Evi Idawati
http://www.suarakarya-online.com/
Mawar putih dengan tangkai dan daun yang masih segar tergeletak di meja kerja Rachel. Kelopak dan mahkotanya masih basah, bertumpuk saling melengkapi, melingkar hingga tak putus sampai tiga saf diatasnya. Ada satu helai mahkota bunga kecil hampir setinggi putik yang membalik. Tidak mengganggu pandangan karena begitu kecilnya.
Sendirian ditengah mahkota mawar yang lebar. Seakan enggan menatap keatas, mahkota itu meringkuk dan menunduk. Berdiam dalam lusinan putik yang menarik terik. Rachel hanya memandangi bunga itu. Seperti ingin menumpahkan kerinduannya pada sesuatu yang belum pernah dijumpainya. Beberapakali Rachel berkedip, mengangkat tangan mengusap rambut dikepalanya, menggerakkan jari-jarinya dan menyentuh alis mata dengan kelingkingnya. berpikir dan menebak kenapa. Tapi pandangan matanya tak pernah beranjak dari mawar putih itu. Dia meletakkan kedua sikunya diatas meja. Jari-jari dikedua tangannya bertaut. Dia menitipkan dagunya disana.
Setelah berdiam beberapa lama. Dia mengambil tangkai mawar itu dengan tangan kirinya, memandangnya sebentar, lalu memindahkannnya di tangan kanan. Rachel memutar tangkai mawar itu beberapa kali. Dia merentangkan tangannya masih memutar bunga itu dengan jempol dan telunjuknya. Matanya tak pernah lepas memandangi, seakan hendak meneliti dari segala sudut. Lalu dia meletakkan bunga itu di dadanya sambil memejamkan mata dan menghembuskan nafasnya. Tanggal sembilan. Selalu pada tanggal sembilan. Hanya satu tangkai mawar dan berwarna putih. Di bulan yang sama, sejak tiga tahun terakhir ini.
Jujur, Rachel merasa tersanjung. Pun akhir-akhir ini begitu banyak kata bersliweran dalam benaknya. Tumpang tindih hendak mentertibkan dirinya menjadi kata-kata bijak yang akan bisa dimengertinya. Setidaknya kata-kata itu akan dapat dijadikan pijakan dan rekomendasi untuk mengambil langkah dan tindakan bagi setiap masalah yang dihadapinya.
Sejak dua tahun yang lalu, dia mengurung diri. Membangun rumah bagi kenyamanan dunianya. Rachel begitu sunyi dan sendirian. Dia menganyam waktu. Menggambar kisah dari kesedihannya. Pada air dia berujar. Dengan angin dia berbisik. Dia tidak percaya pada siapapun. Bahkan orang yang mengaku sebagai paling dekat dan sahabatnyapun tidak dia percayai.
Setiap hari dia menghampar sajadah besar dan menumpahkan segala hal disana. Rachel menemukan penompang dan pilar yang kokoh bagi rumahnya. Untuk hidupnya. Samudera yang menenggelamkannya dalam hening didasarnya. Di palungnya. Goa bagi rentetan doa. Sungai yang mengaliri dusun-dusun dihati. Hujan yang menyegarkan pohon dan dedaunan. Surya yang mengantar pagi. Bulan purnama dipangkal fajar. Mantra yang hanya bisa terucap sekerjap karena melihat keindahannnya. Tak akan terulang sebab waktu selalu maju. Tidak bisa diganti yang sudah terlewati.
Tapi selalu pada tanggal sembilan dibulan yang sama sejak tiga tahun terakhir ini. Mawar putih dengan kesegaran mahkota, kelopak dan daunnya terhantar baginya. Rachel diam. Menyulut tanya. Dia beranjak menjauh dari meja. Dan membaringkan tubuhnya disofa. Tubuhnya yang mungil seakan dimakan oleh tumpukan kain dan busa yang ditindihnya. Dia memandang ke atas. Tanpa tahu apa yang dipandangnya. Khayalnya terbang, menjelajah beragam tanda dan masa yang dilampauinya. Dia menggigil, memejamkan mata dan mengusap pipinya.
“Apa yang akan kamu lakukan pada saat kamu tua? Siapa yang akan mengurusmu? Siapa yang akan menemanimu? Kesendirian bukan pilihan! Keluarlah menjemput takdir! Tinggalkan rumahmu sekarang. Jangan tenggelam disumur yang kau buat untuk liang kesedihan. Beranjaklah! Atau semua akan berlalu dan hilang!” kata-kata dari rentetan kecemasan yang akhir-akhir ini mencengkeramnya. Dia merasa rapuh, sendirian, tak bisa mengelak oleh teror kata-kata yang mukim di otaknya. Sekuat tenaga dia berjuang dan mengumpulkan fakta untuk melawan. Berperang dengan pikirannnya sendiri. Rachel menepis semua dengan satu hentakan dan gumam. Dia kembali mendekati meja dan duduk di kursi. Membuka laptop dan mulai meneruskan pekerjaannya.
Tapi beberapa kali dia berhenti. Mengalihkan matanya dari layar monitor ke mawar putih di meja. Ada sesuatu yang selalu membuat dia ingin menyentuh dan memandang mawar itu. Sekali lagi tangan kirinya meraih bunga putih itu. Dia memetik satu mahkotanya. Seperti memetik mimpi dan kerinduannya, lalu dia menjatuhkannnya. Satu lagi dia petik dan menjatuhkannnya lagi. Setiap kali dia memetik dan melepaskan satu lembar mahkota mawar, dia seakan menghembuskan kebahagian dan kesenangan di tahun-tahun hidupnya. Jika air matanya mengalir dan menetes adalah lenguh dari kesedihannya. Detik-detik dalam dirinya seperti terampas. Tanpa mengerdip dia memetik dan menjatuhkan mahkota mawar silih berganti. Ibarat menghadapi berondong peluru dia tak hendak menghindari untuk mati.
Begitu kukuh hatinya menikmati pembantaian pada mawar putih yang ada di tangannya. Sampai habis hanya disisakan satu mahkota bunga yang kecil, disekitar putik yang sendirian meringkuk dan membalik. Sementara kelopak, putik dan tangkai dengan tiga daunnya mengerdip di depannya.
Entah apa yang ada dalam pikirannnya sehingga dia tega melukai bunga yang tidak berdosa. Juga menyingkirkan sebagian keindahan itu dari matanya. Jika dia tidak berkenan, cukup melemparkannnya ke luar. Bukankah ada tempat lain selain meja dan ruangan kerjanya? Barangkali Rachel hanya sedang kebingungan. Dia begitu suka bunga. Mawar putih adalah salah satu favoritnya. Ada satu sudut dengan jambangan dan meja untuk kesukaannya itu di kamar tidurnya.
Entahlah. Dia tidak banyak bicara akhir-akhir ini. Dia menjadi teman bagi dirinya sendiri. Bercakap dengan pikiran dan hatinya. Genap sudah kesendiriannnya. Belajar dari yang lalu, hasrat hati untuk berbagi, meski hanya sekedar berbagi, mengukir tawa dan berbahagia sementara, sering menjadi banyolan dan lelucon bagi teman dan sahabatnya. Toh hidup sudah begitu rumit, rasanya nikmat jika bisa mentertawakannya sejenak.
Tapi siapa yang sanggup mendengar dirinya sendiri ditelanjangi dan dibodoh-bodohkan seperti sebuah permainan boneka di pertunjukan anak-anak. Kadang kala Rachel dijadikan badut, dengan perut gendut dan bibir ndower dengan celana jimsuit dan balonnya. Sering kali juga diumpamakan harimau lapar yang sanggup menerkam apa saja yang ada didekatnya. Tanpa pandang bulu dan pilih-pilih. Malahan lebih banyak mereka beranggapan Rachel hanya sepotong brownies yang siap dinikmati kapan saja. Oleh siapa saja. Sering terngiang kata-kata yang didengarnya.
“Barang bekas tak berharga. Tidak ada harganya!” tajam sekali orang berkata dengan kilatan jengkel dan amarahnya karena maksud hati yang tidak diindahkan Rachel. Akhirnya Rachel menutup diri membangun mimpi dan dunianya sendiri. Dia tidak ingin menyakiti siapapun. Tak mau membuat peluang bagi orang lain untuk melakukan dosa dengan menistanya. Kabur sudah harapan untuk bertemu dengan figur yang mempesonanya. Haram jika harus membuka hati untuk mimpi yang sudah terlewati.
Tapi dia melupakan semuanya dengan cepat serta mendapatkan banyak pemahaman. Bagaimana orang lebih senang memandang sesuatu hanya dari satu tempat saja. Ditempatnya berdiri, duduk, berumah dan tinggal. Mengunakan pikirannnya sendiri yang diyakini benar untuk membaca pikiran orang lain. Dan bermaksud menjadikan setiap orang seperti dirinya. Saat menyadari itu, Rachel tersenyum mensyukuri banyak hal dalam hidupnya yang membuat dia menjadi berbeda. Biarlah orang berkata, jangan larang mereka menyanyi, mereka gembira melakukannnya, dan kita buat diri kita sendiri gembira menikmati irama dan lagunya. Jika bisa memejamkan mata tidurlah yang nyenyak, kalaupun tidak gunakan membaca buku untuk perintang waktu. Handphone berdering, Rachel terlonjak kaget. Karena sedang asyik dengan pikiran-pikirannnya. Dia mengambil hpnya dan membaca sms yang diterimanya.
“Sudah kamu siapkan jawabannya? Aku menunggumu!” kening Rachel berkerut. Dia membaca pesan itu sekali lagi. Lalu cepat berdiri dan mencari kado beludru warna biru yang sebelumnya menjadi tempat bagi setangkai mawar putih yang tinggal kelopak, daun dan tangkainya itu. Setelah ketemu, Rachel membukanya, dia membalik-balik kotak itu, tapi tidak menemukan apa-apa. Akhirnya dia membuka dasarnya dan menemukan cincin emas putih dengan kain satin putih yang terselubung dilubang cincinnya. Dia mengambilnya. Terbaca tulisan yang terbordir di tengahnya dengan benang yang warnanya sama dengan kainnya hingga tersamar. Pelan Rachel membacanya.
“Bertawajuhlah bersamaku, sudah tergelar sajadah lebar untuk kita, berdua- Jo”
Rachel menarik nafas sebentar, menggigit bibirnya. Dia memandang foto ketiga anaknya. Lalu menutup matanya. Setangkai mawar ditanggal sembilan.
“Aku semakin tua” gumamnya.***
* Jogja 2007
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar