Jumat, 13 Januari 2012

Karakter Bangsa dan Pembelajaran Sastra

Musa Ismail *
http://www.riaupos.co.id/

Ke mana karakter bangsa kita? Pertanyaan inilah yang sering muncul ketika kasus-kasus negatif menghantam nurani bangsa. Begitu banyak undang-undang, peraturan, dan keputusan sebagai wujud moralitas tertulis di negara kita.

Begitu banyak pula fenomena sosial menyapu aspek moralitas. Kita sebut saja berbagai kasus korupsi, kejujuran Siami dan anaknya, ketidakjujuran guru dalam Ujian Nasional (UN), atau seks bebas oknum elit politik dan artis. Ini sebagai contoh dari timbunan kasus yang mengidentifikasikan bahwa karakter bangsa ini sudah tercabik. Jadi, wajar saja timbul kecurigaan, ketidakpercayaan, bentrokan, dan krisis sosial di merata tempat di nusantara. Karakter bangsa sudah tergadai!

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti menandai dan memfokuskan (to mark) bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Secara psikologi, Gordon W. Allport menggambarkan karakter sebagai kepribadian yang (cenderung) dinilai baik buruknya (personality evaluated). Dalam karya fiksi (sastra), Echols dan Shadily, mengartikan karakter sebagai watak, peran, huruf. Kemudian, Hornby menambahkan bahwa karakter berarti orang, masyarakat, ras, sikap mental dan moral, kualitas nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra, reputasi dan tanda atau huruf.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut (Kemendiknas, 2010:8).

Dalam Seminar Kesusastraan Asia Tenggara di Jakarta setahun lalu, Sekjen Kemendiknas, Dodi Nandika Sastra menyampaikan, kemajuan bangsa sangat berhubungan erat dengan kemampuan bangsa dalam mendayagunakan potensi dan karakter. Bagi bangsa yang cerdas, kata dia, bahasa dan sastra adalah sumber daya strategis untuk mengembangkan kreasi, inovasi dan keunggulan peradaban. Karakter bangsa harus diperkuat antara lain dengan bahasa dan sastra sebagai pilar penting.

Kreativitas, inovasi, dan kemajuan suatu bangsa dan negara tidak terlepas dari karakter bangsanya. Menanamkan karakter, termasuk moralitas positif ke dada bangsa, dapat dilakukan melalui pembacaan, pemahaman, interpretasi, dan kontemplasi terhadap karya sastra, baik puisi maupun prosa. Kebatan nilai dalam kandungan karya sastra bagaikan gizi dalam berbagai hidangan yang diperlukan suatu bangsa/negara. Bangsa/negara mana yang tidak punya (karya) sastra? Bukankah itu suatu yang mustahil. Namun, tidak mustahil kalau pertanyaannya menjadi: bangsa/negara mana yang tidak memahami dan tidak peduli (karya) sastra?

Bayangkan suatu bangsa/negara yang tidak paham sastra. Sastra hanya dianggap secara sempit sebagai karya hiburan. Bayangkan juga, eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang sama sekali tidak memedulikan sastra. Atau elit politik dan pemimpin bangsa hanya disibukkan dengan hal-hal strategis tanpa berorientasi sastra. Bangsa/negara yang mengesampingkan sastra ibarat jasad tanpa jiwa, kosong akan kepribadian, Mereka tidak akan punya peka-rasa, tumpul akan kemanusiaan, lalai dengan persoalan yang mendasar dalam urusan kemasyarakatan, dan miskin dengan nilai luhur budaya budi pekerti. Di sinilah, (karya) sastra bisa masuk sebagai penyelaras, pemerkaya, penghalus, dan penyaring persoalan-persoalan negatif yang bisa menghancurleburkan moral/budi pekerti bangsa.

Bagaimana caranya agar sastra bisa menyatu dan menyelaras dalam darah daging bangsa/negara ini? Salah satu jalannya adalah reformasi pembelajaran sastra. Selama ini, pembelajaran sastra selalu dinilai kurang mendapat tempat di sekolah, kurang kreatif, dan kurang inovatif. Pembelajaran sastra sering terjebak dengan cara konvensional. Bahkan, tidak jarang guru bahasa Indonesia melewatkan begitu saja materi pembelajaran sastra karena kurang percaya diri, kurang menguasai materi, dan merasa kurang mampu. Padahal, persentase materi pembelajaran sastra dalam kurikulum di sekolah sangat minim. Karena minim itulah, seorang guru bahasa Indonesia dituntut lebih kreatif, inovatif, dan variatif dalam membelajarkan siswa.

Bangsa/negara ini menginginkan generasi yang berkarakter seperti logam mulia. Selanjutnya, karakter mulia itu diupayakan meresap ke jiwa dan raga bangsa: Membangun jiwa dan raga seperti amanat lagu Indonesia Raya. Untuk membangun karakter yang berkembang ke arah pembentukan kepribadian tidak akan efektif jika dilakukan dalam bentuk perintah, tetapi membutuhkan proses panjang. Mempelajari (karya) sastra secara intensif merupakan suatu jembatan khusus untuk mencapai ke proses pembangunan karakter bangsa. Ini berarti bahwa keberadaan dan peranan guru dituntut lebih dari sekedar menjejalkan atau mentransfer ilmu.

Apakah yang diperoleh jika bangsa/negara ini memahamni (karya) sastra? Tjokrowinoto dalam buku yang bertajuk Sastra Melayu karangan Haryadi (1994) memperkenalkan istilah “pancaguna” untuk menjelaskan manfaat sastra lama (tentu termasuk sastra modern, pen.), yaitu
(1) mempertebal pendidikan agama dan budi pekerti,
(2) meningkatkan rasa cinta tanah air,
(3) memahami pengorbanan pahlawan bangsa,
(4) menambah pengetahuan sejarah,
(5) mawas diri dan menghibur.

Dalam buku yang sama, dikemukakan sembilan manfaat yang dapat diambil dari sastra lama (juga termasuk karya sastra modern, pen.), yaitu
(1) dapat berperan sebagai hiburan dan media pendidikan,
(2) isinya dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat pada leluhur,
(3) isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan peradaban bangsa,
(4) pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan,
(5) proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis,
(6) sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain,
(7) proses penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, profesional, dan rendah hati,
(8) pergelarannya memberikan teladan kerja sama yang kompak dan harmonis,
(9) pengaruh asing yang ada di dalamnya memberi gambaran tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.

Manfaat (karya) sastra tersebut akan diperoleh jika pembelajaran sastra di setiap jenjang sekolah dilaksanakan dengan kreatif, inovatif, dan kontiniu. Hanya dengan mencintai dan menggauli (karya) sastra dan bimbingan guru, manfaat dan pembangunan karakter dari (karya) sastra dapat dikonstruksikan dengan lebih hebat.

Karena itu, kegiatan apresiasi sastra di bangku sekolah, sangat penting. Kegiatan apresiasi sastra ini juga sangat penting di populerkan di kalangan elit politik, legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta masyarakat luas. Dengan demikian, pikiran, perasaan, dan kemampuan jiwa-raga akan terlatih dan dapat dikembangkan, kritis, peka-rasa, halus, dan mengutamakan nilai kemanusiaan. Karena itu, (karya) sastra termasuk pilar utama membangun dan membentuk karakter bangsa/negara ini. Sekali lagi, bangsa dan negara ini, memang selayaknya menjiwai (karya) sastra. Bukankah saat ini ada indikasi bahwa bangsa ini menghindari sastra?***

_____________4 September 2011
*) Adalah guru bahasa Indonesia SMAN 3 Bengkalis, Mahasiswa Pascasarjana Prodi Manajemen Pendidikan, Universitas Riau.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae