Selasa, 01 Februari 2011

Surat Pembaca [untuk Redaktur Desk Non Berita KOMPAS]

oleh Bamby Cahyadi pada 30 Januari 2011 jam 9:06
http://www.facebook.com/notes/bamby-cahyadi/surat-pembaca-untuk-redaktur-desk-non-berita-kompas/10150134531719359

Jakarta, 30 Januari 2011

Kepada Yth.
Redaktur Surat Pembaca KOMPAS

u.p. Redaktur Desk Non Berita Kompas

Salam Sejahtera,

Saya sangat kecewa dengan cerpen yang dimuat di Kompas, 30 Januari 2011. Cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon, yang ditulis oleh Saudara Dadang Ari Murtono, adalah cerpen PLAGIAT dari cerpen berjudul RASHOMON karya Akutagawa Ryunosuke.

Cerpen Rashomon karya Akutagawa Ryunosuke (cerpenis terbaik Jepang) ini, terhimpun dalam kumpulan cerita yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), pada Januari 2008 berjudul Rashomon.

Saya tak perlu menyebutkan di mana letak Saudara Dadang memplagiat cerpen Rashomon, seharusnya Saudara Redaktur Desk Non Berita (Sastra/Cerpen), sangat tahu bahwa cerpen Saudara Dadang (Perempuan Tua dalam Rashomon), isinya sama dengan cerpen Rashomon karya Akutagawa Ryunosuke, hanya paragraf dalam cerpen itu yang dipindah-pindah oleh Saudara Dadang.

Saya kecewa kepada KOMPAS, karena selain cerpen tersebut (Perempuan Tua dalam Rashomon) sudah pernah dimuat di Lampung Post, pada 5 Desember 2010, kenapa pula cerpen PLAGIAT itu bisa lolos dan dimuat di Kompas Minggu, 30 Januari 2011. Padahal cerpen Dadang ini, sempat membuat polemik masalah plagiat mencuat dan didiskusikan secara terbuka di media Facebook oleh beberapa cerpenis termasuk saya.

Saya minta Kompas menarik cerpen Saudara Dadang dan mengumumkan bahwa cerpen tersebut tak pernah dimuat, karena kredibilitas Kompas dipertaruhkan dalam peristiwa ini. Kalau Saudara Redaktur Kompas keberatan, saya bersedia menemui Saudara Redaktur untuk membuktikan bahwa cerpen tersebut PLAGIAT.

Demikian surat pembaca saya sampaikan, tanpa bermaksud menjatuhkan nama Dadang Ari Murtono sebagai cerpenis produktif yang karya-karyanya sering dimuat di media (koran nasional dan lokal), atau memang KOMPAS sudah tak memperhatikan dan tak membaca karya cerpen yang masuk ke meja redaksi. Padahal begitu banyak karya cerpen yang bagus dan berkualitas dari para cerpenis yang mengantri untuk dimuat di Kompas.

Terima kasih.

Salam Saya,

Bamby Cahyadi (Cerpenis)

Tidak SukaSuka · Komentari · Bagikan

*
*
Anda, Fina Sajalah, Zara Thustra, Irwan Bajang, dan 72 orang lainnya menyukai ini.
*
o
Gemi Mohawk aku dukung 1000%
Minggu pukul 9:07 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi
Bukti-bukti plagiat yang disari oleh Sungging Raga:

saya di sini cuma melanjutkan bukti2 plagiat Dadang Ari Murtono terhadap karya Akutagawa yg berjudul Rashomon, saya sendiri belum sempat membuat esai, tapi sebagai soft opening, saya memint…a teman dekat saya yg kebetulan juga teman dekat Dadang untuk bertanya via sms, dan Dadang mengirimkan sms balasan kepada teman dekat saya itu, lalu teman saya ini lantas menerjemahkan sms Dadang yg berbahasa Jawa kedalam bahasa Indonesia kepada saya yg isinya seperti ini:

“maaf ya, aku gak peduli orang bilang apa. menyelesaikan? gimana? apa aku harus datang keorang orang seluruh indonesia satu persatu buat jelasin masalahnya? lha masalahnya apa? aku gak merasa punya masalah. terserah orang mau bilang apa. lha redakturnya aja nyantai kok, gak anggap plagiat kok. ya memang aku diam soalnya aku gak merasa ada apa-apa.”

berikut ini sedikit bukti2nya antara Cerpen Dadang di Lampung Post & buku Akutagawa yg diterbitkan KPG

oya, ternyata cuplikan utuh Rashomon versi Akutagawa bisa dilihat di google books:

http://books.google.co.id/books?id=IL2M2djhQmoC&printsec=frontcover

=====

Cerpen Dadang:

Ini adalah Kyoto, kota yang ramai dan permai, dulu. Namun, beberapa tahun silam, kota ini didera bencana beruntun. Gempa bumi, angin puyuh, kebakaran, dan paceklik. Itulah sebab kota ini menjadi senyap dan porak-poranda. Menurut catatan kuno, patung Buddha dan peralatan upacara agama Buddha lainnya hancur, dan kayu-kayunya yang masih tertempel cat dan perada ditumpuk di pinggir jalan, dijual sebagai kayu bakar. Dengan kondisi seperti itu, perbaikan Rashomon sulit diharapkan. Rubah dan cerpelai, musang dan burung punai, juga para penjahat, memanfaatkan reruntuhannya sebagai tempat tinggal. Dan akhirnya, bukan perkara aneh membawa dan membuang mayat ke gerbang itu. Setiap senja seperti sekarang ini, seperti saat si perempuan tua itu berjongkok sambil memandang wajah mayat perempuan itu, suasana menjadi teramat menyeramkan. Tak seorang pun— kecuali perempuan tua itu, tentu saja—berani mendekat.

Halaman 2 Akutagawa:

Kota Kyoto sesepi itu karena beberapa tahun silam didera bencana beruntun, mulai dari gempa bumi, angin puyuh, kebakaran, dan paceklik. Karena itu Kyoto jadi senyap dan porak-poranda. Menurut catatan kuno, patung Buddha dan peralatan upacara agama Buddha lainnya hancur, dan kayu-kayunya yang masih tertempel cat dan perada ditumpuk di pinggir jalan, dijual sebagai kayu bakar. Karena kondisi Kyoto seperti itu, perbaikan Rashomon sulit diharapkan. Rubah dan cerpelai, juga para pelonceng, memanfaatkan reruntuhan sebagai tempat tinggal. Akhirnya, lazim membawa dan membuang mayat tak dikenal ke gerbang itu. Karena bila senja telah tiba suasana menjadi menyeramkan. Tidak ada orang yang berani mendekat.

========

Cerpen Dadang:

Setelah mengamati beberapa saat, perempuan itu menancapkan oncor kayu cemara di sela lantai papan, kemudian menaruh kedua belah tangannya pada leher mayat itu. Perempuan tua itu mulai mencabuti rambut panjang si mayat helai demi helai. Persis seekor monyet yang sedang mencari kutu di tubuh anaknya.

Halaman 7 Akutagawa:

Perempuan tua itu menancapkan oncor kayu cemara di sela lantai papan, kemudian menaruh kedua belah tangannya pada leher mayat yang sejak tadi dipandanginya. Perempuan tua itu mulai mencabuti rambut panjang si mayat helai demi helai, persis seekor monyet yang sedang mencari kutu di tubuh anaknya.

=======

Cerpen Dadang:

Sambil menggenggam gagang pedang, lelaki itu menghampirinya dengan langkah lebar.

Ia terkejut. Saking kagetnya, ia sampai terlonjak bagai dilontarkan dengan ketapel.

“Hei, mau ke mana kau?” hardik Genin itu seraya mencengkeram tangan perempuan itu yang bermaksud melarikan diri.

Halaman 8:

Sambil menggenggam gagang pedang ia menghampiri nenek tua itu dengan langkah lebar.

Sekilas ia melihat ke arah Genin. Dan saking kagetnya seketika itu pula iaterlonjak bagai dilontarkan dengan ketapel.

“Hei, mau ke mana kau?” hardik Genin seraya mencengkeram tangan si nenek yang bermaksud melarikan diri,

======

Cerpen Dadang:

“Apa yang sedang kamu lakukan? Jawab! Kalau tidak mau mengaku….”Genin itu melepasKan cengkeramannya seraya menghunus pedang baja putih berkilau dan mengacungkannya ke depan mata perempuan tua itu. Namun perempuan itu bungkam, kedua tangannya gemetar hebat, napasnya terengah, matanya membelalak seperti hendak melompat keluar dari kelopaknya.

Halaman 8:

“Apa yang sedang kamu lakukan? Jawab! Kalau tidak mau mengaku….”Genin itu melepaskan cengkeramannya seraya menghunus pedang baja putih berkilau dan mengacungkannya ke depan mata si nenek. Tapi, nenek tua itu tetap bungkam, kedua tangannya gemetar hebat, napasnya terengah, matanya membelalak seperti hendak melompat keluar dari kelopaknya,

======

Cerpen Dadang:

“Aku bukan petugas Badan Keamanan. Aku kebetulan lewat di dekat gerbang ini. Maka aku tidak akan mengikatmu atau melakukan tindakan apa pun terhadapmu. Kau cukup mengatakan sedang melakukan apa di sini.”

Halaman 9:

“Aku bukan petugas Badan Keamanan. Aku kebetulan lewat di dekat gerbang ini. Maka aku tidak akan mengikatmu atau melakukan tindakan apapun terhadapmu. Kau cukup mengatakan sedang melakukan apa di sini.”

========

Terakhir, yg sudah sempat di-paste Bung Bamby:

Cerpen Dadang:

Perempuan tua itu melanjutkan, “Ya… memang, mencabuti rambut orang yang sudah mati bagimu mungkin merupakan kejahatan besar. Tapi mayat-mayat yang ada di sini semua pantas diperlakukan seperti itu. Perempua…n yang rambutnya barusan kucabuti, biasa menjual daging ular kering yang dipotong-potong sekitar 12 cm ke barak penjaga dan mengatakannya sebagai ikan kering. Kalau tidak mati karena terserang wabah penyakit, pasti sekarang pun ia masih menjualnya. Para pengawak katanya kerap membeli, dan mengatakan rasanya enak. Perbuatannya tak dapat disalahkan, karena kalau tak melakukan itu ia akan mati kelaparan. Ia terpaksa melakukannya. Jadi, yang kulakukan pun bukan perbuatan tercela. Aku terpaksa melakukannya, karena kalau tidak, aku pun akan mati kelaparan. Maka, perempuan itu tentunya dapat pula memahami apa yang kulakukan sekarang ini.”

Halaman 9 – 10:

“Ya… memang, mencabuti rambut orang yang sudah mati mungkin bagimu merupakan kejahatan besar. Tapi, mayat-mayat yang ada di sini semuanya pantas diperlakukan seperti it…u. Perempuan yang rambutnya barusan kucabuti, biasanya menjual daging ular kering yang dipotong-potong sekitar 12 sentimeter ke barak penjaga dan mengatakannnya sebagai ikan kering. Kalau tidak mati karena terserang wabah penyakit, pasti sekarang pun ia masih menjualnya. Para pengawal katanya kerap membeli, dan mengatakan rasanya enak. Perbuatannya tidak dapat disalahkan, karena kalau tidak melakukan itu ia akan mati kelaparan. Ia terpaksa melakukannya. Jadi, yang kulakukan pun bukan perbuatan tercela. Aku terpaksa melakukannya, karena kalau tidak, aku pun akan mati kelaparan. Maka, perempuan itu tentunya dapat memahami pula apa yang kulakukan sekarang ini.”

====

karena terburu-buru, cukup sekian yg bisa ditampilkan :) Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 9:11 · SukaTidak Suka · 5 orangMemuat…
o
Green Weeds waduh….ck..
Minggu pukul 9:13 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi hiks…
Minggu pukul 9:14 · SukaTidak Suka
o
Jafar Fakhrurozi redakturnya lagi pada stress mikirin gayus..
Minggu pukul 9:15 · SukaTidak Suka
o
Benny Arnas Bang Bamby seharusnya bukti-bukti plagiasi seperti yang diuraikan Bang Bamby dan Sungging Raga, juga disertakan sebagai lampiran.Karena aku gak yakin kalau REDAKTUR KOMPAS mau mencari buku terbitan KPG itu, secara dia/mereka kan pemalas …. :-)
Minggu pukul 9:15 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi ?@ Benny: semoga email yang kukirim tadi pagi dibaca oleh mereka, kalaupun mereka malas membaca, saya siap dipanggil ke kantor redaksi KOMPAS yang terhormat itu!
Minggu pukul 9:16 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi ?@ Mbak Linda, terima kasih tanda jempolnya…
Minggu pukul 9:26 · SukaTidak Suka
o
Linda Christanty Waah, Mas Bamby. Plagiarisme harus dilawan. Itu kejahatan. Aku dukung. Yang penting Mas Bamby punya bukti. Kalau sudah terbukti begitu, setahuku Kompas juga tegas kok pada plagiarisme. Dulu ada yang menjiplak cerpen juga dan artikel juga dan sempat dimuat di Kompas, lalu mereka black list setelah tahu bahwa para penulis itu menjiplak karya orang lain, nggak bisa menulis lagi di situ. Aku dukung Mas Bamby. Basmi plagiarisme!
Minggu pukul 9:26 · SukaTidak Suka · 7 orangMemuat…
o
Fahri Asiza
Secara garis besar, saya sependapat dengan isi surat pembaca mas Bamby ke Kompas. Hanya saja, tampak kesalahan ini ditumpahkan ke Kompas dan sepenuhnya seolah menjadi tanggungjawab Kompas (mengingat cerpen colongan ini pun pernah dimuat di …Lampung Post).

Padahal jelas ini adalah bentuk kecurangan dan miringnya Dadang Ari Murtono yang rupanya tak punya harga diri atau bahkan sebenarnya tak mampu menulis sebuah cerpen, dan menjadi maling dengan nyolong karya orang lain.

Sebagai cerpenis yang lebih dari tiga kali karyanya diplagiat orang, bahkan ada yang hanya mengganti nama pengarangnya saja, saya jelas “terluka” dalam kasus Dadang, sang plagiator.

Tapi apa pun itu, saya sepenuhnya mendukung Mas Bamby…

Salam
Fahri AsizaLihat Selengkapnya
Minggu pukul 9:27 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Benny Arnas aku menampilkan semua bukti plagiasinya dalam komenku di website KOMPAS.COM. Semoga dibaca. thx
Minggu pukul 9:27 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Anita Lindawaty SSi MSi apa kita belum punya undang2 ttg plagiator yak? ummm… tentang sangsi nya misalnya? ini jelas2 melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) loh… kayaknya ada organisasi yg ngurusin HKI deh… mesti email ke sana juga barangkali?
Minggu pukul 9:29 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Terima kasih dukungan teman-teman….

@ Benny: kasih link kompas.com-nya dunk bro
Minggu pukul 9:29 · SukaTidak Suka
o
Benny Arnas wah, komenku di KOMPAS.COM mental. modemku bermasalah lagi dahj kayaknya.
Ini link-nya, Bang. Tapi, bang bamby kudu daftar jadi member dulu.

http://cetak.kompas.com/read/2011/01/30/04092193/perempuan.tua.dalam.rashomon

Minggu pukul 9:32 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Anita: saya tidak tahu untuk dunia tulis-menulis, namun saya rasa harus ada sanksi moral bagi plagiator. Minimal para redaktur surat kabar dan majalah, tidak memberi ruang bagi sang plagiator.
Minggu pukul 9:33 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi ?@ Benny: saya sudah masuk menjadi member kompas.com
Minggu pukul 9:35 · SukaTidak Suka
o
Benny Arnas aku masih re-try masukin komenku…
Minggu pukul 9:35 · SukaTidak Suka
o
Yetti A. Ka dukung mas Bamby,soalnya bukti terjadi plagiat itu sangat kuat…
Minggu pukul 9:36 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Tina Chi udah plagiat ga merasa bersalah pula. masih kah ada kebanggaan sebagai penulis kalo yg mampu ditampilkannya adalah copas karya orang lain? sedikit modifikasi mah ga ada artinya. semoga tak banyak yg seperti ini…
Minggu pukul 9:37 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Fahri Asiza
Hari yang mengecewakan, cerpenis Dadang Ari Murtono, jadi maling dengan nyolong karya orang lain yg diketok magic seolah jadi karyanya sendiri… bahkan karya colongan itu dimuat dua kali, pertama di Lampung Post dan kedua di Kompas (hari i…ni). Bagi teman-teman yang ingin tahu lebih jelas, silakan baca notes Bamby Cahyadi dan Tanpa Nama… *Jangan pernah jadi maling dgn nyolong karya orang lain. Basmi plagiatrisme!*

- statusku hari ini, sayang blackberry gak bisa overlink*Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 9:44 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Fiyan Arjun gileee detail amat….kayak Mas Bamby benar2 periset sejati ya…hehe
Minggu pukul 9:44 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Fiyan: kebetulan sekali, saya suka banget karya-karya Akutagawa Ryunosuke, sehingga saat cerpen Dadang di Lampost (perempuan tua dalam rashomon) dimuat, saya langsung bereaksi kepada dadang.
Minggu pukul 9:47 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
May Kartika waduw…ck..ck..ck..
Minggu pukul 9:59 · SukaTidak Suka
o
Lanang Sawah wahwah. selama tujuh tahun aku jaga rubrik budaya MI, hal yang sulit dihindari pada soal teknis seperti ini. redaktur tak mungkin membaca secara menyeluruh karya-karya yang bertebaran di mana-mana. ada kasus dan sering terjadi, satu orang mengirim ke berbagai media dan dimuat bersamaan. tapi kalo unsur plagiat seperti ini, biasanya redaktur langsung beri black list bagi cerpenis…
Minggu pukul 10:00 · SukaTidak Suka · 6 orangMemuat…
o
Ahda Imran
Awalnya saya kagum membaca nama cerpenis Kompas yg baru pekan kemarin kami muat cerpennya di Pikiran Rakyat. Tapi Kekaguman saya berubah menjadi kekagetan membaca cerpen tersebut yang rasanya saya hapal benar setiap deskripsi dan dialognya…. Ini memaksa saya mengambil buku kecil “Rashomon” Akutagawa yang diterbitkan “aku baca” (2003). Saya tak percaya mengapa teman2 Kompas bisa meloloskan cerpen sejenis ini, seperti juga saya tak habis pikir mengapa Dadang Ari Murtono (DAM) melakukannya tanpa berpikir orang akan tahu muasal gagasan cerpen ini. Tapi lebih tak mengerti lagi saya membaca forward SMS DAM di atas. Tapi apapun, thx Bamby…Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 10:00 · SukaTidak Suka · 5 orangMemuat…
o
Kurnia Effendi
Bamby, berbekal obrolan kita di Penus TIM beberapa waktu lalu mengenai karier Dadang Ari Murtono, aku sudah mengirim SMS langsung kepada Redaktur Kompas. Ia berjanji akan cek ke Facebook mengenai hebohnya plagiarisme yang dilakukan Dadang. …Bahkan surat pembacamu ini plus kutipan perbandingan dari Sungging Raga juga sudah saya kirim kepada Red Kompas via inbox. Namun demikian, kejadian ini menunjukkan bahwa Kompas tidak membaca media lain atau isu sastra di media maya.
Trims, BambyLihat Selengkapnya
Minggu pukul 10:01 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Tina Chi Mas Bamby, usul ya…lain kali kalo ada kejadian seperti ini, tagging lah sebanyak mungkin temanmu, trutama yg concern sm mslh seperti ini. saya sependapat kalo ini tdk mutlak jd tg jawb redaktur, setidaknya mungkin kita bisa mempersempit ruang buat para plagiator itu. dan buat yg baru berniat…biar pikir ulang…
Minggu pukul 10:05 · SukaTidak Suka
o
Endah Sulwesi Aku pun kaget saat mlembuka lembaran sastra Kompas hari ini. Hah? Cerpen ini lagi dan pelakunya org yg sama pulak? Langsung telp bamby utk memastikan. Eh, rupanya bamby sdh bergerak cepat menyikapi hal ini. Dadang, masa kamu begitu bebal sih mengulang-ulang kesalahan yg sama? Apa bagimu tak penting sebuah nama baik dan kehormatan?
Minggu pukul 10:06 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Lanang Sawah urnia dalam satu hal keliru. redaktur sastra dengan segala keterbatasannya tak mungkin memantau semua isi rubrik sastra. Ada ratusan cerpen yang masuk setiap hari. Ini murni kesalahan cerpenis.
Minggu pukul 10:08 · SukaTidak Suka
o
Isbedy Stiawan Z S Sungguh, ini kelalaian redaktur DNB Kompas yang fatal. Cerpen ‘plagiarisme’ ini juga justru perah dimuat Lampung Post beberapa pekan lalu. Kita bukan saja memboikot cer[en Kompas, tapi media massa wajib membokit penulisnya. Orang-orang yang melakukan plagiat tak boleh dibiarkan ‘hidup’.
Minggu pukul 10:10 · SukaTidak Suka · 2 orang2 orang menyukai ini.
o
Lanang Sawah isbedy pernah jadi redaktur sastra. harus melihat dalam perspektif ketika dia di dalam. bagaimana redaktur mengelola ratusan cerpen yang masuk setiap hari. Isbedy pernah merasakan tentunya.
Minggu pukul 10:12 · SukaTidak Suka
o
Anita Lindawaty SSi MSi mohon izin punjem url link note ini utk ku posting di twitter & koprol ya bam. biar lebih banyak orang yg tau dan perduli. semoga sanksi moralnya lebih berasa…
Minggu pukul 10:13 · SukaTidak Suka
o
Ahda Imran
Benar kata Lanang. Memantau puisi, cerpen, dan esai yang bertebaran di berbagai media memang sangat sulit. Meski lewat online. Kami pun sekali pernah kecolongan memuat esai yg ternyata baru minggu dimuat di media lain, seperti sebuah media …memuat esai yg pernah kami muat sepekan sebelumnya. Tapi dalam kasus DAM ini, saya kira sepenuhnya kelalaian redaktur. Cerpen Akutagawa itu adalah cerpen yg sangat terkenal, jadi sulit saya bisa mengerti jika seorang redaktur sastra tidak mengenal cerpen itu. Seandainya itu adalah cerpen O Henry (atau cerpenis terkenal siapapun) yang belum diterjemaahkan, maka mungkin bisa kita mengerti kalau redaktur kecolongan. Paling tidak ada celah alasan ihwal keterbatasan bacaannya. Tapi ini, Akutagawa gitu lhoo… .Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 10:18 · SukaTidak Suka · 1 orangHoly Adibz menyukai ini.
o
Lovely Aan Loverstopia Cerpen berjudul Pengisah Akutagawa karya Dadang Ari Murtono juga muncul di majalah Horison bulan Januari 2011. Hehew, banyak banget ya.
Minggu pukul 10:23 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Lanang Sawah ahda, kita sama2 penulis. kita sama2 menjaga rubrik sastra. terlepas dari posisi kita sebgai redaktur budaya, ada satu hal yang harus diingat, bahwa redaktur sastra dalam konstelasi kerja di media massa, tak hanya ngurus rubrik sastra. ia juga harus berurusan dengan persoalan tetek bengek teknis lainnya, yang tak punya kaitan denga soal-soal sastra. saya pikir Can, dalam konteks seperti ini, ia bukan manusia setengah dewa, yang punya ingatan per detik dan per menit, tuk mengumpulkan berbagai memori bacaan yang bersemayam dalam dirinya
Minggu pukul 10:25 · SukaTidak Suka
o
Ady Azzumar berawal pengekor + epigon + lalu menjadi plagiat. menyedihkan.
bang Bamby: izin Share untuk menjadi bahan perbincangan kami.
Minggu pukul 10:29 · SukaTidak Suka
o
Isbedy Stiawan Z S
LS: ya, itu sebabnya, sebagai redaktur boleh saja gunakan ‘rasa curiga’ terlebih dulu. Bedanya redaktur di luar Kompas hanya seorang, bisa saja terjadi kea;faan, tapi Kompas konon beberapa orang hingga terakhir sebagai penentu. Memang lumra…h kalau redaktur tak m[ampu membaca seluruh karya sastra yang ada di dunia ini. Tapi kan karya sastrawan Jepang ini sudah dibukukan oleh grup Kompas dan berkali-kali dipentasteaterkan dengan judul Rashomon (Komuntas Berkat Yakin — KoBer Lampung kalau tak salah ingat juga pernah mementaskan naskah ini Taman Budaya Cak Durasim dan sejumlah panggung lainnya.
Trims Lanang dan Ahda yang telah ‘mengingatkan’ saya, meski untuk kasus plarisme cerpen ini tetap fatal. Sedang untuk yang lain, saya memaklumi mengingat seorang HB Jassin saja pernah salah saat memenangkan sebuah cerpen pada sebuah sayembara majalah. Namun kemudian Jassin mentolerir kemenangan naskah itu terlepas apakah hadiahnya dikembalikan ke panitia. Sekali lagi aa dan trima kasih buat Lanang dan Ahda.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 10:31 · SukaTidak Suka
o
Lanang Sawah ya sama-sama isbedy. menjadi penulis dan pengarang butuh niat baik tak sekadar menguar kreativitas.
Minggu pukul 10:34 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Cerpen Dadang Yang di majalah horison, silakan para pembaca menilainya sendiri, apakah kisahnya mirip Kappa-nya Akutagawa, atau Dadang menjelma menjadi pentutur ulang Almarhum Akutagawa Ryunosuke. Cerpen Dadang Pengintai yang dimuat di Suara merdeka lantas dimuat ulang di Pikiran Rakyat, konon kabarnya ditujukan utk kami yang mencibir dia saat cerpen perempuan tua kami sebut plagiat. Kami tidak iri pada sdr. Dadang, tapi kami prihatin dia membunuh dirinya.
Minggu pukul 10:35 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Anita Lindawaty SSi MSi begitu banyak cerpen yg dijiplak DAM, jangan2 DAM tergolong plagiator sejati…
Minggu pukul 10:35 · SukaTidak Suka
o
Ahda Imran
Betul, Lanang. Tak hanya yg berurusan dengan teks, bahkan sampai urusan2 keluhan adminstrasi para penulis. Apalagi jika dicampur dengan kewajiban dan tugas2 peliputan yang lain. Keterbatasan ingatan itu aku paham. Tapi, seperti saya sebut,… Akutagawa bukanlah cerpenis yang asing.Terlebih lagi dengan penyebutan “Rashomon”. Nama Akutagawa dan Rashomon nyaris tak bisa dipisahkan. Jika benar karena keterbatasan ingatan, yg karena itu kita harus memakluminya, untuk Akutagawa dan Rashomon, tetap sulit saya mengerti. Kecuali jika kita memang ingin melihat soal ini dari sudut pandang yang normatif, namanya juga manusia pasti ada salah dan khilafnya.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 10:40 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Han Gagas Sy senang mas bam sdh bergerak jg kef, dan redaktur2 lain. Smoga upaya kt mengungkap yg dl lwt tag sungging raga terblow up lbh bsr lg dan yg terpenting adalah diketahui redaktur2 koran seluruh Indonesia.
Minggu pukul 10:41 · SukaTidak Suka
o
Donatus A. Nugroho Gawat ini … sedih aja mendengarnya.
Minggu pukul 10:42 · SukaTidak Suka
o
Han Gagas Jgn lupa beberapa cerpen dadang dulu jg dobel dimuat media jd tak hanya ini shg spt menyimpulkan bhw dia berwatak buruk haus publikasi dg melakukan kecurangan.
Minggu pukul 10:46 · SukaTidak Suka
o
Lanang Sawah
memang agak sukar Ahda jika cerpen itu terkait seorang empu seperti Akutagawa.saya tak mencoba berpikir normatif dan skripturalis, tapi jujur agak susah memang. niat baik pengarang harusnya diutamakan. menjadi pengarang tak sekadar menguar …karya tapi sikap pengarang menjadi bagian integral proses kreativitas.
Sekadar tambahan buat isbedy, setahu saya, bebrapa orang yang membaca cerpen kompas sebelum diacc, datang dari redaktur2 non desk sastra, wewenang sepenuhnya ada di redaktur sastra. Jadi sejatinya sama. ia sendiri, yang lain hanya ikut membaca. Tapi ini cerita yang pernah dipaparkan Bre Redana. Entah sekarang.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 10:46 · SukaTidak Suka
o
Han Gagas Dan smg para redaktur2 itu slg berkontak spt yg kt lakukan di fb sbg cerpenis yg sm2 berproses.
Minggu pukul 10:49 · SukaTidak Suka · 1 orangGemi Mohawk menyukai ini.
o
Saut Poltak Tambunan Bamby, suratmu tidak akan ditanggapi karena ‘tidak sesuai untuk Kompas, tidak sesuai selera redaksi, dan ‘tidak melebihi 10000 karakter.”
Minggu pukul 10:51 · SukaTidak Suka · 5 orangMemuat…
o
Anita Lindawaty SSi MSi haha
Minggu pukul 10:53 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi Hahaha, iya ya. Tapi paling tidak aku mewakili cerpenis yang suka kirim ke kompas dan ditolak, karena masalah tdk sesuai dgn kompas, dan atau kelebihan karakter 10rb, sehingga jelaslah bahwa cerpen minggu ini yang sesuai dgn kompas adalah cerpen plagiat.
Minggu pukul 10:58 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Holy Adibz lebih karya asli meski tidak dimuat di media, daripada dimuat di KOMPAS, tapi PLAGIAT. memprihatinkan.
Minggu pukul 10:59 · SukaTidak Suka
o
Ribut Wijoto kita tunggu tanggapan kompas. jika tidak ditanggapi, saya kira kompas akan rugi sendiri.
Minggu pukul 11:01 · SukaTidak Suka
o
Saut Poltak Tambunan Setuju, Bamby, kompas bukan ukuran sastra di negeri ini.
Minggu pukul 11:02 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Kartika Catur Pelita Ketika karya penulis dimuat bersamaan pada beberapa media, mungkin kita bsia maklum bawa hal ini bukan sebuah kesengajaan. Tapi jika cerpen tersebut sengaja di tebar pada beberapa media- cerpen itu ternyata plagiat pula, sangat tidak etislah yang dilakukan pengarang tersebut! Sebagai pelaku sastra(penulis) seharusnya pegang kode etik kepenulisan dan moral. Sastra merupakan kreatifitas keindahan berbasis kejujuran, tentu.Buat Bung Bamby-salut- kebenaran memang harus disuarakan!
Minggu pukul 11:04 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Nita Tjindarbumi kalo kompas bukan ukuran sastra di negeri ini, yah ngapain capek2 antri di kompas ya? mungkin lebih asyik kalo nulis cerpen untuk Bobo saja..menulis cerita anak konon susah juga…hiks..
Minggu pukul 11:07 · SukaTidak Suka · 1 orangHoly Adibz menyukai ini.
o
Saut Poltak Tambunan Nita, daripada jadi pengarang plagiat, aku lebih suka diajarin merajut saja!
Minggu pukul 11:08 · SukaTidak Suka
o
Aba Mardjani Lima atau mungkin 10 tahunan lalu, setahuku, Cerpen Kompas diseleksi 5 orang (untuk dimuat skor setidaknya harus 3-2). Belakangan kudengar 3 orang (2-1), entah sekarang….
Minggu pukul 11:09 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Haya Aliya Zaki Di Bobo juga antreee…:D
Minggu pukul 11:14 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi
Bang Saut…banyak membaca tulisan orang juga bisa mempengaruhi orang untuk jadi plagiat, meniru gaya, mencuri kalimat bahkan sampai parah kalo menjadi cerpenis Copas…

memang lebih baik belajar merajut aja. mending ditulis di kompas karena… merajut deh..kalo antrian panjang untuk cerpen…kan podo2 masuk kompas…heheheLihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:15 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi
Cerpen Pengintai karya Dadang yang dimuat di suara merdeka, lantas dimuat lagi di pikiran rakyat, konon kabarnya ditujukan pada kami, krn mencibir dan menuduhnya plagiat, saat cerpen perempuan tua dimuat di lampung post. Karena dadang sendi…ri tdk pernah dgn elegan menanggapi kritik dan kecaman kami secara langsun. Dan, akibat dia “keroyok” maka dia seolah menjadi orang yg tertindas, seminggu kemudian, sampai minggu ini cerpennya dimuat diberbagai media koran dan majalah. Lucu ya, Tuhan selalu mendengar doa orang2 yg tertindas. Sehingga cerpennya dimuat di Kompas. Maka, dgn bangga Dadang berkata, “Bamby, kamu salah menilai saya! Buktinya cerpen saya diterima Kompas koran barometer sastra indonesia.” (dialog itu bukan dari dadang, tapi semata buatan saya sendir) Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:16 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Saut Poltak Tambunan He he he, pengarang Kompas dan pengarang Copas. Keren!
Minggu pukul 11:16 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Kartika Catur Pelita Nita Tj@(salam kenal) Iya Mbak. Walau beberapa cerita anak sudah dimuat di media koran lokal, (seperti halnya cerpen dewasa)cerpen anak di Kompas adalah ukuran utama- prestasi prestesius ketika karya kita berhasil dimuat disana.Karena menulisi cerpen anak gampang-gampng susuah juga. Beberapa cerpen yang kukrim masih dikembalikan dengan catatan ide sama udah pernah dimuat atau bahasa masih dewasa! Hehehe
Minggu pukul 11:16 · SukaTidak Suka
o
Saut Poltak Tambunan Hegemonian! Whew!!
Minggu pukul 11:19 · SukaTidak Suka
o
Yadhi Rusmiadi Jashar Menyedihkan…. Saya mulai berpikir untuk menarik semua cerpen saya dari note fb. Di tangan orang kreatif (baca: kere aktif), cerpen saya yang tak bagus itu bisa saja disulap, diperindah, direkonstruksi lalu dilabeli namanya. Kemana tempat mengadu? Bagi DAM berlaku hukum “Tuhan telah Mati”. Ini sebuah kejahatan!!
Minggu pukul 11:19 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Nita Tjindarbumi
kartika…hehehe..aku hanya suka dengan note ini, sama spt reaksi orang pada kasus gayus…gemes..padahal gayus gak bisa sepenuhnya disalahin. Selain itu, aku cuma penikmat saja. bukan cerpenis. belajar gak pinter2 makanya diledekin BAng Sa…ut yang tahu aku lebih suka merajut dari pada antri di kompas.

menulis cerita anak juga gak pernah. katanya susah banget ya? dengan ikut nimbrung disini harapanku bisa belajar tentang cerpen dan sastra…aku buta akan sastra…hiks..Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:22 · SukaTidak Suka
o
Saut Poltak Tambunan Aku share ya, Bamby, biar nenekku yang di kampung ikut baca.
Minggu pukul 11:22 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Hutasuhut Budi Seperti kata Budiarto Danujaya di Kompas yang sama: “orang Indonesia hanya sibuk merayakan popularisme”. di sana ada ekonomi dan semua cara pasti ditempuh.
Minggu pukul 11:23 · SukaTidak Suka
o
Kwek Li Na aku izin share juga ya…..ya mas BAMBY
Minggu pukul 11:23 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi HS..wakakakak….aku menulis di koran kota kelahiranku aja nggak pernah…pengennya nepotisme masuk kesana dengan memakai nama belakangku…orang lama di dunia pers dan sastra mungkin gak asing…aje gile…jadi deh gue cerpenis nepotis…
Minggu pukul 11:25 · SukaTidak Suka
o
Amaq Shofia Kompas sering kecolongan. Selektifitas rendah
Minggu pukul 11:26 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ budi: semoga dadang juga membaca esai di bawah cerpennya. Tapi seperti biasa, kompas mengakhiri polemik.

@ kwek lina: silakan mbak
Minggu pukul 11:27 · SukaTidak Suka
o
Shinta Miranda bukti kalau kompas memang mau menggampangkan saja, begitu banyak cerpen bagus menanti – tapi redaktur kompas memang malas !
Minggu pukul 11:27 · SukaTidak Suka
o
Hutasuhut Budi NT: kalau sudah nulis di kampung, pasti dimuat Kompas. buktinya, cerpen Rashomon ini. ha…ha…
Minggu pukul 11:28 · SukaTidak Suka
o
Kartika Catur Pelita Hei, aku pernah baca cerpen Mbak Tita- di Anita -dulu, sekarang STORY. Jam terbang Mbak lebih banyak daripada aku. Sama lah Mbak gemes jg karea dimuatanya cerpen tersebut berarti mematikan sebuah kesemptan tampilany cerpen lain-apalagi pengarang yang belum pernah karyanya dimauat di Kompas-dan sedang berjuang keras untuk bisa tampil! Hehhe. Semoga aja di masa mendatang kejdian ini gak terulang. Btw, redaktur kecolongan. Hal ini pernah terjadi pada media lain, misal STORY. Hehehe
Minggu pukul 11:31 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi
HB…kebiasaanku kalo udah kirim cerpen ke satu media, ya langsung lupa deh ama cerpen itu. ada beberapa cerpenku belum ada kabarnya udah lama juga…mau aku baca ulang..lha kok raib…jadi gak mungkin deh aku kirim dobel…

tapi aku mau kok… kapan2 nulis di koran kampung halamanku…Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:33 · SukaTidak Suka
o
Hutasuhut Budi NT: Tjindarbumi harus pulang kampung, setidaknya tulisan-tulisannya.
Minggu pukul 11:35 · SukaTidak Suka
o
Hutasuhut Budi Bamby: hal buruk selalu terulang, kawan. beberapa waktu lalu kita mempersoalkan cerpen yang sama. ini kita persoalkan lagi. redanden dan de javu betul. artinya, negri ini gak berubah-berubah mengulangi kekeliruan demi kekeliruan.
Minggu pukul 11:37 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi
Kartika….Ampun..ampun… cerpenku cuma sesekali kok. Kalo aku masa bodoh amat ah ama plagiat2 itu, aku juga gak usah pake gemes kalo cuma mematikan atau apa..santai ajalah. menulis ya menulis.

kalo cuma plagiat di urusan lain aku dah bolak…-balik alami, rajutan2ku banyak yang niru, ide2ku banyak yang curi, bahkan koleksi2 ada yang contoh…dan jadi juara…hihihi..mereka baru bilang setelah jiplak karyaku…gpp..kalo itu bermanfaat bagi mereka dan membuat mereka bangga…tokh akhirnya mereka minta maaf dan berterima kasih juga padaku….kalo gak lihat karyaku mereka belum tentu dapat juara…yang sabar aja deh hadapi begituan…soal antrian …kalo karya kita bagus ntar juga nyampe…Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:39 · SukaTidak Suka
o
Endah Sulwesi ?@mbak Nita, kalau hanya terpengaruh tulisan seseorang sih gpp. yg amit2 itu kalau menjiplak :P
Minggu pukul 11:39 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi HB…nanti aku pulang kampung..karyanya aja dulu…hehehe
Minggu pukul 11:40 · SukaTidak Suka
o
Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto
Inilah kalau dimuatnya tulisan di koran masih jadi ukuran keberhasilan seseorang dalam menulis karya sastra atau tidak, semakin populis sebuah media, maka kualifikasi akan semakin terancam degradatif, kaum sastrawan harus memperhatikan hal …ini tapi juga tidak mengecam apa yang dilakukan Denny adalah juga sebuah pancingan untuk memperhatikan karya orang pada bangsa lain, mustinya disini yang salah redaktur Kompas. Dia harus menulis bahwa karya ini disadur dari karya Akutagawa Ryonosuke sehingga tidak terjadi polemik semacam ini, redaksional KOMPAS tentunya tidak sebodoh yang kita kira, apalagi sebelumnya mereka menerbitkan karya yang sama lewat perusahaan penerbitan satu grupnya.

Polemik ini mirip dengan kasus Gayus yang terpotret ‘tanpa sengaja’ kemudian beritanya jadi blow up. Dengan blow up gaya Bamby ini juga akan muncul Polemik sehingga buku terbitan kompas bisa tersosialisasi tanpa sengaja, indikasinya mengarah kesana.

Jadi Mas Bamby anda terlalu lugu membaca keadaan, serangan anda mustinya jangan ke KOMPAS tapi tunggu waktu yang tepat untuk menelanjangi Denny sampai momen penerbitan buku cerpen itu kadaluwarsa.

Selain itu janganlah kita terlalu melihat koran sebagai satu-satunya arus pusar kebudayaan, sastra koran saat ini adalah sastra yang dangkal, yang diproduksi dengan asal-asalan tidak bermutu sama sekali. Karya sastra yang hidup itu justru yang banyak bertebaran di luar koran selain buku jaringan sosial media juga pelan-pelan akan menjadi media penting bagi pertumbuhan dunia sastra kita, sudah saatnya sastra koran ditinggalkan karena dengan menghamba pada sastra koran maka kita memberikan kuasa hanya pada redaktur bukan pembaca sebagai akhir dari segala akhir………Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:40 · SukaTidak Suka · 3 orang3 orang menyukai ini.
o
Nita Tjindarbumi Endah…kalo udah kepengaruh..ntar akhirnya ambil sedikit…dikit lagi..akhirnya copas aja ah..hehehe…
Minggu pukul 11:40 · SukaTidak Suka
o
Endah Sulwesi yaaaah Mbak Nita jgn begitu dong :P
Minggu pukul 11:41 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi trus gimana dong , ndah?
Minggu pukul 11:45 · SukaTidak Suka
o
Nita Tjindarbumi Hehehe…Anton..apa benar Bamby terlalu lugu? hihi aku suka dengan keluguan Bamby…setidaknya bisa senyum2 membaca komen teman2 disini..bisa nambah ilmu soal plagiat, antrian sembako..eh cerpen di kompas…lanjut!!
Minggu pukul 11:48 · SukaTidak Suka
o
Kurnia Effendi
?@ Lanang: Edy, thanks. Iya sih, sebagai redaksi memang berat tanggung jawabnya. Tapi aku juga setuju dengan Ahda Imran dengan penjelasannya itu. Aku juga langsung mengingatkan Can di luar forum agar cross check serta membuka facebook. Maks…udku, kebetulan kasus ini pernah ramai dibicarakan sebulan lalu dan cerpen yang diplagiat oleh DAM bukan karya seorang pemula.
Aku setuju dengan cara Nirwan Dewanto yang selalu menelepon lebih dulu pengarangnya sebelum memuatnya untuk memastikan banyak hal mengenai cerpen bersangkutan. SalamLihat Selengkapnya
Minggu pukul 11:51 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Nita Tjindarbumi Setuju Keff…mungkin itu cara aman juga ya..atau kalo perlu bikin surat pernyataan din atas materai kalo cerpen itu belum pernah dimuat atau dipulbikasikan dalam bentuk apapun….aman deh…redakturnya, maksudku…
Minggu pukul 11:54 · SukaTidak Suka
o
Kartika Catur Pelita NJ: Setuju, Mbak. Terus menulis sastra- meruapkan keindahan permainan kata bertumpu kejujuran@ES(salam kenal) Iya, mbak, siapapun penulis tentu terpengaruh pada pendahulu kita, sah-sah aja,tapi memplagiat nggak deh, beranak pinak ide berkeliaran dan bisa diwujudkan karya sebatas kemampuan kita yg diberi talenta menulis! BISA!
Minggu pukul 11:55 · SukaTidak Suka
o
Anita Lindawaty SSi MSi bam, note yg ini tolong dibikin public ya, biar link nya bisa dibuka & dibaca dari luar fb, termasuk temen2 yg bukan temen fb bamby. thx
Minggu pukul 11:58 · SukaTidak Suka
o
Muhammad Nurcholis ijin share mas Bam..
Minggu pukul 12:02 · SukaTidak Suka
o
Kartika Catur Pelita Saut Poltak@ salam kenal! Sy baca karya Bung semenjak sy SMP! @Shinta M: Prihatin. Ingat ja perjuangan temen2 penulis yang bikin cerpen(orisinil) sebagus mungkin agar bs dimuat di Kompas, mereka trus kirim berharap satu hari impian mencatakan nama dan cerpenny di Kompas terwujud!@Hutasoit: PR penting penyuka n pelaku dunia sastra, termasuk penulisnya ya?!
Minggu pukul 12:04 · SukaTidak Suka
o
Anita Lindawaty SSi MSi bisa dimaklumi jika dengan segala keterbatasan sebagai manusia redaktur sastra KOMPAS kecolongan, lah yg paling penting kan SIKAP nya setelah tau dan dapat info dari banyak kalangan seperti ini.
Minggu pukul 12:08 · SukaTidak Suka
o
Nancy Meinintha Brahmana weleh…weleh….muantaplah….makanya ah ah ah…, jadilah diri sendiri ya…
Minggu pukul 12:14 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Anton: koreksi mas, nama cerpenisnya Dadang, bukan Denny.

Dan, aku sangat setuju tentang barometer sastra pendapat bung Anton Djakarta ini. Namun dalam hal lugu aku kira, caraku cukup sopan hehehe.
Minggu pukul 12:15 · SukaTidak Suka
o
Saut Poltak Tambunan Bamby, wajahmu memang innocent. Tapi sikapmu brillian!
Minggu pukul 12:23 · SukaTidak Suka
o
Saut Poltak Tambunan ?@Kartika: salam kenal juga.
Minggu pukul 12:28 · SukaTidak Suka
o
Khrisna Pabichara Kasihan Kompas! Ikut prihatin atas arogansi Dadang Ari Murtono. Rasanya, kritik lembut yang kerap saya tuturkan di media sama sekali tak mengendap dalam memorinya. Bahkan keledai saja enggan jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Salam takzim Kompas, salam tobat Dadang!
Minggu pukul 12:32 · SukaTidak Suka
o
Gunawan Maryanto turut prihatin :(
Minggu pukul 12:34 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Saut Poltak Tambunan He he he, nenekku sudah baca status Bamby ini di kampung. Katanya, sudah plagiaris (sudah dirame-ramein di FB), dimuat ulang, di Kompas pulak!!

(“Ompung, ampunilah mereka, mereka tidak tahu apa yang sudah mereka perbuat.”)
Minggu pukul 12:38 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Ady Azzumar biasanya sriti.com selalu update cerpen yang di muat di seluruh koran.
Minggu pukul 12:40 · SukaTidak Suka
o
Khrisna Pabichara ?@Ady: Mengingat betapa banyaknya cerpen yang masuk ke redaksi Kompas, pastilah sibuk redakturnya untuk membuka laci arsip sriti.com. Akan tetapi, dalam hal ini berpulang ke lubuk hati Dadang. Kecuali kalau Dadang telah kehilangan nurani.
Minggu pukul 12:42 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi ?@ Ady: Sriti.com lagi kena serangan hacker. Begitu berita dari mas chus, mas rachmat dan mas wim.
Minggu pukul 12:43 · SukaTidak Suka
o
Pratiwi Setyaningrum Atau. Mungkin lagi butuh sembako BANGET, hingga rela pertaruhkan nama ‘.’)?
Minggu pukul 12:43 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Khrisna Pabichara ?@Pratiwi: Kalau alasannya seperti itu, kenapa tidak mengedarkan kotak sumbangan saja?
Minggu pukul 12:44 · SukaTidak Suka
o
Nassirun Purwokartun koin for DAM!
Minggu pukul 12:46 · SukaTidak Suka
o
Khrisna Pabichara ?@Nas: Betul! Koin untuk DAM!
Minggu pukul 12:47 · SukaTidak Suka
o
Pratiwi Setyaningrum Aye! KOIN FOR DAM
Minggu pukul 12:47 · SukaTidak Suka
o
Gunawan Maryanto tanggung jawab terbesar ada di penulis. apa pun alasannya dia harus bisa mempertanggungjawabkannya. kompas menjadi korban karena tidak teliti. tapi rashomon gitu loh, masak gak tahu
Minggu pukul 12:48 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Pasti arwah arwah Akutagawa sedang gelisah hehehe.

Kurasa Dadang tdk punya masalah dgn honor, tapi dia keblinger utk cepat populer.
Minggu pukul 12:54 · SukaTidak Suka
o
Panah Hujan Wah, ini menarik. :D
Minggu pukul 12:56 · SukaTidak Suka
o
Yadhi Rusmiadi Jashar Saya telah membaca jawaban Dadang tentang polemik “Plagiarisme Rashomon” ini beberapa waktu lalu (Sebuah jawaban atas tudingan Bamby dkk. terhadap cerpennya). Dengan bahasa yang berbelit, penuh kalimat-kalimat bersayap, jawaban Dadang semakin menegaskan kalau dia dengan sadar memplagiasi karya Akutagawa itu!! Dengan bahasa yang lembut Dadang seakan menantang, “Gue emang njiplak. Eloe mau apa!”.
Minggu pukul 12:56 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Nassirun Purwokartun koin for keblinger!
Minggu pukul 12:56 · SukaTidak Suka
o
Ady Azzumar
sepakat dengan bang Saut Poltak Tambunan:

“Pertanyaan: Masih pantaskan Kompas kalian jadikan ukuran sastra negeri ini?”

jujur, aku lupa baca esais siapa penulis dan pengarangnya, yang aku ingat dalam kutipan tulisan itu, “Ukuruan sastra nege…ri ini, ada 3: 1. Majalah Horison, 2. Fakultas sastra UI, 3. Koran Kompas.”

entah benar atau tidak, riset dan yang di tulis ke tiga di atas, saya hanya pembaca.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 12:57 · SukaTidak Suka
o
Nurel Javissyarqi Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (???? ??? ? ???? ???? ??????), telah gugur pahlawanku…..:) suwon sanget infornya bung Bamby, ini sangat bermanfaat untuk sekalian alam semesta…
Minggu pukul 13:03 · SukaTidak Suka · 1 orangFaradina Izdhihary menyukai ini.
o
Binhad Nurrohmat Gimana komentar Akutagawa Ryunosuke? Dari Gresik saya menerawang ke Jepang… Akutagawa heran, kok tiba-tiba dia bereinkarnasi menjadi orang Jawa…
Minggu pukul 13:03 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Khrisna Pabichara ?@Binhad: Baru saja Akutagawa mengirim poesan pendek ke batin saya, Bang Binhad. Katanya, korupsi sudah merambah wilayah kepengarangan di Indonesia.
Minggu pukul 13:04 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Pratiwi Setyaningrum
OH, JADI EMANG SENGAJA. Nah, yang kasian itu yang begini ini. Hah. Kecewa de au. Maka butuh tak butuh, MY COIN FOR DAM.

Kata orang, jadilah orang terkenal. Kalo cerpenis ya cerpenis terkenal. Kalo penjiplak gatau malu, ya penjiplak gatau mal…u terkenal lah. Lumayan bisa buat dipamerin ke anak cucu, heheLihat Selengkapnya
Minggu pukul 13:06 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Kalau Dadang mengaku dirinya reinkarnasi akutagawa maka habislah perkara hahaha
Minggu pukul 13:07 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Nassirun Purwokartun gelar pengadilan!
Minggu pukul 13:07 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Budi Setiyarso hahaha….ketika td pagi membaca cerpen itu. saya yakin pasti akan ada reaksi yang dahsyat di kalangan cerpenis
Minggu pukul 13:08 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Khrisna Pabichara ?@Nas: Ayo, kita gelar!
Minggu pukul 13:08 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Binhad Nurrohmat Ini bukan kasus sastra. Ini kasus moral pengarang. Laporkan kasus ini ke kantor filsuf terdekat.
Minggu pukul 13:10 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Lina Kelana wah….. ini namanya kejahatan…..
Minggu pukul 13:33 · SukaTidak Suka
o
Ferdinandus Moses Atas nama OPPSI (Organisasi “Pembebasan” plagiarisme Sastra Indonesia) di mana berada, mengutuk tindakan pengambilalihan teks di atas “kekuasaan” pengarang! dukung Bamby! Dadang Ari Murtono, saya mencarimu! Dalam Republik Mimetis Sastra Indonesia (RMSI), silakan “terisnpirasi” TANPA (BUKAN) menjiplak! Sekian dulu dan terima kasih. Salam hangat kawan semua..
Minggu pukul 13:33 · SukaTidak Suka
o
Katrina Prahadika Pak Bamby memang cepat akurat, sip..sip..
Minggu pukul 13:38 · SukaTidak Suka
o
Dony P Herwanto turut prihatin…
Minggu pukul 13:50 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Abdul Hadi
Alangkahbaiknya jika kesalahan tidak hanya dijatuhkan ke Redaktur Kompas. Karena dari data yang saya ketahui bahwa dalam sehari, harian Kompas rata-rata menerima naskah cerpen dari seluruh Indonesia antara 60 hingga 80 setiap harinya! Misal…kan kita ambil rata-rata 70 naskah setiap harinya maka dalam rentang seminggu akan terkumpul 490 naskah cerpen. Bisa dibayangkan betapa beratnya tugas itu!
Kedua_ jika tidak mampu meneliti satu kan mereka (para Redaktur) bisa membaca judul-judul cerpen saja, tapi ini juga lemah. Karena penulis yang bermasalah itu dgn mudah menggonta-ganti judul yang telah ada.
Ketiga_ belum jelasnya batas-batas plagiat itu (meski saya dgn 1000 % mengatakan cerpen ini jelas plagiat). Ada 4 cerpen Agus Noor (AN) yang hampir serupa: antara Aubade (MI) dan Pagi Bening seekor Kupu-Kupu (JP), Antara Serenade (JP) dan Serenade Kunang-Kunang (KOMPAS). Apakah cerpen AN itu disebut plagiat?

Demikian Bung Bamby. Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 13:59 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Abdul Hadi Bagi pembaca yang ingin menyelidiki Cerpen AN di atas bisa dicari di arsip Sriti.com
Minggu pukul 14:02 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Ki Ageng Joloindro mengerikan…
Minggu pukul 14:03 · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga weh, tadi malah ada sahabatnya dadang (akhmad fatoni) pamer ke aku via sms, “tuh lihat, rashomon dimuat di kompas, ternyata redaktur tidak sependapat dengan kamu.”

hehe.
Minggu pukul 14:18 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Kartolo Kempol Geyong-Geyong terulang lagi. Katanya Lampung post, Horison, Kompas. Ajaib
Minggu pukul 14:21 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ abdul hadi: kalau judulnya berbeda dimuat di media yang berbeda dgn nama penulis aslinya, tentu bukan plagiat. Kekirim dobel itu namanya. Kalau kasus sdr. Dadang, dia menambah bbrp narasi pd cerpen rashomon, dan ia mencuplik hampir 99% cerpen akutagawa tsb.
Minggu pukul 14:22 · SukaTidak Suka
o
Lan Fang tadi pagi aku bingung liat cerpen itu…kok nongol di kompas.

btw, boleh share suratmu?
Minggu pukul 14:25 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Joni Ariadinata Jurnal Cerpen Indonesia pernah nyaris kebobolan dengan memuat karya seorang penulis muda berbakat, yang ternyata menjiplak 70 prosen karya Hamsad Rangkuti (diganti judul, dirubah dari paragraf pertama hingga kesekian, selanjutnya menjiplak persis). Kami menderita kerugian 4 jt lebih karena draft jurnal sdh terlanjur dicetak. Dengan mengutuk sedih kami harus menarik cerpen itu, sebelum Jurnal diedarkan.
Minggu pukul 14:44 · SukaTidak Suka · 13 orangMemuat…
o
Han Gagas
SAYA JUGA TELAH MENGIRIM EMAIL PLAGIASI DAN DIMUAT DOBEL, PERSIS KIRIMAN MAS BAMB TAPI SEBAGIAN KUEDIT BIAR LEBIH ENAK DI BENAK REDAKTUR-MUNGKIN (Dalam derajat kesalahan, aku lebih menganggap ini karena kesalahan utama DAM dibanding redaktu…r Kompas).
Aku yakin mereka baca emailku walau mungkin tidak hari ini karena mereka kemarin mengembalikan cerpenku dan lagipula Redi Keludku dimuat juga melalui email ini.
Mari kita mengirim email serupa demi sesuatu yang bernama ANTI KECURANGAN.
SALAM.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 14:48 · SukaTidak Suka · 1 orangSungging Raga menyukai ini.
o
Muhidin M Dahlan INI BUKAN SEKALI SAJA KARYA SASTRA DIJIPLAK. Tahun 1962 (resensi pertama mempersalahkannya 7 September 1962, Lentera, Bintang Timur, hlm 3) heboh Tenggelamnya Kapal van der Wijk karya Hamka. Dan semua penulis yang melakukan kriminal itu bungkem…. Sampai mati
Minggu pukul 15:01 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Han Gagas Tapi Mas Muhidin si DAM ini tidak bungkem…. Dia kirim sms lewat tangan temannya yg masih baru masuk “dunia menulis sastra” utk berkoar bahwa dia benar dan tak seperti tuduhan orang2. Buktinya koran2, majalah masih muat cerpennya.
Minggu pukul 15:03 · SukaTidak Suka
o
Muhidin M Dahlan
Dia menulis di Kompas. Jika surat pembaca ini dimuat, dia harus menjawabnya di koran ini. Jika tak, maka dia bungkem. Hehehehe. Kalau sms, itu anggap saja kegelisahan pelaku kriminil setelah ada kasak-kusuk.

Abdullah SP di tahun 1962. Bamby …Cahyadi di tahun 2011. Karena saking seriusnya si Abdullah SP–dan juga disokong dgn berapi-api Lentera dan Pram–sampai digambar tuh adegan2 yang mirip dalam tabel-tabel setengah halaman koran.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 15:09 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhidin M Dahlan Dadang yang ini bukannya si Dadang Kafir Liberal itu ya…
Minggu pukul 15:14 · SukaTidak Suka
o
Han Gagas Hahahahahahahaha, masak seh Mas, aku juga kagak tahu, tanya teman Gresik mas..
Minggu pukul 15:15 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Muhidin : dadang ari murtono mojokerto gresik surabaya, kalau dadang kafir liberal dadang garut hehe
Minggu pukul 15:18 · SukaTidak Suka
o
Muhidin M Dahlan
Berharap Dadang melakukan ini: “MAMPUS LU REDAKTUR KOMPAS. SAYA APUSI KALIAN. SAYA CONTEK. HANYA AKAN MENGUJI KEMAMPUAN SELEKTIF KALIAN…(padahal rashomon gitu loh, pinjam koment MG, mosok redaktur gak kenal) SETELAH INI SAYA AKAN DIBLACK… LIST, GAK APA. INI RISIKO PEMBOBOL PENGETAHUAN. TAPI INI SAYA LAKUKAN DENGAN KESADARAN PENUH, KEUSILAN PENUH, BETAPA-BETAPA DUNIA SASTRA KITA HANYA BEGINI-BEGINI SAJA….”

Jadi Mas DAM, nggak usah ngasih pleidoi macem2. Muter macem-macem …. Akui saja, bahwa ini memang menguji Kompas yang terkenal dengan Surat Sakti Penolakannya…. Ini adalah keusilan yang revolusioner….Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 15:20 · SukaTidak Suka · 8 orangMemuat…
o
Kartika Catur Pelita Bung Bamby. td pagi saat baca baris-baris awal cerpen itu di Kompas, benak saya bergumam: nich cerpen berasa Japanese-ketika saya baca pengarangnya sy teringat sms temen sesama penulis tentang adanya cerpen plagiat yg dimuat sempt jd “diskusi” para penulis di fb. Yeah…saat surat terbuka Bung Bamby ini muncul : masalah semakin jelas, ketika satu demi satu bukti muncul. Semoga ha lini merupkn pembelajaran di masa mendatang hal ini tak terjadi pun pada penulis lain.
Minggu pukul 15:20 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Han Gagas Mas Muhidin malah ngajari kayak gitu, dia bakal senang dapat jurus maut itu. Dia baca ini semua lho, kan teman FBku juga, hahahaha
Minggu pukul 15:21 · SukaTidak Suka
o
Han Gagas Dadang orang Gresik (katanya jd seksi sastra Dewan Kesenian Mojokerto, seksi sekali katanya)
Minggu pukul 15:22 · SukaTidak Suka
o
Muhidin M Dahlan HAN GAGAS: Gak apa-apa, sesama iblis saling mengajari… Hahahahahaha. Bahkan seorang iblis pun dibutuhkan dalam revolusi (makin gak jelas). Seperti Sukarno, yang mengajak lonte ikut serta dalam melanjutkan revolusi yg gak selesai2, yang kemudian si FREDY S yang masyhur itu mengolok2nya dalam novel mesumnya sebanyak 6 jilid (2 ribeng halaman)
Minggu pukul 15:23 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Reni Teratai Air
media (dalam hal ini adalah redaktur fiksi/editor) punya keterbatasan. namanya juga manusia. di antara maraknya media cetak yg di dalamnya memunculkan 1 buah cerpen, atau beberapa, tentu redaktur tdk semudah itu menghapal mana saja karya yg… sudah dimuat atau dicetak, atau diplagita dll….
utk mas bamby, jgn katakan kecewa pada KOMPAS. Kompas (apalagi redakturnya) pasti terpukul dgn kejadian ini.
Salah siapa? Penulisnya!!! …. buikan media yg memuatnya.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 15:25 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Han Gagas Kalau Lonte mah banyak yag suka, yang ngakunya moralis itu, juga penulis, hahaha. penyaluran stress dari pusingnya mikirin perbaiki dunia, ada gunanya juga kaum Lonte, hahahaha
Minggu pukul 15:30 · SukaTidak Suka
o
Miftah Fadhli sy sebagai penulis kecil, jujur, hari ini adalah hari paling menyakitkan selama perjuangan saya menulis cerita!!! Mas Bam, aku mengharapkanmu n penulis2 lain yg lebih bernama untuk melawan ini, ketimbang aku yg cuma penulis rendahan n pasti tdak akan diperhatikan. Aku cma bsa bntu dgan melawan sakit hti dlam driku saja mas Bam.
Minggu pukul 15:33 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Han Gagas Miftah, jangan gitulah, kita semua harus berpikir utk rendah hati, kirimlah email serupa pada email kompas. biar lebih banyak orang lebih diperhatikan, mungkin lho.
Minggu pukul 15:34 · SukaTidak Suka
o
Reni Teratai Air media juga perlu hati2. harusnya media menghubungi penulis yg naskahnya bakal dimuat, utk konfirmasi soal orisinilitas n blm pernah dipublish… konfirmasi itu juga merupakan unjuk diri bhw media tidak main2 soal pemuatyan naskah seseorang…
Minggu pukul 15:37 · SukaTidak Suka · 4 orangMemuat…
o
Faradina Izdhihary
Huah …. rame lagi. heheh pdhl minggu lalu aku baru mulai berani kirim lagi. Duh… Kompas yg kuanggap barometer sebagaipencapaian tertinggiku, bila suatu saat akhirnya tembus, kok jadi begini???? Mengecewakan sekali!
@Reni: Ya, Mbak. Aku …setuju, tumpukan karya yg banyak banget emang jadi beban yang berat. itu sebabnya,sewajarnya seorang redaktur sastra, harus banyak2 baca karya sastra yg hebat2. Kan gk mungkin kalau yg diplagiasi karya yg jelek.
Pun begitu aku setuju, terdakwa utamanya Tetap sang penulis.
Ayo Mas DAM, bersuaralah….!Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 15:40 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Reni Teratai Air aku baca di atas…, soal DAM yg bermaksud mengecoh Kompas (biar ketahuan sampai dimana batas referensi sastra yg redaktur kompas punya), andaikan kitu betul dilakukan oleh DAM utk mencari sensasi atau sengaja mengecoh kompas… aku rasa itu cara yg paling mengenaskanl sedunia… mari kita tempatkan jika kita sebagai redaktur kompas yg meloloskan naskah tsb. sekali-dua, tupai meleset, bukan?
Minggu pukul 15:53 · SukaTidak Suka
o
Han Gagas Muhidin tuh guyon ajah hahaha, malah ditanggapi serius neh ma Reni teratai. hahaha, Dadang haus publikasi
Minggu pukul 15:54 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Kartika Catur Pelita ?@faradina I: salam kenal mbak. Kirim lagi lah mbak, cerpen karya orisnil kan? Hehehe@mbak reni: setuju konfirmasi ketika karya penulis hendak dimuat! Btw, kapan nih dpet kring dari STORY? heheh@ miftah:rendah hati bukan rendah diri! Penulis yg mnghsilkan karya orisinil penulis kelas tinggi, bro!@Han Gagas: bahsa satra lo ternyata …buas n ganas(terpicu emosi? Hehehe( salam kenal, bro!)
Minggu pukul 16:58 · SukaTidak Suka
o
Kartika Catur Pelita ?@Mas Muhidin MD: saya suka analisa Anda! Salam kenal tuk semua pelaku serta penikmat sastra, saya penulis ‘pemula stok lama’ asal Jepara.Novel perdana saya: KEPERJAKAAN( LODI-LIMANOV-LAYAN-KUAT) sedang dalam proses penerbitan di AKOER. Menterakan potret buram remaja pria yg berprofesi pekerja seks komersil, maaf, GIGOLO. Benarkah nilai keperjakaan tak berarti bagi lelaki? Oya novel ini karya ORISINIL dong ! Heheheh, salam sastra!
Minggu pukul 17:14 · SukaTidak Suka
o
Khoer Jurzani Hiks, saya bahkan yang hanya seorang pembaca, yang sedang akan mencoba menulis jadi takut, takut belum apa-apa sudah di curigai oleh pihak redaksi jika besok saya mengirim naskah cerpen, mungkin redaksi akan memilih penulis yang sudah pasti punya nama saja hikss!
Minggu pukul 18:07 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Khoer: jangan takut, masih banyak medium utk menulis, tdk melulu koran atau majalah. Maju terus!
Minggu pukul 18:14 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Arif Rizki Saya rasa si Dadang ini adalah reinkarnasi dari Akutagawa.
Minggu pukul 18:30 · SukaTidak Suka
o
Handoko F Zainsam Turut berbelasungkawa atas kematiannya… Semoga tuhan menerima amal baiknya selama ini.
Minggu pukul 18:43 · SukaTidak Suka
o
Guntur Alam Sebagai penyuka sastra, aku terluka :’-(
Minggu pukul 18:57 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Faradina Izdhihary Hm… tragedi besar. Aku pun terluka. Kompas oh… bagaimana bisa? Kalaukoran se elite Kompas aja bisa kepleset apalagi yang kecil-kecil?
Minggu pukul 19:09 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Faradina: peristiwa minggu ini sungguh menyadarkan, bahwa kompas bukan segalanya. Justru menurutku koran2 kecil tdk akan seceroboh kompas.
Minggu pukul 19:17 · SukaTidak Suka
o
Faradina Izdhihary Ya Mas, membangkitkan semangatku yg hancur luluh karena 3 X kirim gak dimuat. heheh alhamdulillah minggu lalu sdh mulai kirim lagi. Doakan ya … Hm, betapa sulitnya membangkitkan keberanian untuksekedar “ngirim”?
Minggu pukul 19:19 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Jangat takut ditolak. Takutlah karena memplagiat karya penulis lain hehe
Minggu pukul 19:21 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Faradina Izdhihary Insyaallah gaklah Mas…. Maluuuu. Kalaupun orang tak tahu, Allah kan Maha Tahu! Mau nyungsep dimana coba? wkwkwkw
Minggu pukul 19:48 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Anhar Husyam Mas Bamby, senang bisa membaca tulisan ini sekaligus sedih lihat aksi plagiatisme ini…

turut terluka-berduka T_T.
Minggu pukul 19:51 · SukaTidak Suka
o
Eko Darmoko R waduh…
Minggu pukul 19:56 · SukaTidak Suka
o
Suan Dakka
HA..HA…HA…! MAMPUS KALIAN, YANG BERMIMPI-MIMPI CERPENNYA DIMUAT KOMPAS, LALU MELAMPIASKAN AMARAH DI SINI, BERTERIAK BAHWA KOMPAS BOBROK DAN KOMPAS BUKAN BAROMETER. MAKA HEI, HENTIKAN HIPOKRISIMU, BERHENTILAH KIRIM KARYA KE KOMPAS, AGAR …TAK MENJILAT LUDAH SENDIRI KALIAN. MAMPUS KAU KOMPAS, YANG MERASA HEBAT SEHINGGA REDAKTUR MALAS BACA, MEMALUKAN. MAMPUS KAU PLAGIATOR, TERTAWALAH. TERTAWAI PARA PEMIMPI KOMPAS ITU, TERTAWAI KOMPAS YANG BESAR ITU. LUCUNYA DI NEGERI INI (HAHA, MINJAM BONA), PARA PENIPU JADI SELEBRITIS DAN PUSAT PERHATIAN. MAMPUS KALIAN, PARA SASTRAWAN, YANG MERASA SOK HEBAT DAN SUCI. SALAM DARI SAYA, SASTRAWAN YANG DITOLAK KARYANYA DI BERBAGAI MEDIA. HAHAHA. SALAM TERBAIK.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 20:17 · SukaTidak Suka · 8 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi ?@ Suan Dakka: sebagian komenmu sangat mewakili kegeramanku hehe
Minggu pukul 20:22 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Gemi Mohawk d a m=mafia sastra
Minggu pukul 20:45 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Miftah Fadhli aku sih berharap, Kompas kembali ke karakternya yang dulu, sebelum tahun memasuki 2009 (atau 2008 ya??), pokoke sebelum ganti lay out dan segalanya deh, lebih jelas ideologi yang diusungnya…
Minggu pukul 20:45 · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga eh bung bamby, komen qt berdua di “foto+cerpen” dadang ternyata dihapus. haha.
Minggu pukul 21:09 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Kartolo Kempol Geyong-Geyong kalo plagiat dimuat terus karya yang berisi dialog misuh2 dimuat kaga ya?
Minggu pukul 21:10 · SukaTidak Suka
o
Denny Mizhar TURUT BERDUKA CITA. saya pernah membaca pledooi DAM atas cerpennya dicatatan FBnya: http://www.facebook.com/note.php?note_id=476252430
Minggu pukul 21:18 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Danube L. Hamra maaf, apa cerpen sdr. dadang yg terbit di kompas hr ini sama dg yang dimuat di horizon bln januari ini? judulx “pengisah akutagawa”
Minggu pukul 21:43 · SukaTidak Suka
o
Ady Azzumar
Kok ada yang komentar: “betapa beratnya kerja redaktur yang sehari nerima 80 naskah”

Menurutku ya itu resiko seorang pekerja. Kalau nggak mau capek dan nggak mau resiko ya cari kerjaan lainlah.

Kenapa KOMPAS banyak yg antri?
…Bocoran dari temanku yg pernah dimuat:
1. Honornya lumayan besar dan sangat diperhitungkan

Nggak tahu kalau yang lain beranggapan.

Dan katanya ada trik tersendiri redaktur untuk memilih cerpen yang layak di muat.
1. Melihat nama penulis
2. Judul + kalimat pembuka
3. Biodata penulis.

Entah ah pastinya temanku dulu sangat pamer pas karyanya di muat di kompas di banding di muat di koran lain. Masih ada republika yang lebih religius.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 21:52 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Danube: yang di Horison itu berbeda. Kalau yang di Horison ia “terinspirasi” novel Kappa karya Akutagawa juga… Kesimpulan atas cerpen Dadang di Horison silakan pembaca sendiri yang menyimpulkan.
Minggu pukul 21:52 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Khrisna Pabichara
Yang dirugikan hak intelektualnya bukan semata Akutagawa, tapi juga penerjemah yang diplagiasi olehnya. Apakah Dadang bisa berbahasa Jepang? Apakah Dadang paham langgam sastra Jepang? Jika benar-benar bisa, mengapa tidak dia sebut itu sebag…ai hasil terjemahannya saja, dan malah mengakui sebagai karyanya dengan “tambahan” judul semata?

Nah, bila ternyata Dadang sama sekali tidak bisa berbahasa Jepang, berarti dia memindahkan teks dari hasil terjemahan orang lain. Dan inilah yang paling mengenaskan. Dadang mengangkangi KPG dan Kalang yang pernah menerbitkan terjemahan Rashomon, dan Bambang Wibawarta yang menerjemahkan Rashomon.

Setelah itu, Dadang mengencingi Lampung Post dengan mengerdilkan “keberadaan” LP sebagai salah satu koran yang memberikan ruang lapang bagi pengarang. Kenapa? Karena Dadang tidak menarik cerpennya dari Kompas setelah dimuat di LP (dengan logika dikirim bersamaan) dan atau malah memandang setelah mata keberadaan LP karena menurutnya Kompas jauh lebih bergengsi. Lalu, Dadang mengibuli redaktur Kompas, lebih tepatnya menipu, dengan tidak memberitahukan bahwa cerpen ini sudah pernah dimuat di media lain.

Sesudahnya, Dadang masih dibela pula oleh sebuah lembaga kesenian dengan menuding orang-orang yang “mempertanyakan” keabsahan cerpen ini sebagai cerpenis yang “cemburu”. Sangat tidak rasional bagi saya jika sebuah institusi kesenian menyediakan lembaganya sebagai tameng bagi pelaku plagiasi. Luar biasa!Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 22:03 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Saut Poltak Tambunan Kasihan Mas DAM di Jambi (Dimas Arika Mihardja), inisial namanya dibawa-bawa.
Minggu pukul 22:03 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Pringadi Abdi Surya
?1. Ini memang otak Dadang yang miring
2. Hal ini membuktikan bahwa kualitas redaktur cerpen Kompas yang sekarang sangat patut dipertanyakan. Setelah tuduhan-tuduhan yang muncul dalam beberapa bulan belakangan, tentang kualitas cerpen Kompas… yang makin amburadul, Putu Fajar Arcana harus menjelaskan semua ini.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 22:04 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Khrisna Pabichara ?@Saut: Betul, Bang. Makanya saya menghindari penggunaan inisal DAM. Hehehe, Bang Dimas jadi kebawa-bawa.
Minggu pukul 22:10 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi
Beginilah bunyi inbox dari seseorang yang mengatasnamakan DKS (Dewan Kesenian Suarabaya), saat polemik cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon yang dimuat di Lampung Post, ramai dibahas oleh kalangan cerpenis.

Inbox diterima, 6 Desember 2010.

Mas… Bamby, salam. Tahukah pengaruh penilaian Anda terhadap Dadang Ari Murtono?
Dalam dua hari ini, dia tidak mau makan. Dia hanya berdiam diri di rumah. Dia sangat terpukul dengan penilaian Anda yang mungkin memang benar mungkin juga tidak benar.
Saya bergiat di Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Tanggal 11 Desember ini, DKS mengundang Dadang dan Aferu Fajar untuk mengisi acara Halte Sastra. Imbas dari penilaian Anda, Dadang akhirnya mengundurkan diri. Dia mengaku, untuk saat ini, belum siap bertemu dengan banyak orang.
Saya pribadi menilai, Dadang tidak melakukan plagiasi. Toh dia secara jujur memberi judul Rashomon. Artinya, cerpen Dadang memang bersandar pada karya tersebut. Hanya saja, apakah eksplorasinya berhasil atau tidak, itu soal lain.
Sekali lagi, Mas Bamby, saya sadar bahwa Anda tidak sedang secara sengaja menyakiti orang lain, pengarang lain. Tetapi, tidak semua orang sekuat Mas Bamby. Contohnya Dadang Ari Murtono. Dia masih muda dan mentalnya masih labil. Dia belum siap mendapat kritik pedas seperti yang Mas Bamby layangkan.
Saya mohon maaf kalau tulisan saya mengganggu.
Salam, R W.Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 22:14 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Saut Poltak Tambunan Padahal Mas DAM pasti sangat tak suka plagiarism. Yakin!
Minggu pukul 22:14 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
M Christina Dwi Kompas akan buruk jika tidak memperbaiki secepatnya pemberitaan mengenai cerpen ini dan saya yakin akan memberi nilai negatif pada citra kompas sebagai koran besar nasional di Indonesia dan sang Plagiatpun semestinya terkena ganjaran hukuman denda sebesar 100 juta atas plagiat dan terkena hukuman penjara seumur hidup jika perlu.
Minggu pukul 22:41 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Mh Poetra
DAM ini berhasil, kalau cumak mengejar kepopuleran, dia sekarang berhasil, selamat! Sudah sangat populer sekali ini orang sekarang. Haha!

Kompas sebagai barometer sastra itu anggapan yang sangat terburu-buru, menurutku semua media itu sama,… karna sama ditangani manusia, dalam hal ini redaktur. Jadi setiap media ya sama, apa redaktur kompas lebih baik dari redaktur yang lain? sehingga orang-orang begitu meninggikan media kompas ini. Hanya saja, perbedaanya, yang mengirim ke kompas dan media-media nasional tentu lebih banyak dari media lokal, karena itu jauh lebih sukar tembusnya.

Izin share mas bam..
:) Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 22:53 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi ?@ Om Saut: iya, ya… sebaiknya si Dadang aja disebutnya hehe
Minggu pukul 23:11 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Poetra: silakan dishare put…
Minggu pukul 23:13 · SukaTidak Suka
o
Khrisna Pabichara ?@Poetra: Untung saya termasuk orang yang tidak meletakkan Kompas lebih tinggi dari media lainnya hanya karena oplah dan cakupannya lebih besar.
Minggu pukul 23:16 · SukaTidak Suka
o
Mh Poetra
?@mas khris,
sama aku juga mas. aku juga ngirim ke kompas sekalinya ya cerpenku dulu itu, yang duluan dimuat di republika, terus aku membatalkan dengan pemberitahuan ke kompas (yang rencananya dimuat satu minggu setelah di republika) hehe
dan… kelakuan si dam itu sangat berbanding terbalik sama smsnya yang di tuliskan di komen paling atas itu, haha
kirain searogan itu orangnya, eh, rupanya cemen jugak..Lihat Selengkapnya
Minggu pukul 23:23 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Rey Khazama wuidihhh… akhirnya heboh juga nih. Miripnya identik banget soalnya.

aku dukung om bem!
Minggu pukul 23:34 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Rey Khazama Si DAM itu memang DAMN! ya. hmmm… ckckckckck
Minggu pukul 23:37 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ Rey: kita harus bangga berkarya tapi tdk jiplak cerpen pengarang lain. Tdk seperti dadang itu. Damn! Hehehe
Minggu pukul 23:43 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
M Christina Dwi ?@ Daeng Khrisna: Ya betul tuch kasihan juga sama orang yang telah menterjemahkan buku rashomon karena pastinya dia dirugikan sama si plagiat alias mafia sastra dan cerpen itu sehingga memperburuk nama dari orang yang telah menterjemahkan novel itu. Saya yakin dia tak tahu bahasa Jepang seperti apa?! suruh baca kanji juga belum tentu bisa dia apa lagi ngomong bahasa jepang mana mungkin dia bisa. Nulis hiragana aja belum bisa.
Kemarin jam 0:45 · SukaTidak Suka
o
Delima De Wilde Sri Turut bergemberia bila telah Gugur seorang penggliat Karya

Salam DE5NIZ
Kemarin jam 1:09 · SukaTidak Suka
o
Koto Saja http://www.facebook.com/note.php?saved&¬e_id=10150089188639318
Kemarin jam 1:52 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Rey Khazama ombem: iya, om. saya bangga dengan orisinalitas karya yang saya miliki. betapa damn-nya saya kalau menjiplak. hahahahaha…
Kemarin jam 3:37 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Ricardo Marbun cuma mau tanya sudah ada tanggapan dari Kompas belum Mas Bamby….secara selama ini Kompas terkesan angkuh banget dalam memilih cerpen nggak tahunya kepleset juga ya……kalau boleh tahu apa tanggapan dari kompas untuk hal ini mas….?
Kemarin jam 8:55 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Putra Gara
Kwkwkwkwkw Kompas kompas, nasibmu nak. Sudahlah, tak perlu kau berjumawa. Kehebatan seorang pengarang adalah ketika mereka terus berkarya, tanpa jadi plagiat tentunya. Dan kehebatan media adalah ketika memberi ruang kepada setiap pengarang …tanpa pandang bulu. Soalnya setiap pengarang sudah tentu pada punya bulu. Hehehe, tentunya juga harus dengan seleksi yg baik. Dengan kejadian seperti ini, sangat tdk seimbang dengan keangkuhanmu nak. Sadarlah nak, bahwa kita bukan apa apa dan bukan siapa siapa. Kita semua hanya menjalankan pungsi keberadaan kita sesuai dengan tugas masing masing. Jadi, TAK PANTAS KM PONGAH!Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 9:40 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Kartolo Kempol Geyong-Geyong kubaca kompas senin, surat pembacanya tidak/ belum dimuat?
Kemarin jam 10:13 · SukaTidak Suka
o
Ferry Fauzi Hermawan Hidup Mas Bamby, maju teruuuusss siapa lagi yang akan menjaga Sastra Indonesia, kalau bukan kita?
Kemarin jam 10:28 · SukaTidak Suka
o
Kartika Catur Pelita bamby: Setuju. Ide bisa datang dari mana aja, termasuk baca cerpen penulis lain, tapi bisa lah ide tersebut menjadi karya ORISINIL! HARUS! Hehehe semangat!
Kemarin jam 10:31 · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi
Jawaban dari Kompas pagi ini:

Disertai salam dan hormat,

Terima kasih atas kiriman surat pembacanya. Mohon maaf syarat untuk surat pembaca adalah nama jelas, fotocopi KTP/SIM yang masih berlaku (scan), No.telp/HP yang dapat dihubungi, dan ala…mat rumah tinggal.

Mohon surat pembaca Saudara dikirim kembali dengan melampirkan syarat-syarat. Kami beritahukan juga bahwa surat pembaca yang masuk ke Redaksi akan diseleksi.

Alamat e-mail adalah opini@kompas.co.id.

Mohon surat pemberitahuan ini tidak perlu diikutsertakan kembali kepada kami ketika Saudara mengirimkan surat pembaca, karena semua surat pembaca yang masuk berikut pengantarnya harus kami print out.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Salam,

Sekred. Desk OpiniLihat Selengkapnya
Kemarin jam 10:41 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Saya sudah kirim ulang dengan melampirkan KTP, menggunakan nama Bambang Cahyadi dan melampirkan bukti-bukti plagiat cerpen Dadang
Kemarin jam 10:42 · SukaTidak Suka · 4 orangMemuat…
o
Kartika Catur Pelita ?@bamby: Belum pernah krim surat pembaca ya? Hehehe. Tetap semangat!
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi Hahaha, gak pernah. Kirain kayak kirim cerpen
20 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sitok Srengenge Setuju dengan Bamby. Menyedihkan.
17 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sitok Srengenge Bamby, aku izin share ya.
17 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bamby Cahyadi ?@ mas sitok: terima kasih, silakan dishare.
16 jam yang lalu · Tidak SukaSuka · 1 orangMemuat…
o
Koto Saja rame, rame… menyenangkan sekali. saya belajar banyak dari komentar2 di sini..
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Nurel Javissyarqi jempolku berarti ngeser om:)
2 detik yang lalu · Suka

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae