Ode Barta Ananda
Kompas, 7 Nov 2004
“Lai1), Mis?!” Sabe meneriakkan tanya sehabis menyelam ke arah Simis yang juga baru muncul. Terus mengibas-kibaskan rambut seleher seperti itik baru keluar dari air.
Simis tak peduli. Dia kembali membenamkan tubuh ke dalam Batang Sukam. Sambil mengatupkan mulut untuk menahan napas, lelaki berdegap itu menyalangkan mata, memerhatikan serpihan pasir yang masih bersisa di atas batu layah. Dengan mimik optimis, dikipas-kipasnya serpihan pasir menggunakan tangan kiri.
Sabe menggerutap menjejak tepi sungai. Menyeka telapak tangan dengan handuk lusuh, kekumuhan handuk hijau itu berbanding terbalik dengan kejernihan air Batang Sukam. Tapi dia tak peduli malah mengalihkan perhatian dengan melinting tembakau ke dalam daun enau.
Sedang Simis, tersenyum manis dalam air. Setelah serpihan pasir tersibak, matanya terbelalak melihat sebutir emas sebesar kacang hijau tergeletak indah di atas batu layah. Dengan mulut masih dikatupkan, ditekannya emas itu dengan jari tengah. Dan dikempitnya dengan ibu jari.
Sabe semakin menggerutu. Rokoknya yang baru saja dibakar terjatuh ke dalam sungai, “Kalera! Kanciang!2)” carut bungkangnya tak menghilangkan gigil. Maka sambil mengerinyitkan kening yang lebar, menyipitkan mata yang berlensa merah, serta menggeretukkan geraham berbalut rahang kekurangan daging, dia kembali menggulung tembakau ke dalam daun enau yang baru.
Sambil berdiri di pinggir kali, Sabe menyalakan korek api. Tapi Simis langsung memadamkannya dengan menyembul tiba-tiba dari Batang Sukam, yang hanya berdalam lebih kurang setengah depa.
Lalu pemuda berambut sesenti itu berseru, “Aku berhasil, Be!” terus menggigit telunjuk kanan untuk mendarahi emas yang dipegang sangat erat pada telapak tangan kiri.
“Kanciang!” maki Sabe sambil menggeser diri lebih ke darat. Dicampakkannya rokok kedua yang juga telah basah. Melinting sebatang lagi sambil mencangkung di bawah batang beringin.
Simis terkekeh, “Hei!” gigi hitamnya kelihatan mengilap dibakar Matahari. “Karena waang3) sedang takut air, sebaiknya waang alihkan kuda kita ke tempat rumput yang masih segar,” ujarnya sambil memasukkan emas sebesar kacang hijau yang sudah selesai didarahi ke dalam kantong kecil dari kain hitam. Dan menyelipkan pada saku celana sambil kembali tersenyum.
“Kenapa tak waang masukkan ke dalam botol?!” sorak Sabe masih dalam keadaan mencangkung.
“lni emas terbesar yang berhasil kutemukan dalam dua tahun ini. Makanya harus disimpan dalam kantong khusus untuk dijadikan jimat keberuntungan!”
Sabe terbatuk. Dahak hampir saja terserak dekat botol emasnya yang terletak di depan ujung kaki kiri. Dia menekur untuk meraih botol sebesar ibu jari kaki itu. Terus menimang-nimang memerhatikan beberapa miang4) emas yang seakan berenang karena botol memang sengaja diisi air jernih.
“Be!” Simis menyorakkan ejekan. “Jika waang mengalihkan kuda kita, waang akan kuhadiahi emas dalam botol ini!” diacungkannya botol kecil berair yang juga hanya berisi beberapa miang.
Sabe langsung berdiri. Menghirup rokok dalam-dalam. Baru melangkah gontai untuk memindahkan dua ekor kuda milik mereka.
“Dasar cangok!5) Kerja sedikit saja mengharapkan upah!” umpat Simis sebelum kembali menyelam.
Sabe mendongak memandang Matahari. Sang lbu Cahaya seakan mengejeknya karena terlalu suka memelihara perasaan dingin untuk menyurukkan sifat malas, dengan menusukkan keris terik. Punai dan barabah turut mencemooh dengan memperkeras kicau. Dan sepasang sipatung merah serta kupu-kupu ungu tak mau ketinggalan, mereka terbang saling berselisih di udara, sejenak melupakan bunga-bunga.
Beberapa saat kemudian, “Be!” sorak optimis Simis kembali memecah kesunyian belantara.
Sabe bergegas menambatkan kuda, “Apo!?” balasnya sambil kembali dengan berlari kecil.
Simis mengacungkan sebutir emas sebesar biji jagung. Terus berjalan dari tengah Batang Sukam, ke arah Sabe. Memberikan botol emasnya dan berujar, “Pindahkan isi botolku itu ke dalam botol waang.”
Sabe memindahkan beberapa miang emas upah mengalihkan kuda dengan kerut kening mengukir cemburu. Lalu mengembalikan botol yang sudah kosong dengan napas memburu.
Simis memasukkan emas sebesar biji jagung ke dalam botol sambil bersiul-siul. Dan, terus saja menekur memerhatikan emas dalam botol seperti kuduknya telah diganduli bisul.
Sabe beringsut ke belakang Simis. Seluruh mukanya menegang menahan cemburu. Dan…, kraak! Trinting! Tush! Botol dalam genggaman Simis terjatuh dan meletus. Pecah. Ternyata emas paduan itu mendadak menjadi semakin besar. Semakin besar. Membesar. Berbadan. Berkepala. Berkaki. Dan berlari!
Simis tentu langsung mengejar emas yang telah menjelma kuda itu ke dalam hutan belantara….
Sabe berdehem, “Begitulah cerita lengkapnya, Fuah,” ditusuknya mata Marfuah, istri Simis, dengan pandangan sungguh-sungguh.
“Kenapa Uda Abe tidak mengikuti Da Mis, mengejar emas sebesar kuda itu?” tak ada nada curiga dalam pertanyaan Marfuah. Karena memang hampir seluruh penduduk dusun terisolasi Ranah Pudak, pernah mendengar dan bahkan percaya -walau belum pernah melihat- tentang emas sebesar kuda, sebagai penjaga Batang Sukam yang mengalir di tengah hutan larangan.
Malah ada rasa bangga bersemayam di dada Marfuah. Hanya suaminya, Simis, dan suami Leli, Sabe, yang berani mencari emas ke Batang Sukam yang mengalir berkelok-liku di tengah serakan pohon-pohon besar berhantu bela-u.
“Saya sengaja pulang sebentar untuk memberi kabar,” Sabe terdehem sambil tersenyum miring. “Jika kami pulang berdua, tentu kami akan kehilangan jejak. Makanya, setelah nanti saya kembali ke dalam hutan larangan, tolong sampaikan pengejaran kami pada Leli,” diakhirinya pesan sambil memecut kuda.
“Kalian memang pantas menjadi keturunan orang bagak6),” lambai Marfuah sangat antusias.
Kuda belang tiga berlari kencang. Pikiran Sabe menggigil mengulang kembali cerita yang sebenarnya: Setelah Simis selesai memasukkan emas sebesar biji jagung ke dalam botol, Sabe langsung memukul kepala sobatnya itu dengan batu sebesar lipatan lutut orang dewasa. Simis tertelungkup pingsan. Botol berisi emas sebesar biji jagung dikantongi. Dan….
“Tapi…, bukankah masih ada sebutir emas lagi dalam saku celana panjang Simis?” gumamnya sambil menarik kekang kuda.
Kuda belang tiga meringkik. Binatang berkaki empat itu seakan tak suka perjalanannya menempuh jalan setapak beraspal tanah, menuju pasar, tiba-tiba ditunda. Sabe tak peduli. Kuda dibelokkan ke arah jalan kuda beban pengangkut kayu bakar, kembali memasuki hutan larangan.
“Mudah-mudahan tubuh Simis belum dimakan Raja Hutan,” gumamnya seakan auman harimau. Tapi dia tetap merinding, karena tiba-tiba teringat peristiwa seminggu yang lalu. Waktu itu mayat Ociak ditemukan di tengah hutan pinggir ngarai-tak jauh dari tempat Sabe dan Simis mencari emas-dalam keadaan cabik-mabik.
Namun, panggilan emas ternyata lebih buas ketimbang ngeri pada harimau. Hingga, setelah lebih dari dua jam berkuda melewati kerimbunan hutan larangan, Sabe bersorak tapi hanya berani dalam hati. Ternyata tubuh Simis masih dalam posisi seperti tadi. Badan berdegap tak berbaju itu tertelungkup dengan kepala bagian belakang penuh darah. Separuh badannya tersekat di darat dan separuh tubuhnya terendam dalam Batang Sukam.
Entah kenapa, Sabe terpaku agak lama setelah turun dari kuda. Dicobanya mendongak untuk mengalihkan perhatian pada daun-daun beringin yang sedang bercumbu dibantu angin. Pucuk hijau muda gembira melanjutkan tugas fotosintesa. Sedang daun coklat tua tak berduka gugur penyubur tanah.
Tap! Sabe tersentak. Sebatang ranting melenting dari dahan untuk menimpuk hidung peseknya, “Kanciang! Kalera!” kebiasaan carut bungkangnya kembali berkumandang. Terus dengan gegas diperiksanya saku celana panjang Simis. Mengambil kantong kecil berisi emas sebesar biji kacang hijau. Membuka kain itu, mengeluarkan emasnya. Dan memasukkan ke dalam botol sebesar ibu jari kaki dengan mimik penuh kemenangan.
“Hiy! Ya!” kuda dinaiki dan dihalau, sedang tangan kiri masih menggenggam botol.
Namun, setelah kuda berlari hanya sejarak sembilan tombak. Klotak! Ting! Botol berisi emas terjatuh. Thas! Terinjak kaki depan kuda belang tiga.
Khiik!! Kuda meringkik. Keterkejutan mengubah arah larian.
Khiik! Kuda belang tiga terus berlari tak terkendali. Terus dan terus berlari… *
Padang, Maret 2004
Bahasa Minangkabau yang perlu diterangkan:
Lai1) =Ada.
Kalera dan Kanciang2) = kata makian.
Waang3) = kau/kamu untuk lelaki.
Miang4) = ukuran paling kecil untuk emas juga sebutan untuk bulu-bulu tumbuhan yang menggatal.
Cangok5) = rakus tanpa berusaha.
Bagak6) = pemberani.
Sumber: http://cerpenkompas.wordpress.com/2004/11/07/emas-sebesar-kuda/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 31 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar