Minggu, 20 November 2011

Sajak dan Pertanggungjawaban Penyair

Sutardji Calzoum Bachri
http://www.infoanda.com/Republika 9 Sep 2007

Ketika Tuhan merindu memimpikan dirinya agar dikenal dan lepas dari kegelapan rahasiaNya, Ia berfirman: Kun faya kun. Maka jadilah alam semesta ini.

Manusia sebagai bagian dari alam semesta serta alam semesta yang terkandung di dalam dirinya adalah bagian dari mimpi Tuhan, seperti yang dikatakan oleh Sufi besar Syeh Muhyiddin Muhammad ibn Arabi. Dari mimpinya, dari imajinasiNya, Tuhan melalui kata-kata kun faya kun, menciptakan sejarah jagat raya berikut sejarah manusia di dalamnya.

Manusia sebagai mahluk imajinasi Tuhan pada gilirannya menciptakan pula imajinasi. Para penyair sebagai mahluk yang profesinya menciptakan imajinasi atau mimpi — meskipun posisinya jauh di bawah Tuhan — memiliki kesejajaran seperti Tuhan. Penyair menciptakan imajinasinya, mimpinya, lewat kata kata sebagaimana Tuhan menciptakan mimpinya lewat firman.

Peran penyair menjadi unik, karena — sebagaimana Tuhan tidak bisa dimintakan pertanggunganjawaban atas ciptaannya, atas mimpinya, atas imajinasinya — secara ekstrim boleh dikatakan penyair tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban atas ciptaannya, atas puisinya.

Adalah menakjubkan Aquran, dalam QS As-Syuaara secara tepat mendefinisikan profesi penyair, “Mereka mengembara di tiap-tiap lembah dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya.”

Memang, pada kenyataannya penyair yang serius selalu mengembarakan perasaannya, feeling dzaug-nya, pada lembah-lembah dasar dari duka suka kemanusiaan dan selalu konsentrasi pada penciptaan karya puisi dan bukan pada realisasinya atau pada upaya mengerjakan mimpinya itu –puisinya — agar menjadi kenyataan.

Profesi penyair adalah menciptakan sajak, dan bukan mengerjakan sajak atau merealisasikan sendiri puisinya menjadi kenyataan. Tugas terakhir ini dibebankan pada pembacanya. Pada para pembacalah terjadi realisasi dari puisi itu berupa perasaaan-perasaan, empati, simpati dan sebagainya dan berikutnya realisasi psikologis ini mungkin berkembang menjadi realisasi kongkrit di dunia nyata berupa tindakan-tindakan yang terinspirasi dari sajak tersebut.

Karena profesi para penyair cenderung tidak mengerjakan apa yang dikatakannya, maka ada ruang bagi penyair untuk cenderung bisa tergoda untuk bebas tidak mempedulikan pertangungjawaban terhadap karya-karyanya.

Ruang bebas itulah yang diberi peringatan oleh Tuhan agar kebebasan yang dimiliki penyair selalu dikaitkan pada iman (“kecuali para penyair yang beriman”), yang pada hemat saya jika ditafsirkan secara duniawi bisa berarti para penyair serius yang selalu melandaskan dirinya pada Kebenaran dalam meningkatkan atau mengembalikan martabat manusia sebagai mahluk termulia di bumi.

Dalam fungsinya sebagai karya yang ingin melandaskan dirinya pada Kebenaran dan martabat manusia yang luhur itulah puisi menjadi penting. Penting dilihat dari sisi manusia sebagi individu, puisi bisa meninggikan dan meluhurkan martabat manusia, dan penting dari sisi sosial puisi bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan sejarah. Dilihat dari sisi kenyataan maupun secara teoritis puisi bisa menjadi unsur yang menciptakan sejarah, sebagaiman firman Tuhan menciptakan sejarah jagat raya.

Untuk menjelaskan hal ini saya ingin menampilkan teks Sumpah Pemuda sebagai teks puisi. Selama ini teks Sumpah Pemuda selalu dilihat sebagai teks atau dokumen sosial politik. Tetapi, kalau kita ingin mencermati dari sudut puisi maka segera terlihat ia juga bisa dianggap sebuah teks puisi yang utuh. Syarat yang diharuskan pada puisi ada terkandung penuh padanya.

Sebagaimana halnya puisi seluruh isi teks Sumpah Pemuda itu adalah imajinasi atau mimpi, sesuatu yang tidak ada atau belum ada dalam kenyataan.

Kami putera puteri Indonesia berbangsa satu bangsa Indonesia. Pada waktku itu, tahun 1928, belum ada dalam kenyataan putera puteri Indonesia. Yang ada pemuda Jawa, pemuda Sumatera, pemuda Sulawesi dan seterusnya. Juga belum ada Indonesia. Yang ada dalam kenyataan Hindia Belanda.

Kami putera puteri Indonesia berbahasa satu bahasa Indonesia. Pada waktu itu belum ada bahasa Indonesia. Yang ada dalam kenyataan adalah bahasa-bahasa daerah dan bahasa Melayu sebagai lingua-franca.

Begitulah teks Sumpah Pemuda itu menampilkan mimpi atau imajinasi dengan bahasa ringkas hemat, padat, kuat menyaran makna, dengan irama dan pengulangan kata-kata bagaikan mantera.

Mantera Sumpah Pemuda itulah yang memukau para pembaca atau pendengarnya yang kemudian merealisasikannya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan agar mimpi dalam Sumpah Pemuda menjadi kenyataan.

Suatu puisi besar atau suatu kumpulan puisi dari beberapa penyair bisa memberikan sumbangan untuk menciptakan sejarah bagi perbaikan mutu kemanusiaan atau bangsa.

Sejak tahun 1970-an sejumlah besar penyair dan sastrawan serta seniman lainnya menampilkan karya-karya yang sarat dengan sub kultur, dengan akar budaya, warna budaya daerah masing-masing yang mereka akrabi. Berbagai khazanah kultur lokal dan tradisi digali, diolah dan dijadikan dasar untuk pengucapan-pengucapan puisi mereka.

Begitulah kita menemukan sajak-sajak yang bernafaskan dan beraroma kultur-kultur daerah setempat, yakni nilai-nilai tradisi lokal yang diakrabi para penyair untuk pengucapan ekspresi dirinya.

Para penyair mengidentifikasikan diri-puisinya dengan daerah tempat mereka berasal atau yang sangat diakrabinya secara pribadi yang membentuknya menjadi manusia. Benang merah perpuisian tidak lagi dipersatu-hubungkan dengan indidualisme-universal seperti halnya Chairil Anwar tetapi oleh unsur-unsur daerah yang mereka akrabi.

Perpuisian tahun 70-an itu pada hemat saya bisa dilihat sebagai koreksi dan sumbangan kreatif terhadap tafsiran kesatuan dari teks puisi Sumpah Pemuda yang pada waktu itu penafsirannya cenderung homogen dan defensif serta kurang mempertimbangkan warna-warni kultur lokal.

Perhatian yang melimpah terhadap nilai-nilai dari kultur lokal atau daerah yang ditampilkan sejak tahun 70-an itu hanya mendapat apresiasi atau respons di sekitar para peminat sastra kesenian saja. Padahal, gejala-gejala yang menonjol pada perpuisian tahun 70-an itu bisa merupakan ilham atau isyarat untuk menciptakan sejarah baru bagi otonomi daerah.

Namun, dalam kenyataannya maraknya perkembangan otonomi daerah baru terjadi setelah lebih dari dua dasawarsa dari maraknya perhatian terhadap nilai-nilai daerah yang muncul dalam perpuisian kita. Ini sedikit banyak menunjukkan bahwa keputusan dan kebijakan-kebijakan para penguasa politik sering mengikuti respons terhadap kebutuhan atau tekanan politik dan kurang atau lamban merespon aspirasi kultural.

Pada hemat saya, jika kita benar-benar hendak merealisasikan suatu kehidupan politik yang kultural, para politikus sebaiknya mencermati sastra, puisi, sebagai inspirasi atau sebagai dorongan untuk menciptakan keputusan dan kebijakan sosial maupun politik, bukan sebagai kuda tunggangan sebagaimana tak jarang terjadi pada momen-momen menjelang Pilkada.

Puisi bisa memberikan inspsirasi untuk kehidupan politik yang sehat seperti yang diingatkan oleh mendiang presiden AS John F Kennedy, “Jika politik bengkok puisi yang meluruskan.”

Tetapi, tentu itu hanya berlaku bagi para politikus yang memiliki tanggung jawab dan kepekaan terhadap aspirasi hati nurani bangsanya yang sering tercerminkan pada puisi-puisi yang baik, bernas dan bermutu dari para penyairnya.

Dari orasi budaya dalam acara Pekan Presiden Penyair.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae