas oleh ruang dan waktu, ia dapat bergerak liar menjangkau dunia. Menjadi tandingan dunia dalam bingkai kata-kata. Tempat dimana manusia dapat memetik pelajaran, hikmah, pengalaman darinya. Novel mampu masuk ke alam pikiran pembaca selalu mengandung tragedi di dalam tubuh (novel)nya, isi kisah yang tertuang di alur cerita menempuh jalan berliku, dipenuhi oleh peristiwa, renungan, dan khayalan bahkan pengharapan.
Dilema novel, cerita dan asumsi
Apapun yang tergambar dari kisah di dalam novel, tentang kebaikan, keburukan, pun dikotomi dalam cerita, melalui tokoh yang menyuarakan suara agama, menggema dan memantul melalui dinding novel, menyebar dalam renungan tokoh-tokohnya atau penggambaran novel, yang dirindukan masyarakat (pembaca). Tetap saja novel dihadiahi cercaan, hujatan, penolakan bila ia berisikan dialektika yang mengumbar syahwat atau menceritakan tokoh-tokoh ekstrem yang mendekati agama secara tidak biasa. Padahal hal tersebut dapat menggambarkan manusia melalui jalan cerita yang melukiskan realitas kehidupanya.
Novel yang di dalamnya melukiskan tentang hal-hal tabu dalam kehidupan masyarakat terkadang sering dijahui, ditolak karena berbenturan dengan nilai-nilai moral yang tertanam dan “masih” dianut oleh sebagian besar masyarakat ke-timur-an. Terlebih jika pembaca memakai pendekatan moral semata, penganut “faham” ketertiban, maka novel “seolah-olah” menjadi karya sastra yang jauh dari nilai kemanusian. Maka tak jarang prespektif inilah yang menjadikan pembaca salah dalam mengartikan karya “novel”. Tapi justru berlaku hukum sebaliknya: Novel yang alur, tema, tokoh, sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama, akan banyak mendapatkan sambutan hangat ditengah-tengah masyarakat.
Bagaimana M. Nurul Ibad menguraikan kisah percintaan seorang Gus (putra Kyai) bernama Rukh dengan seorang pelacur di daerah pegunungan mbulu dalam novel Pusparatri, adanya perselingkuhan hati dan tubuh, penuntasan hasrat biologis, dibalut dalam alur, tema, serta latar yang “nyata” dalam novel itu. Ibad menuliskan hal yang kontradiksi. Seorang Gus yang mempunyai keluasan ilmu pengetahuan agama, banyak kelebihan melihat rahasia-rahasia ghaib, dihormati dan punya banyak pengikut dari kalangan Ulama, pejabat sampai masyarakat biasa merajuk cinta dengan seorang wanita malam. (Seorang wanita yang dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat, tidak begitu mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat, hina, dan terkucil diantara ramainya kemunafikan yang tampak arif dan bijak).
Pun Ayu Utami dalam novel Larung bercerita tentang tokoh yang bernama larung lanang. Dalam hubunganya dengan simbah, mendebarkan, penuh misteri. Kita digiring ke rana magis yang sangat meyakinkan. Ada goa kelelawar, nenek yang tidak bisa mati karena susuk dan ilmu kebal serta adegan larung memutilasi simbah setelah kematianya. Apakah alur cerita yang dibangun oleh ke dua penulis tersebut salah? Kalaupun iya, dalam konteks apa? Apakah dalam konteks moral dan agama?. Entahlah. Namun kedua cerita tersebut menggambarkan realitas sosial yang sering terjadi saat ini. Tapi itulah kenyataan yang terjadi ditengah masyarakat. Sering tidak perduli akan kenyataan, seolah kenyataan ditiadakan, dibenamkan, dilupakanya, atau kalau bisa dibunuhnya. Maka menjadi sebuah kewajaran jika yang terbayang hanyalah perilaku tertib. Perilaku yang bermanfaat dengan standart moral yang “masih terjaga”.
Novel, bingkai gender
Tri Utami seorang pekerja seni yang multi talent menulis novel berjudul Dunia Padmini. Menceritakan kisah seorang perempuan bernama Padmini. Sosok perempuan yang kuat, memiliki kecerdasan dan kepekaan membaca tanda-tanda yang mensiratkan realitas kehidupan. Melalui proses pengembaran yang “liar’. Ia seolah-olah mewakili suara hati perempuan yang terpenjara atas nama budaya jawadan ajaran Agama. Mencoba memberontak dari nilai-nilai yang “mendiskriditkan” kaum hawa, dapat merubah penderitaan menjadi harapan, kelemahan jadi kekuatan. Sekilas penggambaran terhadap sosok Padmini, seorang reformis, bisa jadi memang begitulah adanya dan bisa juga jauh dari nilai-nilai yang coba digambarkan oleh Tri Utami lewat Dunia Padmini. Masih teringat di pikiran ketika pada tahun 2011 novel ini dibedah di kota Malang dan kebetulan waktu itu saya menjadi moderator bedah novelnya. Kebetulan pula pada acara tersebut Agus Sunyoto jadi pembandingnya. Sosok yang “reformis” dalam cerita novel itu menjadi kabur, ketika dalam satu sesion Agus Sunyoto mengatakan “dari judulnya saya bisa menyimpulkan, kalau buku ini adalah buku curhatnya Mbak Tri”. Tanpa mencoba memberikan pelurusan, pembenaran, atau mencoba memberikan pembelaan atas statmen Agus Sunyoto, Tri Utami pun mengangguk sambil tersenyum dan berkata ya, anda benar Pak.
Cerita tentang pembodohan, penindasan perempuan atas nama “Agama dan adat jawa” yang belum berada pada rana kenyataan (mitos), seolah berbalik menjadi kenyataan berbeda, atas penempatan nilai-nilai penghormatan, pemuliaan kepada kaum hawa. Setidaknya hal itu yang diungkapkan Agus Sunyoto ketika menjelaskan wanita dalam bingkai budaya dan agama.
Bukankah kesempurnaan hanya milik Tuhan? Bukankah ketidaksempurnaan adalah sifat manusia? Apalah artinya Tuhan menciptakan mahluk yang bernama Iblis, jika penggambaran dari sifat-sifatnya diejawantahkan dalam tokoh yang tertuang pada sebuah novel yang dianggap tabu, salah, serta menjadi penyebab kemerosotan nilai moral. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Tuhan maha mengetahui sedang kamu (manusia) tidak mengetahui (Qs-Albaqarah: 286)”
Novel, kuasa aturan dalam tanda tanya?
Maindside yang terbangun atas nama moral dan agama dalam melihat novel terbangun sejak kapan? Apalagi saat ini monster bernama draf UU anti pornografi dan pornoaksi seolah-olah menguatkan “duga(an)tara prasangka novel dengan sudut pandang sebagian manusia yang mengatasnamakan moral dan agama.
Undang-undang (UU APP) akan memberangus setiap upaya kebebasan berexpresi, berpikir, berimaji, kedalam pasal-pasalnya yang dapat membelenggu tubuh dan jiwa seorang penulis. Novel akan tercecer terkapar di meja hakim. (Sang hakim akan bebas mengetuk “palu dengan kont(r)ol”-nya). Alur cerita cinta dibumbui sebuah adegan ciuman, perkosaan sebagai penguat tema. Apapun bentuknya. Sudah cukup bagi hakim untuk mengetukan palunya. Apalagi jika penulis menuangkan imajinya untuk melukiskan tentang sosok tokoh yang harus bersetubuh dengan mayat demi sebuah kadigdayan kanuragan, atau menciptakan tokoh seorang pelukis yang gemar melukiskan keindahan ciptaan Tuhan dalam balutan mahluk bernama perempuan yang menampilkan keseksian dan memberikan prespektif baru tentang sosok tokoh yang telah terlanjur di dewakan menjadi jahat atau sebaliknya. Maka semua itu akan menjadi tambang bagi hakim untuk memenggal novel.
Fenomena semacam ini pernah direspon penyair Taufik Ismail dengan Sastra Madzab Selangkangan (SMS) – atau sastra Fiksi alat kelamin (jawa pos 17 juni 2007). Pro kontra muncul dan ramai diperbincangkan saat itu, tentu saja Taufiq Ismail adalah lawan yang berat bagi mereka. Apakah hal ini murni datang dari sebuah keprihatinan atas terpenjaranya alam kebebasan dalam menuangkan expresi berkarya atau mempunyai tendensi lain. Entahlah? Rasanya perlu Saya kutib “Nabi tanpa Wahyu” (halaman 7) Hudan hidayat:
Menyebut Taufiq ismail lebih suka berteriak seolah “nabi tanpa wahyu” yang mengepalkan kepalanya kepada fenomena sastra yang berseberangan dengan dirinya. Maka bagaimana jika Taufik ismail malas berfikir, tapi serentak dengan itu dia gemar menghujat fenomena sastra yang disebutnya SMS dan FAK. Kategori yang dibuat Taufiq dengan men-stigma SMS dan FAK, menimbulkan pesoaalan dalam memandang sastra, mengacaukan logika sastra. Seperti sms Goenawan Muhammad kepada saya “akan lebih berharga polemic yang timbul bukan seperti teriakan “copet” lonte lu!, atau babi serangan terhadapa satu tendensi dalam sastra akan lebih berharaga jika dikemukakan dengan cara kritik sastra: dengan telaah, argumentasi, penalaran yang kuat dan gaya menulis yang meyakinkan atau menggugah.” Karena itu, bagi saya, mematahkan kecenderungan sastra tanpa telaah sastra, tampak seakan “tujuan menghalalkan segala cara”.
Bisa jadi, pelukisan alur, tema dan tokoh yang diciptakan penulis mempunyai nilai kemanfaatan bagi profesi lain sebagai refrensi. Psikolog misal, atau dokter sampai pun kepada para ulama dan kyai. Apakah ayat Tuhan yang dengan apik dan penuh hikmah tentang kisah kaum “nabi luth” Sodom gomora, Adam dan Hawa yang turun ke dunia dengan selembar daun penutup, yang menggema ratusan tahun, dibabat sang hakim atas nama tegaknya “hidup”. Hidup yang mana? Hidup yang seperti apa? Manusia seolah menjadi Tuhan dalam hal ini, berhak menentukan serta memberikan acuan “baku” terhadap pandangan kebaikan bagi manusia lian, bahkan tak segan menjatuhkan hukuman atas nama “nilai-nilai moral dan agama”.
Yogjakarta 1 Januari 2014
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar