Yeni Mulyani*
http://pr.qiandra.net.id/
Bandung adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki pusat-pusat kebudayaan. Sebagai ibu kota Jawa Barat, Bandung juga mampu menyuburkan kehidupan sastra. Dengan kata lain, Bandung menjadi pusat berbagai kegiatan kesastraan. Pesatnya kemajuan kesastraan ini menyebabkan hidupnya kritik sastra di Kota Bandung.
Karya sastra Indonesia, pengarang, dan juga pembaca sastra cukup banyak di kota ini. Adanya karya sastra, pengarang, dan pembaca, tulisan kritik sastra pun sebagai hasil proses pembacaan terhadap karya sastra, sorotan kepada pengarang dan tanggapan kepada pembaca sastra, juga tersebar di berbagai media massa di Kota Bandung.
Di samping itu, diskusi, seminar, bedah buku, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan kritik sastra dan apresiasi sastra cukup marak di Kota Bandung. Yang menjadi masalah adalah bagaimana sesungguhnya kehidupan kritik sastra di kota kembang ini mengingat Bandung berada di wilayah sastra daerah (Sunda).
Sastra sebagai disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan oleh Wellek dan Warren (1968) terbagi menjadi tiga, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Pernyataan Wellek dan Warren itu mengimplikasikan bahwa teori, sejarah, dan kritik sastra memiliki kedudukan yang sejajar. Artinya, ketiga-tiganya penting sehingga tidak ada yang lebih utama dibanding yang lainnya. Oleh karena itu, pengamatan terhadap kritik sastra sama pentingnya dengan pemahaman terhadap teori sastra, penelitian terhadap karya sastra, dan penelitian sejarah sastra. Dengan demikian, keberadaan suatu kritik sastra akan menjadi bagian penting dalam perkembangan sastra.
Kritik sastra sebagai bagian sistem sastra tentu saja berhubungan erat dengan karya sastra, pengarang, penerbit, pengayom, dan juga pembaca. Kritik sastra lahir karena ada karya sastra, ada penerbit, dan ada pembaca. Jadi, secara sosiologis kritik sastra itu berada dalam suatu sistem yang integral sehingga secara tidak terelakkan bergerak di tengah-tengah elemen yang menjadi lingkungan terdekatnya. Dan, pengamatan tentang kritik sastra tidak hanya melihat baik-buruk sebuah karya sastra, tetapi juga menilai unsur-unsur pengarang, pengayom, dan pembaca yang menjadi lingkungan terdekatnya.
Sistem kritikus adalah sistem penyangga antara penerbitan sastra dan sistem pengarang serta sistem pembaca. Di samping itu, sistem kritikus juga merupakan sistem pengontrol untuk sistem pembaca tertentu. Dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan sastra modern, kritik sastra memegang peranan sangat penting, baik dilihat dari segi perkembangan gaya, tema karya sastra maupun dari segi penyebarluasannya.
Pada dekade 1950-an, misalnya, kritik sastra H.B. Jassin, Subagio Sastrowardoyo, Nugroho Notosusanto, dan Ajip Rosidi isinya didominasi dengan penafsiran atau penjabaran berbagai gagasan tentang kesusastraan yang berasal dari luar sangat berpengaruh terhadap penciptaan sastra di Indonesia.
Pada dekade tersebut para sastrawan Indonesia mulai menyumbangkan karya-karya yang kaya ragamnya dan terasa sangat kuat kehendaknya untuk menjadi modern, yaitu menjadi pembaharu. Lewat kritik sastra, para pengarang pemula bisa belajar menghasilkan karya sastra yang berupaya menuju ke arah pembaruan. Kritik sastra pun sangat diperlukan agar sistem sastra bisa berfungsi sebaik-baiknya.
Mengikuti penggolongan Tanaka (1993), terdapat dua macam kritik, yaitu kritik sastra akademis dan kritik umum. Kritik akademis bersifat tertutup yang mencakup para kritikus profesional, pengajar di perguruan tinggi, dan mahasiswa yang menulis untuk lingkungan sendiri. Sedangkan kritik umum bersifat terbuka yang pelakunya mencakup para kritikus umum –mereka yang biasa menulis di surat kabar, majalah, dan media lain dan dibaca khalayak.
Sistem kritik akademis berfungsi sebagai pencari keterangan dan penyusunan konsep kembali, sedangkan kritik umum berfungsi sebagai penyaring dan pemilih yang membantu arus informasi dengan cara menyaring tipe-tipe karya tertentu dari sejumlah besar karya yang ditawarkan kepada pembaca. Meskipun kritik akademis relatif tertutup, secara tidak langsung dapat memengaruhi pembaca terutama jika ia dibaca dan memengaruhi kritikus umum.
Sesungguhnya, sangat sulit membedakan kedua macam kritik berdasarkan penggolongan Tanaka ini secara tegas terutama apabila diterapkan di dalam kehidupan kritik sastra Indonesia. Misalnya, dalam pelaksanaannya kritik akademis dan kritik umum bisa dilakukan oleh orang yang sama. Seorang kritikus profesional bisa menulis kritik akademis dan kritik umum. Ia bisa menulis karangan ilmiah untuk sebuah majalah profesi dan bisa juga menulis resensi buku untuk koran.
H.B. Jassin, misalnya, sejak semula adalah kritikus profesional dan yang dihasilkannya tergolong kritik akademis. Beberapa tulisannya seperti Chairil Anwar Pelopor Angkatan `45 menunjukkan ciri-ciri kritik akademis. Akan tetapi, sejumlah besar karyanya yang kemudian dikumpulkan dalam beberapa jilid menunjukkan ciri-ciri kritik umum. Beberapa di antaranya mirip timbangan buku yang pernah disiarkan di koran, majalah, dan radio.
Apakah kemudian buku yang memuat kritik umum itu digolongkan ke dalam kritik akademik atau kritik umum? Sebagai buku, khalayaknya menjadi terbatas. Ini menunjukkan ciri akademis, tetapi sebelumnya karangan-karangan itu disiarkan lewat koran atau radio sebagai kritik umum.
Sementara itu, untuk mencari corak kritik sastra, pendapat Abrams (1984) tetap harus diperhatikan. Abrams memberikan sebuah kerangka yang sederhana, tetapi cukup efektif seperti (1) pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri (objektif), (2) pendekatan yang menitikberatkan pada penulis (ekspresif), (3) pendekatan yang menitikberatkan pada semesta (mimetik), dan (4) pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca (pragmatik).
Istilah objektif merujuk pada pendekatan yang menekankan karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom terlepas dari pengarang dan pembacanya. Sementara itu, istilah ekspresif merujuk pada pendekatan yang menekankan telaah pada pengarang dalam kaitannya dengan karya sastra. Istilah mimetik yang berasal dari bahasa Yunani, mimesis, sejak dulu dipakai sebagai istilah untuk menjelaskan hubungan antara karya seni dan kenyataan. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Inggris berbeda-beda. Ada imitation dan representation yang maknanya juga bisa bermacam-macam peneladanan, peniruan, dan pembayangan. Dan, istilah pragmatik merujuk pada efek komunikasi yang sering dirumuskan dalam istilah Horatius dengan dulce et utile “bermanfaat dan menyenangkan”.
Pada masa-masa tertentu, salah satu di antara empat pendekatan itu sering menjadi dominan. Pada zaman romantik, misalnya, pendekatan terhadap karya sastra yang dominan adalah pendekatan ekspresif. Dengan pendekatan ini, pengarang mendapat sorotan yang khas sebagai pencipta yang kreatif dan jiwa pengarang itu mendapat minat yang utama dalam penilaian dan pembasahan karya sastra. Pada masa itu pendekatan ekspresif banyak dilakukan terhadap puisi lirik yang dianggap sebagai bentuk sastra yang paling utama. Kemudian, pada masa lain karya sastra itu sendiri yang mendapat minat utama seperti dalam aliran strukturalisme.
Model Abrams jika diterapkan pada sejarah kritik sastra Indonesia dapat menjelaskan aliran-aliran utama di Indonesia. Dengan model ini, kita dapat bedakan dengan jelas Tatengkeng dan Takdir Alisjahbana pada periode Pujangga Baru. Tatengkeng mewakili pendekatan ekspresif sebagaimana terungkap dalam pandangannya bahwa seni itu adalah gerakan sukma (yang berpancaran dalam mata, terus menjelma ke kata-kata yang indah), sedangkan Takdir dapat mewakili aliran pragmatik dengan semboyannya yang menyatakan bahwa seniman bertugas untuk membimbing bangsanya.
Bagaimana dengan kritik sastra di Bandung? Untuk mengetahui situasi kritik sastra di Bandung –corak dan modelnya– sebagai sampel bisa dilihat, antara lain melalui surat kabar Pikiran Rakyat. Media ini merupakan media cetak satu-satunya di Bandung. yang secara konsisten memuat rubrik sastra. Melalui media ini kita bisa melihat potret karya kritik sekaligus dengan para kritikusnya.
Kritikus sastra Bandung ternyata memiliki cara yang berbeda-beda dalam melaksanakan kritiknya. Objek kajian para kritikus pun beragam. Artinya, kritik tersebut tidak hanya menyoroti karya sastra (objektif), tetapi berkaitan dengan hal-hal di luar sastra yang menjadi lingkungan terdekatnya. Secara umum, dapat dikatakan kritik sastra didominasi oleh jenis kritik umum dan bersifat impresionistik sebagaimana terlihat dari campur-baurnya pendekatan kritik yang diterapkan dalam satu tulisan. Karena bersifat impresionistik, penulis kritik kadang-kadang terjebak dalam inkonsistensi logika dan antara pernyataan yang satu dan yang lain kadang-kadang secara substansial juga saling bertolak belakang. Fenomena ini agaknya tidak dapat disalahkan karena karya kritik tersebut dimuat dalam media massa umum.
Sebagai ilustrasi, karya kritik atas kumpulan cerpen Kuntowijoyo Hampir Sebuah Subversi dapat dikatakan bersifat impresionistik sebagaimana terlihat dari campur-baurnya pendekatan kritik yang diterapkannya. Alinea pertama kritik ini, misalnya, mencoba bertumpu pada teori untuk melakukan kritik dengan pendekatan objektif
“Karya sastra memang bukan fakta tapi fiksi. Karena realitas fiksi inilah karya sastra tak bisa dijadikan rujukan sejarah (ilmu sejarah) untuk melihat persoalan kehidupan yang ada. Realitas sejarah yang ada, di tangan sastrawan, berubah menjadi ide atau gagasan”. Namun, pada alinea-alinea selanjutnya konsistensi pendekatan kritik yang diterapkan langsung luntur, kadang-kadang penulisnya berpijak pada pendekatan ekspresif, kadang-kadang mimetik, dan seterusnya.
Ketidakkonsistenan pendekatan dalam penulisan kritik ini di sisi lain berimplikasi pada pernyataan-pernyataan yang secara substansial juga tidak konsisten, bahkan saling bertolak belakang. Pada alinea ke-5, misalnya, dinyatakan “…. para tokoh utama tersebut kecenderungannya berada pada tokoh-tokoh dengan wawasan intelektual yang tinggi, profesi yang jelas, dan keberadaan ekonominya stabil. Mereka adalah dosen, guru, pegawai negeri, mahasiswa, wartawan, dokter, pedagang, dan karyawan swasta lainnya. Dan kita dapat memasukkannya pada kelompok kelas menengah. Hampir sulit kita mencari tokoh miskin dalam karyanya ini. …. Kemiskinan menjadi maya dalam cerpennya. Di sinilah kita bisa melihat sikap optimisme Kuntowijoyo.”
Sementara itu, pada alinea ke-14 dinyatakan “…. cerpen Kuntowijoyo ini pun merupakan simbol dari suasana masyarakat Indonesia yang sedang berubah yang tarik menarik dari masyarakat tradisional ke modern, dari politik otortarian ke demokratis. …. Dengan demikian cerpen-cerpen tersebut menjadi simbol masyarakat dunia ketiga.”
Selain ketidakkonsistenan dalam penerapan pendekatan kritik yang digunakan, kritik ini kadang-kadang juga terjebak dalam generalisasi seperti dalam pernyataan “hampir sulit kita mencari tokoh miskin dalam karyanya ini …. Kemiskinan menjadi maya dalam cerpennya. Di sinilah kita bisa melihat sikap optimisme Kuntowijoyo. Padahal, secara tekstual cerpen Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo menampilkan kemiskinan. Jadi, dapat dikatakan karya kritik ini berangkat dari pengamatan yang fragmentaris sehingga pernyataan atau simpulannya pun –belum tentu secara tekstual mencerminkan cerpen Kuntowijoyo yang dibicarakan.
Sesungguhnya, media ini juga merupakan lembar kebudayaan yang menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah kebudayaan termasuk sastra sehingga memungkinkan lahirnya jenis kritik akademis. Di samping itu, penulis dan pembacanya pun berasal dari kelompok intelektual sehingga kemungkinan hadirnya kritik akademis sangat besar. Karya kritik Kusman K. Mahmud dan Jakob Sumardjo, misalnya, memiliki tanda-tanda untuk menjadi kritik akademis. Tulisan Kusman K. Mahmud yang berjudul Tradisi Mimetik Sastra Indonesia dan Jakob Sumardjo yang berjudul Sastra dan Tionghoa sudah menggunakan landasan teori dan metode tertentu.
Keduanya pun berasal dari kelompok intelektual sehingga tidak mengherankan karya kritik mereka senantiasa menggunakan pendekatan dan metode tertentu. Hal itu berarti konsep ilmiah masuk ke dalam paparan sehingga tulisan tersebut berkecenderungan menjadi kritik akademik. Meskipun demikian, karena tulisan itu singkat, paparan teori dan metodologi serta pencantuman daftar referensi tidak memungkinkan untuk dilakukan karena “mengganggu” ciri atau kriteria tulisan harian umum. Dengan demikian, kritik Kusman K. Mahmud dan Jakob Sumardjo tersebut tetap saja termasuk kritik umum karena dipublikasikan dalam media umum, bersifat terbuka, dan ditujukan untuk khalayak umum.
Jika melihat nama-nama penulis kritik yang muncul dalam media ini dapat dicatat beberapa hal. Pertama, asal-usul kelahiran kritikus tidak seluruhnya dari Bandung meskipun dapat dikatakan kritikus dalam harian ini didominasi oleh orang Bandung. Dua, para kritikus di kota Bandung ternyata tidak didominasi oleh orang-orang yang secara khusus terjun di bidang kritik sastra. Penulis kritik Bandung datang dari berbagai profesi seperti dosen, penyair, sastrawan, budayawan, mahasiswa, guru, dan tokoh sastra.
Jika dilihat dari latar belakang etnis atau domisili, kritikus yang menulis didominasi orang-orang Bandung atau mereka yang tinggal di Bandung (Jawa Barat). ***
*) Bekerja di Balai Bahasa Bandung.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar