Jumat, 04 Februari 2011

Setangkai Mawar di Tanggal Sembilan

Evi Idawati
http://www.suarakarya-online.com/

Mawar putih dengan tangkai dan daun yang masih segar tergeletak di meja kerja Rachel. Kelopak dan mahkotanya masih basah, bertumpuk saling melengkapi, melingkar hingga tak putus sampai tiga saf diatasnya. Ada satu helai mahkota bunga kecil hampir setinggi putik yang membalik. Tidak mengganggu pandangan karena begitu kecilnya.

Sendirian ditengah mahkota mawar yang lebar. Seakan enggan menatap keatas, mahkota itu meringkuk dan menunduk. Berdiam dalam lusinan putik yang menarik terik. Rachel hanya memandangi bunga itu. Seperti ingin menumpahkan kerinduannya pada sesuatu yang belum pernah dijumpainya. Beberapakali Rachel berkedip, mengangkat tangan mengusap rambut dikepalanya, menggerakkan jari-jarinya dan menyentuh alis mata dengan kelingkingnya. berpikir dan menebak kenapa. Tapi pandangan matanya tak pernah beranjak dari mawar putih itu. Dia meletakkan kedua sikunya diatas meja. Jari-jari dikedua tangannya bertaut. Dia menitipkan dagunya disana.

Setelah berdiam beberapa lama. Dia mengambil tangkai mawar itu dengan tangan kirinya, memandangnya sebentar, lalu memindahkannnya di tangan kanan. Rachel memutar tangkai mawar itu beberapa kali. Dia merentangkan tangannya masih memutar bunga itu dengan jempol dan telunjuknya. Matanya tak pernah lepas memandangi, seakan hendak meneliti dari segala sudut. Lalu dia meletakkan bunga itu di dadanya sambil memejamkan mata dan menghembuskan nafasnya. Tanggal sembilan. Selalu pada tanggal sembilan. Hanya satu tangkai mawar dan berwarna putih. Di bulan yang sama, sejak tiga tahun terakhir ini.

Jujur, Rachel merasa tersanjung. Pun akhir-akhir ini begitu banyak kata bersliweran dalam benaknya. Tumpang tindih hendak mentertibkan dirinya menjadi kata-kata bijak yang akan bisa dimengertinya. Setidaknya kata-kata itu akan dapat dijadikan pijakan dan rekomendasi untuk mengambil langkah dan tindakan bagi setiap masalah yang dihadapinya.

Sejak dua tahun yang lalu, dia mengurung diri. Membangun rumah bagi kenyamanan dunianya. Rachel begitu sunyi dan sendirian. Dia menganyam waktu. Menggambar kisah dari kesedihannya. Pada air dia berujar. Dengan angin dia berbisik. Dia tidak percaya pada siapapun. Bahkan orang yang mengaku sebagai paling dekat dan sahabatnyapun tidak dia percayai.

Setiap hari dia menghampar sajadah besar dan menumpahkan segala hal disana. Rachel menemukan penompang dan pilar yang kokoh bagi rumahnya. Untuk hidupnya. Samudera yang menenggelamkannya dalam hening didasarnya. Di palungnya. Goa bagi rentetan doa. Sungai yang mengaliri dusun-dusun dihati. Hujan yang menyegarkan pohon dan dedaunan. Surya yang mengantar pagi. Bulan purnama dipangkal fajar. Mantra yang hanya bisa terucap sekerjap karena melihat keindahannnya. Tak akan terulang sebab waktu selalu maju. Tidak bisa diganti yang sudah terlewati.

Tapi selalu pada tanggal sembilan dibulan yang sama sejak tiga tahun terakhir ini. Mawar putih dengan kesegaran mahkota, kelopak dan daunnya terhantar baginya. Rachel diam. Menyulut tanya. Dia beranjak menjauh dari meja. Dan membaringkan tubuhnya disofa. Tubuhnya yang mungil seakan dimakan oleh tumpukan kain dan busa yang ditindihnya. Dia memandang ke atas. Tanpa tahu apa yang dipandangnya. Khayalnya terbang, menjelajah beragam tanda dan masa yang dilampauinya. Dia menggigil, memejamkan mata dan mengusap pipinya.

“Apa yang akan kamu lakukan pada saat kamu tua? Siapa yang akan mengurusmu? Siapa yang akan menemanimu? Kesendirian bukan pilihan! Keluarlah menjemput takdir! Tinggalkan rumahmu sekarang. Jangan tenggelam disumur yang kau buat untuk liang kesedihan. Beranjaklah! Atau semua akan berlalu dan hilang!” kata-kata dari rentetan kecemasan yang akhir-akhir ini mencengkeramnya. Dia merasa rapuh, sendirian, tak bisa mengelak oleh teror kata-kata yang mukim di otaknya. Sekuat tenaga dia berjuang dan mengumpulkan fakta untuk melawan. Berperang dengan pikirannnya sendiri. Rachel menepis semua dengan satu hentakan dan gumam. Dia kembali mendekati meja dan duduk di kursi. Membuka laptop dan mulai meneruskan pekerjaannya.

Tapi beberapa kali dia berhenti. Mengalihkan matanya dari layar monitor ke mawar putih di meja. Ada sesuatu yang selalu membuat dia ingin menyentuh dan memandang mawar itu. Sekali lagi tangan kirinya meraih bunga putih itu. Dia memetik satu mahkotanya. Seperti memetik mimpi dan kerinduannya, lalu dia menjatuhkannnya. Satu lagi dia petik dan menjatuhkannnya lagi. Setiap kali dia memetik dan melepaskan satu lembar mahkota mawar, dia seakan menghembuskan kebahagian dan kesenangan di tahun-tahun hidupnya. Jika air matanya mengalir dan menetes adalah lenguh dari kesedihannya. Detik-detik dalam dirinya seperti terampas. Tanpa mengerdip dia memetik dan menjatuhkan mahkota mawar silih berganti. Ibarat menghadapi berondong peluru dia tak hendak menghindari untuk mati.

Begitu kukuh hatinya menikmati pembantaian pada mawar putih yang ada di tangannya. Sampai habis hanya disisakan satu mahkota bunga yang kecil, disekitar putik yang sendirian meringkuk dan membalik. Sementara kelopak, putik dan tangkai dengan tiga daunnya mengerdip di depannya.

Entah apa yang ada dalam pikirannnya sehingga dia tega melukai bunga yang tidak berdosa. Juga menyingkirkan sebagian keindahan itu dari matanya. Jika dia tidak berkenan, cukup melemparkannnya ke luar. Bukankah ada tempat lain selain meja dan ruangan kerjanya? Barangkali Rachel hanya sedang kebingungan. Dia begitu suka bunga. Mawar putih adalah salah satu favoritnya. Ada satu sudut dengan jambangan dan meja untuk kesukaannya itu di kamar tidurnya.

Entahlah. Dia tidak banyak bicara akhir-akhir ini. Dia menjadi teman bagi dirinya sendiri. Bercakap dengan pikiran dan hatinya. Genap sudah kesendiriannnya. Belajar dari yang lalu, hasrat hati untuk berbagi, meski hanya sekedar berbagi, mengukir tawa dan berbahagia sementara, sering menjadi banyolan dan lelucon bagi teman dan sahabatnya. Toh hidup sudah begitu rumit, rasanya nikmat jika bisa mentertawakannya sejenak.

Tapi siapa yang sanggup mendengar dirinya sendiri ditelanjangi dan dibodoh-bodohkan seperti sebuah permainan boneka di pertunjukan anak-anak. Kadang kala Rachel dijadikan badut, dengan perut gendut dan bibir ndower dengan celana jimsuit dan balonnya. Sering kali juga diumpamakan harimau lapar yang sanggup menerkam apa saja yang ada didekatnya. Tanpa pandang bulu dan pilih-pilih. Malahan lebih banyak mereka beranggapan Rachel hanya sepotong brownies yang siap dinikmati kapan saja. Oleh siapa saja. Sering terngiang kata-kata yang didengarnya.

“Barang bekas tak berharga. Tidak ada harganya!” tajam sekali orang berkata dengan kilatan jengkel dan amarahnya karena maksud hati yang tidak diindahkan Rachel. Akhirnya Rachel menutup diri membangun mimpi dan dunianya sendiri. Dia tidak ingin menyakiti siapapun. Tak mau membuat peluang bagi orang lain untuk melakukan dosa dengan menistanya. Kabur sudah harapan untuk bertemu dengan figur yang mempesonanya. Haram jika harus membuka hati untuk mimpi yang sudah terlewati.

Tapi dia melupakan semuanya dengan cepat serta mendapatkan banyak pemahaman. Bagaimana orang lebih senang memandang sesuatu hanya dari satu tempat saja. Ditempatnya berdiri, duduk, berumah dan tinggal. Mengunakan pikirannnya sendiri yang diyakini benar untuk membaca pikiran orang lain. Dan bermaksud menjadikan setiap orang seperti dirinya. Saat menyadari itu, Rachel tersenyum mensyukuri banyak hal dalam hidupnya yang membuat dia menjadi berbeda. Biarlah orang berkata, jangan larang mereka menyanyi, mereka gembira melakukannnya, dan kita buat diri kita sendiri gembira menikmati irama dan lagunya. Jika bisa memejamkan mata tidurlah yang nyenyak, kalaupun tidak gunakan membaca buku untuk perintang waktu. Handphone berdering, Rachel terlonjak kaget. Karena sedang asyik dengan pikiran-pikirannnya. Dia mengambil hpnya dan membaca sms yang diterimanya.

“Sudah kamu siapkan jawabannya? Aku menunggumu!” kening Rachel berkerut. Dia membaca pesan itu sekali lagi. Lalu cepat berdiri dan mencari kado beludru warna biru yang sebelumnya menjadi tempat bagi setangkai mawar putih yang tinggal kelopak, daun dan tangkainya itu. Setelah ketemu, Rachel membukanya, dia membalik-balik kotak itu, tapi tidak menemukan apa-apa. Akhirnya dia membuka dasarnya dan menemukan cincin emas putih dengan kain satin putih yang terselubung dilubang cincinnya. Dia mengambilnya. Terbaca tulisan yang terbordir di tengahnya dengan benang yang warnanya sama dengan kainnya hingga tersamar. Pelan Rachel membacanya.

“Bertawajuhlah bersamaku, sudah tergelar sajadah lebar untuk kita, berdua- Jo”

Rachel menarik nafas sebentar, menggigit bibirnya. Dia memandang foto ketiga anaknya. Lalu menutup matanya. Setangkai mawar ditanggal sembilan.
“Aku semakin tua” gumamnya.***

* Jogja 2007

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae