Budi P. Hatees*
Seputar Indonesia, 2 Sep 2007
MENAFSIRKAN teks (sastra)? Tentu ini pekerjaan sangat serius. Tapi di tengah-tengah realitas kehidupan yang makin instan saat ini,kerja serius bukan lagi pilihan banyak orang.
Setiap orang ingin cepat-cepat mendapat hasil dari apa yang dilakukannya.Hasil yang sudah final, tak dapat diganggu gugat lagi. Bahkan, tidak sedikit orang yang ngotot bahwa tafsirnya sebagai “paling dekat dengan kebenaran yang diusung teks (sastra) bersangkutan”. Di negeri ini, globalisasi menampakkan wujudnya yang sangat akomodatif. Masa transisi pascakrisis moneter yang terlalu panjang dengan spirit perubahan yang terlalu lamban, menimbulkan ketaksabaran, keputusasaan,dan frustrasi bagi semua lapisan masyarakat.
Globalisasi datang dan membangkitkan spirit perubahan, sekalipun mengusung nilainilai yang tidak dikenal sebelumnya dalam pergaulan sosial masyarakat kita. Dengan globalisasi, masyarakat melaju begitu cepat dan dapat mencapai impian yang kadang terasa mustahil. Budaya instanakhirnya melekat dalam diri masyarakat kita, menjadi bagian keseharian yang tak terpisahkan. Segala sesuatu yang dikerjakan, hanya lebih berorientasi pada hasil yang cepat diperoleh.
Sementara filosofi dari pekerjaan itu, bukan lagi menjadi tujuan. Segala yang diperoleh akhirnya hanya terkait artifisial,bukan hal-hal substansial. Semua dinamika kehidupan kita tidak dapat mengabaikan spirit globalisasi itu.Memang,dalam banyak hal,spirit globalisasi akan melahirkan hal-hal positif.Namun,globalisasi juga menghasilkan kontradiksi-kontradiksi. Di satu sisi, terjadi detradisionalisasi dan berkembangnya kosmopolitanisme. Di sisi lain, menguatkan konservatisme dan memicu identitas baru yang memproduksi berbagai kemungkinan.
Namun,realitas menunjukkan setiap orang terseret untuk berlomba-lomba menjadi bagian dari globalisasi itu,tidak mau tertinggal zaman. Perlombaan ini justru membangkitkan spirit negativitas berupa sikap-sikap sinis, apatis bahkan fatalistik terhadap segala sesuatu yang berbau ideal. Dalam hal melakukan menafsirkan atas teks (sastra), kita menangkap gerombolan manusia dengan citraan-citraan instan tersebut.Tafsir teks (sastra) mereka pandang sebagai pekerjaan yang tidak berbeda dengan mengapresiasikan sebuah teks (sastra).
Tapi, hasil apresiasi atas teks (sastra) itu mendapat perlakuan dari apresiatornya sebagai hasil tafsir, sehingga si apresiator menganggap dirinya telah melakukan kerja berat dan melelahkan.Kelelahan yang mesti dibayar mahal di mana identitasnya menjadi melekat dalam hasil karya itu menjadi identik dengan dirinya. Situasi ini, mengutip Stuart Hall (dalam Kate Nash, 2000), mengakibatkan identitas apresiator menjadi lebih politis, terjadi penguatan identitas yang berlindung pada identitas ahli tafsir (kritikus).
Ragam klaim tentang kritikus yang tak ada kaitannya dengan fenomena teks dimunculkan hanya untuk memperkuat eksistensi teks hasil apresiasi tersebut. Hasilnya, apa yang kita temukan dalam tradisi kritik sastra di negeri ini,redup dengan sendirinya karena karya apresiasi dinobatkan sebagai karya kritik. Menafsir teks (sastra) membutuhkan pengetahuan yang beragam terkait halhal yang mungkin dan sangat mungkin dikandung sepotong teks (sastra). Kita tahu teks (sastra) tidak akan pernah lepas dari realitas yang membentuknya, yang berasal dari hal-hal yang terjadi di luar persoalan teks (sastra) maupun yang berlangsung di tubuh teks bersangkutan.
Dalam teks (sastra) dengan bahasa sebagai perangkatnya,segala jenis dunia diorganisasi, dikonstruksikan, sekaligus didekonstruksi.Ini menandakan bahwa teks (sastra) memiliki banyak pintu untuk dimasuki seorang penafsir. Tentu, mustahil seorang penafsir akan masuk sekaligus ke dalam tubuh teks (sastra) lewat semua pintu. Ibarat masuk sebuah gedung yang memiliki banyak pintu, sangat tak mungkin bagi siapa saja untuk masuk ke pintu lewat semua pintu saat yang bersamaan.Apabila dipaksakan,bisa dibayangkan akan seperti apa jadinya; orang bersangkutan tetap berada di luar gedung,tetapi pikirannya menjelajah ke dalam gedung. Tidak persentuhan-persetuhan indrawi dengan elemen-elemen yang ada di dalam gedung, sehingga sulit bagi orang tersebut untuk mendekati secara fisik. Analogi seperti itu mengharuskan seorang penafsirteks(sastra)mestimemilih satu pintu masuk.
Pilihan ini sangat tergantung pada ranah kognitif yang dimilikinya, juga minat yang ditekuninya.Penafsir yang menekuni bidang sosial, bisa masuk dari pintu serupa, sehingga keandalannya dapat bermanfaat guna mengenali, mengungkap, dan membeberkan elemen-elemen sosial yang dikandung oleh teks (sastra) bersangkutan. Begitu juga halnya dengan penafsir yang menekuni bidang politik,ekonomi, budaya,dan sebagainya.Setiap penafsir mesti mengkhususkan diri pada bidang yang sangat dikuasainya, sehingga teks (sastra) yang ditafsirkannya memiliki kekayaan makna.Teks (sastra) akhirnya akan mendapat perlakuan sebagai teks sastra.
Pengetahuan Ignas Kleden di bidang filsafat kebudayaan, dimanfaatkannya untuk menafsirkan teks-teks (sastra) para sastrawan kita. Tafsir yang dibuatnya atas teks-teks (sastra) Sutardji Calzoum Bachri yang terkumpul dalam antologi O Amuk Kapak,telah menempatkan seorang Sutardji Calzoum Bachri bukan saja sebagai penyair paling kuat di negeri ini, melainkan juga sebagai pemikir kebudayaan yang mampu memperkaya khazanah sastra Melayu (mantra). Dengan ragam pintu tersebut,berarti bahwa tak ada tafsir yang final terhadap teks (sastra).
Tak ada nilai konstan dalam menafsirkan teks (sastra) sebagaimana ada nilai konstan dalam dunia eksakta. Karena itu, tidak ada seorang penafsir pun yang dapat mengklaim bahwa tafsir yang dilakukannya paling sesuai dengan realitas yang diacu oleh teks (sastra) tersebut. Yang ada, justru merupakan keanekaragaman tafsir atas teks (sastra) yang membuat teks (sastra) tersebut menjadi begitu kaya. Sayang sekali, dalam rumah tangga sastra kita, kesadaran para intelektual akan banyak pintu dalam menafsir teks (sastra) tidak menghasilkan cara pandang yang beragam pula.
Yang justru terlihat dominan, para intelektual sangat setia pada perspektif biografis dalam menafsirkan teks (sastra).Mereka hanya membicarakan teks (sastra) yang ditulis sastrawan yang mereka kenal saja. Dengan begitu, mereka tidak akan mengalami kesulitan yang biasa dihadapi para penafsir teks. Masuk dalam teks (sastra) melalui biografi pengarangnya, bukan hal yang sulit dilakukan. Pendekatan dalam penafsiran teks (sastra) semacam ini sangat kuat dipengaruhi subjektivitas penafsir, sehingga pokok perhatian lebih banyak ditujukan kepada sosok pengarangnya.
Sementara teks (sastra) menjadi hal ke sekian, baru akan ditafsirkan secara serius bila biografi pengarang sudah habis dibahas. Mestinya, objek kajian tetaplah teks (sastra). Orientasi setiap penafsir adalah substansi yang dikandung teks (sastra) bersangkutan. Substansi yang ada dalam teks (sastra),yang mengkristal di dalam apa yang disebut metafora dan simbol, juga bisa diikuti jejaknya pada tipologi,mesti dibongkar dan diungkapkan seorang penafsir. Dengan begitu, sebuah teks (sastra) akan dengan mudah dipahami,bahkan oleh masyarakat yang selama ini kurang tertarik membaca hasil kreasi manusia ini. Pemahaman atas teks (sastra) seperti di atas akan membuat karya sastra berjalan di rel yang sesungguhnya. Kita tak membutuhkan kehadiran penafsir-penafsir teks (sastra) yang egois, yang memiliki pandangan picik bahwa tafsirnya paling mewakili substansi teks(sastra) yang ditafsirkannya. Kalau itu yang terjadi, teks-teks sastra kita tetap akan redup seperti saat ini.
* Budi P Hatees, Esais, Pengajar Penulisan Kreatif di FISIP Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai (USBRJ) Bandar Lampung
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/09/budaya-tafsir-teks-sastra-kita.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar