Selasa, 01 Februari 2011

Produksi Budaya, Orisinalitas, Dan Selera Kolektif

Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Jurnal Jombangana, Nov 2010

Mengetengahkan persoalan bagaimana kegiatan keseharian sebagai reperesentasi konsumsi narasi menjadi sesuatu yang sedang mengalami masa pasang. Setelah ilmu sosial menampilkan tema-tema gigantis tentang kuasa politik sebagai satuan utama dalam mencari kualitas kebebasan manusia, berganti menjadi pembahasan yang berkaitan dengan kedekatan antar personal dengan kelengkapan-kelengkapan simbolisnya. Peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu yang pendek lebih disukai daripada membayangkan milenearisme, tindakan yang berhubungan dengan benda-benda dan logika keseharian yang akrab menjadi lebih penting daripada membayangkan konsep-konsep yang tidak dapat diraba langsung. Ini bukan sebuah gejala posmodernisme, melainkan kebutuhan untuk bereaksi langsung dengan ekonomi tanda menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda. Bahkan negara yang tidak ingin kehilangan popularitasnya harus bersinergi dengan tema-tema seperti ini, realisasi kongkritnya ada pada kebijakan publik.

Susah untuk membayangkan perkara-perkara seperti ini pada masyarakat yang masih berdekatan dengan komitmen metafisik dalam memutuskan mana yang baik dan buruk yang umumnya ada pada zaman-zaman ideologi. Zaman dimana kebutuhan melanggengkan nalar-nalar keagungan manusia dalam term borjuisme lama. Dibutuhkan kesantunan berpikir yang bahkan meminta gerakan-gerakan ideologis paling liar untuk beradaptasi. Hingga zaman modernisme, tidak ada yang layak dibicarakan oleh mereka-mereka yang menginkan perubahan dalam cara melihat konstruksi kreatif. Hanya yang berani untuk berubah dari dalam dan mendapat saat yang tepat untuk meluncurkannya dihadapan publik yang memiliki potensi pembaharuan, Arnold Schoenberg misalnya. Pergantian pikiran filosofis Schoenberg adalah persoalan temperamen. Sebagai anak asli Wina dia memilki bnayak pilihan. Pandangan umum mengenai eksistensi pada masa mudanya berupa kesinisan ringan, dengan sedikit warna ironi. Kecanggihan kelas menengahnya secara garis besar didasarkan pada derajat kemampuan menyikapi persoalan budaya dengan jernih. Bahkan seniman-seniman waktu itu diharapkan untuk bersikap bijak, menjaga argumen-argumen mereka selaras dengan café. Begitu kuatnya atmosfir ini menekan untuk menyatakan idealismenya dalam tingkat yang sangat menyiksa hati, padahal energi yang dimilikinya bisa diserap oleh bagian besar lain Eropa.

Kegiatan kultural merefleksikan penekanan salah satu fungsi eksistensial manusia yang dianggap sebagai hal paling utama dalam masyarakat, dan hal itu memiliki perbedaan-perbedaan seiring dengan siklus dominasi. Pergantian tendensi bukan sesuatu yang aneh dalam masyarakat meskipun bisa dikatakan terdapat stabilitas struktural yang inhern dan menjadi identitas yang bisa dijadikan acuan dalam kurun waktu lama. Pada masyarakat kontemporer praktik keseharian terproyeksikan dalam produk-produk kultural yang dalam proses apresiasinya sendiri sudah mengisyratkan dibutuhkannya penggalan tertentu dari manusia untuk dikuatkan.

Penciptaan film di Iran, kenangan yang kuat berdasar tradisi Muharram memberikan alasan yang tidak bisa dikesampingkan. Bagaimana film yang salah satu media seni era produksi massal bisa menjadi alat yang tepat untuk menyebarkan spektrum mistisisme mullah. Logika komodifikasi dibawah kapitalisme telah membawa kepada sebuah bentuk pencitraan yang mereduksi dunia imajinal ke dalam dunia inderawi. Sebagai akibatnya persepsi indera manusia terkorupsi dengan penggunaannya dalam proses karakterisasi dan produksi, proses pengutaraan voyeuristic dan fetishistic membangun citra yang terkomodifikasi yang terdapat pada sinema dominan di untuk dianggapa sebagia realitas itu sendiri. Dengan logika ini, bagian-bagian perceptual para pengiman, setelah dimurnikan dapat mengakses dunia imajinal dan memanggil gambar-gambar bersanding bersama di ruang antah berantah (Na-koja-Abad) untuk memperbaiki kesalahan, melepaskan tubuh pengiman dari agressor-agresor. Banyak ucapan dan tulisan Ayatollah Khomeini menegaskan bahwa teknologi penglihatan dan pendengaran, sebagai perluasan prostetik dari penginderaan tubuh kolektif nasional, sekali dimurnikan akan memungkinkan pengiman untuk mengakses dunia imajinal – sebuah dunia di luar semua koordinat.

Apapun kepentingannya, semua berkaitan dengan konsumsi ide dan sebelah mana bagian dari eksistensi yang paling membutuhkan prioritas sangat menyangkut yang terjadi hari ini. Bagain paling mendesak harus segera dipenuhi dan untuk mencukupinya kadang perlu persediaan yang diasumsikan, investasi yang cukup untuk menjamin masyrakat tidak gelisah dan mampu untuk menenangkan mereka. Salah satu hal penting dalam diskusi sosiologi saaat ini, modal sosial.

Modal sosial menarik bagi teoritisi sosial selain alas an integritas asli kelanjutan profesional dalam upaya menjaga jarak dari neo-liberalisme, negaraisme (statism), reduksionoisme, Marxisme, posmodernisme, dan isme-isme yang lain yang telah menjadi kebiasaan dilecehkan sebagai symbol-simbol dogmatisme dan kurangnya sikap realistis. Dan masalah positif modal sosial sebab dapat dijadikan kerangka peran untuk dimainkan dalam pembangunan ekonomi dan sosial oleh masyarakat sipil atau apa saja yang terdapat diantara pasar dan negara.

Perkiraan Ben Fine itu bukan sesuatu yang benar-benar steril, bahkan untuk kepentingan paling praktis sekalipun. Sisi tersembunyi dalam kepala manusia selalu mengindikasikan yanng ideal dan tidak terlihat langsung dalam kesibukan yang sadar, dengan tetap berhati-hati terhadap abosulutisme psikoanalitik, kadar delusi selalu butuh interpretasi yang seringkali hanya bisa tampak melalui strategi hasrat. Semuanya menjadi lebih kentara dalam pilihan konsumsi.

Permintaan akan barang dianggap sebagai agregat dan konsekwensinya mengganti sifat personal kebutuhan menjadi suatu amuk massa baik ukuran deografis dan populasi tertentu. Produsen hanya akan menanggapi permintaan sejauh itu memberikan selisih yang masuk akal. Kondisi yang dianggap masuk akal dalam pemenuhan benda budaya, baik yang abstrak maupun material, diukur melalui kesenangan umum. Keberlimpahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kesenangan akan selalu dapat diserap oleh masyarakat dibandingkan ekstasi yang rumit. Singkatnnya, tidak ada lagi nilai obyektif sebuah produk budaya, melainkan kesenangan yang bisa masuk dalam jangkauan pasar. Metode untuk menanggapi pasar juga telah banyak mendukung, riset-riset sistematis tentang layak tidaknya produk dijual telah banyak dijumpai. Yang indah dan yang buruk bisa diukur dengan perilaku tergeneralisasi, yang jika kurang yakin lagi bisa ditambah dengan pemantapan penekanan-penekanan biologis. Seperti karya yang sedih harus mampu membuat audiens mencucurkan air mata dan kegembiraan diukur melalui nyaring tidaknya gelak tawa. Sesederhana itu.

Jika Kant mengizinkan bahwa karya keindahan dapat dibentuk oleh manusia dia akan mempertahankan pendapat karya tersebut sebagai obyek yang indah tidak dapat direduksi oleh aturan-aturan yang pasti. Dengan demikian dalam posisinya dia akan menyatakan karya seni mesti memaparkan orisinalitas. Tetapi penting untuk dicatat, dalam membuat klaim ini dia tidak bermaksud mengatakan karya seni dibuat tanpa beberapa aturan yang mengarahkan maksud apa yang disebut indah. Harus ada beberapa aturan, bahkan jika itu tidak dapat dibayangkan oleh kita secara pasti, tetapi kita tidak dapat berpendapat bahwa obyek yang dimaksudkan dibentuk sebagai karya indah dengan demikian dapat dikatakan sebagai seni. Dalam kebutuhan memenuhi permintaan akan keindahan di pasar, tidak ada orisinalitas. Yang dibutuhkan adalah bagaimana dibutuhkan aturan-aturan tertentu yang dengan redaksional terukur mampu menetapkan karya akan menjamin kelangsungan produksi atau seharusnya dikesampingkan saja.

Karya yang dapat dikatakan indah produksinya harus muncul dari bakat penciptanya, yang artinya sebuah tindakan orisinal. Itu mengapa Kant bersiteguh seniman haruslah seorang jenius, mereka menciptakan seni mereka tidak dengan mengikuti eturan-aturan pasti –bahkan yang secara tidak sadar- tetapi mereka sendiri yang harus memberikan aturan-aturan seni. Dengan demikian aturan ini tidak dapat dirumuskan dari konsep-konsep spesifik (yang dengannya kita dapat menentukan lebih jauh mana obyek yang indah), ini hanya bisa ditunjukkan dalam karya itu sendiri. Bahkan sang seniman sendiri tidak dapat menspesifikasi dalam sebuah tatanan algoritma bagaimana mereka bisa mencapai hasil itu.

Tindakan orisinal artistik yang mencoba beradaptasi dengan produksi massal memeang tidak akan selalu berakhir dengan kekecewaan, tetapi tidak banyak produsen yang cukup berani berjudi dengan situasi semacam ini. Dengan memperhatikan rating perolehan minat dalam masyrakat, sebuah produksi membayangkan konsep-konsep artistik yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Trend adalah ukuran utama, jika tidak menghiraukannya sama saja membuang modal. Modal ekonomi tidak selalu bersinggungan dengan modal kultural juga modal sosial.

Kant menyatakan berkaitan dengan orisinalitas, sebagai kondisi kejeniusan, karya yang diproduksi oleh pikiran orisinal harus menjadi teladan. Gagasannya adalah bahwa seseorang dapat menghasilkan karya orisinal yang non-sense atau sampah, dan kebanyakan karya secara nyata tidak cukup menjamin kita untuk mengatakannya sebagai sumbangan untuk fine art. Oleh karenanya apa yang dihasilkan oleh jenius harus menjadi teladan.dalam pengertian diperlakukan sebagai model atau standar keputusan untuk mengestimasi karya mereka dalam gaya yang sama (dalam rangka menfasilitasi perkembangan selera penikmat) dan dalam waktu yang sama sebagai stimulus jenius lainnya untuk membentuk kekuatan orisinal mereka sendiri kedalam irama kreatif. Sebuah karya jenius sejati mesti mampu menstimulasi imajinasi untuk membebaskan dirinya sendiri dari jeratan aturan-aturan tertentu, sementara pada saat yang sama bekerja dalam sebuah deretan dari ide-ide terpisah yang berkesesuaian dengan tuntutan untuk penyatuaan paham.

Produk artistik merupakan sekelumit dari kompleksitas kemasyarakatan yang secara bertahap mengalami perubahan dalam melihat prioritas kesehariannya. Konsumsi terhadap karya-karya teladan merupakan sebuah parameter keberhasilan mereka mendidik diri. Teladan seperti apakah yang menjadi panutan tergantung pada kesanggupan dan kemampuan mengurai realitas obyektif yang ada di dalamnya. Produk artistik tidak sekedar pelepasan, tetapi juga memberikan reaksi balik terhadap kelanjutan masyarakat itu sendiri. Saat ini nilai penting itu ditetapkan oleh agen-agen gagasan dengan pertimbangan diluar kepentingan untuk menstimulasi imajinasi, melainkan merawat kedalaman pengaruh lewat politisasi budaya untuk memuaskan fantasi tentang hegemoni yang sempit yang tidak bisa dijamin kualitas kritisnya.

Dengan sejarah budaya yang serba limbung, ditarik kesana kemari tanpa menawarkan produk yang lebih banyak lagi untuk dikonsumsi secara massal dan mempunyai integritas kritis, bukan kebiasaan yang bertanggung-jawab untuk melupakan pembahasan yang mendasar mengenai upaya penyediaan modal kultural dan sosial dalam usaha yang lebih berani. Mendasarkan diri pada pemujaan atas masa lalu dan chauvinisme paradigmatis yang hanya memuaskan secara artifisial atau menjadikannya sebagai senjata apa adanya dalam berhadapan dengan pihak luar, perlu lebih banyak lagi spekulasi yang imajinatif. Spekulasi yang menghindarkan publik dari kecenderungan kehilangan potensi yang lebih jauh untuk berada di dunia di luar semua koordinat Dengan beberapa aturan tentunya, bahkan jika itu tidak dapat dibayangkan oleh kita secara pasti.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae