Kamis, 01 Maret 2012

Kota Garut termasuk Kota Bahasa dan Sastra Sunda

Muhammad Farhand Muzakki
http://fikiranfarhand.blogspot.com/

BAHASA dan sastra Sunda ternyata perlu dikampanyekan terus. Termasuk di Garut, sebuah kota Tatar Priangan. Bahasa Sunda Priangan yang dijadikan bahasa lulugu (baku), dan digunakan secara luas oleh orang Sunda, serta dijadikan bahan ajar di sekolah-sekolah. Selain bahasa Sunda lulugu, juga terdapat bahasa Sunda wewengkon (dialek setempat), seperti bahasa Sunda Banten, Cirebon, Bogor, dan daerah-daerah perbatasan dengan wilayah lain yang juga punya bahasa daerah tersendiri. Mengapa Garut sebagai kawasan bahasa Sunda lulugu harus menjadi ajang “kampanye” bahasa Sunda?

“Sekadar untuk penyegaran dan perkenalan masyarakat Garut dengan tokoh-tokoh bahasa dan sastra Sunda yang selama ini hanya diketahui namanya melalui tulisan,” kata Darpan Ariawinangun, salah seorang penggerak kegiatan tersebut. Bersama komunitas “Mangsi Universitas Garut” (Uniga), Darpan memprakarsai acara Ngahirup-huripkeun Basa jeung Sastra Sunda, yang diisi orasi Ajip Rosidi, serta bedah buku Gunem Rencep Sidem karya Enas Mabarti (Kiblat Buku Utama, Bandung, 2003) oleh penyair Acep Zamzam Noor dan H. Usep Romli H.M.

Acara yang mendapat dukungan dari Bupati Garut, Agus Supriadi beserta jajaran Pemkab Garut, berlangsung di Pendopo Kabupaten Garut, Senin (28/2). Dimeriahkan penampilan gelar teatrikal anak-anak SMAN 2 Tarogong yang tergabung dalam “Teater Awal” pimpinan Ombi S., shalawatan dari dosen dan mahasiswa Uniga, grup “El Nadom” garapan Hadi A.K.S. dan kawan-kawan, dari Bandung, pembacaan puisi Euis Balebat aktivis “Teater Sunda Kiwari” dan Panglawungan Pangarang Sastra Sunda (PPSS). Hadir pula tokoh dan aktivis seni-budaya Garut, seperti Asep Mulyana (padalangan), Dimyati (LBSS Garut), Ade Kusumah (tari), Dedi Effendi (penyair/pelukis Garut), guru-guru SD/SMP/SMA dari tiap kecamatan, dll. Mereka semua antusias mengikuti acara sejak awal hingga akhir.

Proses pendidikan

Dalam orasinya, Ajip Rosidi menyatakan, kebijakan pemerintah sejak mulai merdeka hingga zaman presiden keenam sekarang belum berpihak kepada kehidupan seni-budaya. Pemerintah masih menganggap seni budaya sebagai barang jadi. Bukan hasil proses pendidikan yang panjang dan sungguh-sungguh.

“Sehingga produk seni budaya yang sudah dianggap barang dagangan. Sajian bagi para wisatawan. Akibatnya, nilai seni budaya merosot. Yang dapat dikemas untuk dijual, mampu bertahan walaupun semakin tidak bermutu, sekaligus tak berkembang, dan tak mendapat apresiasi yang luas dari masyarakat, karena konsumennya terbatas di hotel-hotel atau acara-acara resmi kenegaraan belaka. Di sekolah-sekolah tak ada mata pelajaran seni budaya yang mengandung unsur pengetahuan dan pengenalan terhadap seni-budaya lokal, bahkan nasional. Akibatnya, anak-anak dan generasi muda tidak lagi punya rasa bangga terhadap seni-budaya sendiri. Juga tidak mengerti makna dan nilai estetisnya. Mereka lebih suka menyerap bentuk-bentuk seni budaya asing,” papar Ajip.

Ajip membandingkan dengan sistem pendidikan kolonial, yang sangat intensif mengajarkan dan mendidik siswa-siswa sekolah untuk mengenal dan mengagumi seni budaya Barat. Kepada anak-anak diajarkan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar utama, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, dan bahasa Prancis atau Jerman sebagai salah satu bahasa pilihan. Di tiap tingkat kelas, mereka diwajibkan membaca 10 hingga 20 judul buku dalam bahasa-bahasa tersebut. Maka ketika lulus AMS atau HBS (setingkat SMA), mereka sudah benar-benar siap menerima warisan seni budaya Barat, karena mereka sudah menguasai minimal tiga bahasa Barat. Tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Natsir, adalah sebagian kecil dari ahli waris Barat itu. Dan hanya sebagian kecil tokoh-tokoh Indonesia di zaman prakemerdekaan yang mengenal seni-budaya daerah atau nasional.

“Dapat dibayangkan dampaknya bagi pertumbuhan bangsa dan negara di masa depan. Apalagi setelah merdeka, sistem pendidikan nasional menganut pola kolonial. Tapi terbatas pada yang diterapkan di sekolah-sekolah rendah di bawah AMS/HBS. Yaitu sekolah desa atau sekolah rakyat yang bertujuan mendidik anak-anak Indonesia untuk menjadi birokrat rendahan, setingkat juru tulis kecamatan atau klerek kantor. Sedangkan sistem pendidikan AMS/HBS yang menjadikan siswa berpengetahuan luas, menguasai bahasa asing, dan punya apresiasi tinggi terhadap seni-budaya, tidak digunakan lagi. Sekolah setingkat SMA dan perguruan tinggi pun diarahkan untuk mencari kerja,” kata Ajip lagi.

Yang memprihatinkan adalah sikap pemerintah dan masyarakat terhadap bahasa nasional. Di kota-kota, di hotel dan pusat perdagangan, digunakan atribut-atribut bahasa asing. Konon, karena bahasa Indonesia tidak bergengsi di tengah percaturan kota yang sibuk oleh kepentingan bisnis dan promosi wisata. Anehnya pemerintah tidak tersinggung bahasa nasionalnya sendiri dilecehkan. Lembaga Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dan Daerah juga tidak bereaksi apa-apa menyaksikan bahasa Indonesia dianggap lebih rendah dan tidak bergengsi di negaranya sendiri.

“Padahal yang menginap di hotel, yang datang ke pusat-pusat perdagangan hampir seluruhnya orang Indonesia, yang belum tentu mengerti bahasa Inggris. Itu perlakuan terhadap bahasa Indonesia yang oleh UUD 1945 diakui resmi sebagai bahasa nasional. Perlakuan terhadap bahasa daerah tentu lebih parah,” Ajip menegaskan dan mengharap agar masyarakat pemakai bahasa Sunda tidak kecil hati atau rendah diri. Sebab tak sedikit orang yang sukses dengan bermodalkan bahasa Sunda.

“Saya sering diundang ke berbagai negara di seluruh dunia, karena menguasai bahasa Sunda, bicara dan menulis dalam bahasa Sunda,” demikian Ajip Rosidi yang selama 20 tahun (1982-2002) mengajar bahasa Indonesia — seraya memperkenalkan bahasa, sastra dan budaya Sunda — di beberapa perguruan tinggi Jepang. Kepada Pemkab Garut, Ajip mengimbau agar memanfaatkan otonomi daerah untuk mengembangkan kehidupan bahasa dan sastra Sunda. Sangat menggembirakan jika Bupati Garut mewajibkan bahasa Sunda dipakai di lingkungan pemerintahan dan dijadikan bahasa pengantar pokok di sekolah-sekolah. Imbauan Ajip itu mendapat sambutan tepuk tangan sangat meriah dari hadirin.

Sastrawan lokal

Dalam membedah buku Gunem Rencep Sidem, H. Acep Zamzam Noor menyatakan kekaguman. Ia mengaku muringkak bulu punduk (meriding) tatkala membaca bait-bait puisi karya Enas Mabarti itu.

“Selain karena bahasa Sunda yang digunakannya memang indah, isinya juga sangat bernas. Saya mendapat kenikmatan tersendiri, sebagaimana saya rasakan ketika membaca beberapa puisi Rendra dan beberapa penyair lain yang puisinya memang istimewa,” kata Acep yang meminta agar Enas Mabarti melanjutkan kegiatannya berpuisi serta menghasilkan puisi-puisi yang lebih bagus lagi.

Para hadirin tampak terenyak. Beberapa orang di antaranya mengaku merasa kaget, jika di kotanya terdapat seorang sastrawan yang mampu menulis puisi semacam Gunem Rencep Sidem. Ketika ada yang menjelaskan bahwa di Garut banyak sastrawan, baik di masa silam maupun bibit-bibit harapan di masa depan, mereka lebih terkejut lagi. Nama-nama sastrawan Garut yang berkaliber “bujangga”, seperti K.H. Hasan Mustapa (mistikus/filosof/penyair) , R.Suriadiraja (pengarang wawacan Purnama Alam), R. Tjandra Dipraja (pengarang wawacan Rusiah nu Geulis), Ahdiat Kartamihardja (pengarang roman Atheis) dan lain-lain. Belum terhitung di bidang lain, seperti Sadali, Popo Iskandar (seni lukis), Ahmad Noeman (arsitek), dan sebagainya.

“Inilah perlunya para tokoh seni budaya Sunda dari Bandung, datang ke Garut dan kota-kota lain. Agar masyarakat setempat mengetahui perkembangan seni budaya secara berkesinambungan. Tidak kurung batok (berwawasan sempit),” kata mereka.

Sebuah keinginan yang jelas merupakan aspirasi daerah. Tinggal kesanggupan menyikapinya dengan kerja nyata. Pertemuan Ngahirup-huripkeun Bahasa jeung Sastra Sunda, dan bedah buku karya sastrawan lokal, hanya semacam langkah pertama. Perlu langkah-langkah selanjutnya yang kontinu. Jangan berhenti hanya sebatas “kampanye”.

Dijumput dari: http://fikiranfarhand.blogspot.com/2011/07/kota-garut-termasuk-kota-bahasa-dan.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae