Sabtu, 28 Juni 2014

Mempertanyakan Posisi Penyair Tegal

Triyanto Triwikromo
www.suaramerdeka.com

Apa jadinyan jika Pak Piek Ardijanto Suprijadi, lelaki tua yang setia berpuisi hingga hari tuanya itu, tidak tinggal di Tegal? Apakah antologi 12 penyair Indonesia Dari Negeri Poci bisa terbit? Apakah Tegal bisa ingar-bingar dengan peluncuran perdana buku yang dicetak secara mewah itu?
Barangkali tak semua dari kita bisa dengan segera menjawabnya, tetapi Handrawan Nadesul, seorang penyair dokter yang puisi-puisinya termuat dalam Dari Negeri Poci punya jawaban yang taktis, “Spirit Tegal, spirit Pak Piek, telah kami pinjam untuk menerbitkan buku ini. Spirit itu pulalah yang menjadikan acara di Tegal ini menjadi sedemikian meriah”.

Handrawan tidak salah. Karena seorang sastrawan gigih bernama Piek Ardijanto Suprijadi-lah beberapa waktu lalu ada lomba baca puisi dengan hadiah total 1,5 juta, ditutup malam peluncuran perdana antologi Dari Negeri Poci (31/7), dan sarasehan pada pagi harinya.

Malam Peluncuran

Ada isu yang menarik ketika Dari Negeri Poci, yang memuat puisi 12 penyair Indonesia (Adri Darmaji Woko, Handrawan Nadesul, Bambang Priyono Soediono, Dharnoto, Eka Budianta, Kurniawan Junaedhie, Oei Sien Tjwan, Piek Ardijanto Soeprijadi, Rahadi Zakaria, Rita Oetoro, Syaifuddin A Ch, dan Widjati) hendak diluncurkan. Menurut Suriali Andi Kustomo, penyair asal Tegal yang kini bermukim di Semarang, ada kemungkinan bakal terjadi insiden. “Mereka yang ada di buku ini bukan penyair Tegal. Ini akan digugat oleh para penyair Tegal, karena mereka berani mengklaim seakan-akan berasal dari Tegal dengan membuat buku Dari Negeri Poci. Dan bicara tentang poci, tentu tak bisa dilepaskan dari Tegal”.

Apakah insiden itu kemudian benar-benar menjadi kenyataan? Hampir, tetapi tidak sampai terjadi. Mungkin karena Wali Kota kemudian ikut membaca, mungkin juga karena Dandimnya juga tak mau ketinggalan. Atau karena ada pula seorang rohaniwan yang terlibat dalam acara itu. “Ya, para penyair muda Tegal jadi lupa pada gugatan mereka, karena terkesima pada para pejabat yang mau baca puisi,” ujar salah satu sumber.

Dan acara memang akhirnya menggelinding lancar. Diawali acara sampingan semacam lomba baca puisi dengan materi buku yang hendak diluncurkan, didahului pembaca-pembaca puisi dari kelompok Revitalisasi Sastra Pedalaman, dan baca puisi para pejabat. Kejutan pertama muncul ketika Piek Ardijanto Soeprijadi naik ke panggung. Dengan suara yang gemetar dan seperti menahan marah, dia berusaha membela ke-12 penyair dari gugatan para penyair muda Tegal yang didengarnya. “Dalam hujan yang lebat, mereka datang dari Jakarta ke rumah saya. Malam itu mereka mengajak saya ke Guci. Sebenarnya saya tidak mau, tetapi mereka memaksa saya untuk berhujan-hujan ke sana. Disanalah mereka bicara tentang spirit Tegal, disanalah kemudian timbul kesepakatan untuk menerbitkan antologi,” tandasya.

Untuk sesaat penonton diam. Meski begitu, ada pula yang nyeletuk, “Ini pembelaan paling kampungan!”

Untunglah Piek tidak mendengar, hingga dia masih bisa melanjutkan sambutannya. “Mereka tidak pernah saya ajari untuk membikin puisi. Tetapi mereka yakin, Tegal dan saya setidaknya telah melahirkan sebuah spirit bagi mereka untuk terus menulis puisi dan menerbitkannya dalam kumpulan ini”. Usai pembelaan itu, acara pun mengalir lagi.

Giliran selanjutnya adalah Dharnoto yang mempertunjukkan musikalisasi puisinya dan puisi Kurniawan Junaedhie. Pentas ini malah memunculkan kecaman-kecaman. Yono Daryono, sutradara teater, menganggap yang dipentaskan Dharnoto tak lebih dari pertunjukan grup vokal. “Saya sedih melihat Dharnoto yang seorang teaterawan kok membaca puisi seperti itu. Ini pelecehan terhadap Tegal, kata Yono. Pendapat yang senada juga muncul dari YY Haryo Guritno dan Sony Serenada, salah seorang penyiar di kota itu. “Dengan dilagukan seperti itu, puisinya jadi hilang,” papar Sony.

Mendengar berbagai kecaman, kalangan penonton kemudian terbagi menjadi dua kubu. “Namanya saja musikalisasi puisi, tentu yang terdengar sebuah lagu,” sungut seorang ibu yang menggendong anaknya, “mentang-mentang orang teater, ngomong seenaknya sendiri”.

Suasana pun muram. Ketika Rahadi Zakaria membaca puisinya, penonton tak tergelitik untuk merespons. Untunglah, malam itu ada Widjati, penyair tua Tegal yang nyentrik. Dia menyelamatkan pentas itu dengan gayanya yang khas. Penonton pun memberi aplaus.

Keresahan

Inilah puncak acara yang sebenarnya. Di sebuah kebun yang luas milik Sentot Susilo, Direktur Radio Vitra Angkasa, yang bekerja sama dengan Suara Merdeka serta sponsor lain, dialog-dialog bernas muncul. Ada yang menyinggung tentang posisi kesastraan kita dewasa ini. Ada yang menyinggung keterlibatan penyair di dalam masyarakat yang sakit. Ada pula yang bicara tentang pemasaran sastra.

Handrawan Nadesul, misalnya, mempertanyakan posisi kesastraan kita. “Kesastraan kita bagaikan bola salju yang menggelinding, tetapi pelan-pelan,” ungkapnya. Oleh F. Rahardi, pernyataan itu dijawab dengan santai sekali. “Itu terjadi karena sebagai penyair kita tak bisa menggelinding dengan kencang”.

Tentu saja Handrawan tidak puas. Dan dia pun berkomentar lagi. “Bola salju itu ada penerbit, ada media massa, dan ada penyair serta sastrawan. Tetapi selama ini kita kurang memperhatikan fungsi penerbit dan media massa. Hampir semua usaha muncul dari penyair dan krena penyair tidak kuat, akhirnya usaha itu sering mengalami sebuah jalan buntu,” tandasnya.

Lagi-lagi F. Rahardi menyambar pernyataan Handrawan dengan spontan.”Media massa itu kan punya hukumnya sendiri, punya kebijakan sendiri. Alternatif yang terbaik adalah penyair harus masuk ke media massa dan mewarnai media massa itu dengan sajak-sajaknya. Kita jangan lagi memosisikan penyair dan puisi secara salah”.

Sayang sekali, dialog itu selesai sampai di sini. Karena secara tak terhindakan, Wiyono salah seorang penata artistik film yang pernah mendapatkan Citra, telah memunculkan persoalan baru. Dia bertanya tentang keterlibatan pejabat di dalam malam peluncuran perdana Dari Negeri Poci. Oleh Oel Sien Tjwan, pertanyaan itu dijawab dengan nada humor. “Para pejabat itu komunikatif di dalam menanggapi kami. Dan itu lucu, bila diteruskan mereka akan bisa jadi pelawak”.

Halim HD yang biasanya serius pun gatal untuk melucu ketika harus menanggapi pertanyaan Wiyono. “Siapa dulu dong sutradaranya?” katanya sambil melirik Yono Daryono. Dijawab seperti itu, Wiyono tidak marah. Dia malah berteriak, “Baik, Baik, Semoga Tegal banyak melahirkan pelawak”.

Setelah kelucuan reda, muncul lagi sebuah pertanyaan yag menggugat. “Penyair itu sering mengeluarkan petuah-petuah, sering bicara tentang kemiskinan, perdamaian, tetapi tanggung jawab mereka terhadap semua itu mana?” tanya seorang peserta sarasehan. Eka Budianta mendapat giliran untuk menjawab.

“Ini pernyataan yang bagus,” katanya. “Pernyataan ini meletakkan kesastraan pada masalah yang lain”.

Eka kemudian mencoba menjelaskan, penyair selalu terlibat pada apa yang tengah dialami masyarakatnya. “Ketika pemerintah berusaha mengentas kemiskinan, penyair sudah lebih dahulu memikirkannya. Dan sejak dulu, sajak-sajak Rendra sudah bicara tentang itu semua. Penyair itu penyampai keindahan yang senantiasa menjadi nurani zaman. Ia pasti akan terlibat dalam masalah yang paling krisis sekalipun”.

Jawaban Eka ternyata ditanggapi secara lain oleh Handrawan Nadesul. “Harus dibedakan dong antara estetika dan etika. Fungsinya jangan dibaurkan,” katanya.

Sekali lagi, dialog semacam ini tak jadi runcing. Sebuah persoalan tiba-tiba menyelonong dan mengaburkan persoalan yang pertama atau kedua. Karena, F. Rahardi secara persuasif memunculkan kasus pemasaran sastra. Dia bilang, sekarang bukan saatnya lagi penyair merengek-rengek untuk diterima media massa. Sudah saatnya para penyair menerbitkan karyanya sendiri dalam bentuk buku. “Ini harus kita biayai sendiri. Murah, hanya 1,5 juta, kita alkan memiliki sebuah antologi,” katanya.
***

Dijumput dari: http://frahardi.wordpress.com/2011/06/24/mempertanyakan-posisi-penyair-tegal/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae