Minggu, 06 Februari 2011

Kritik Sastra Rasa Bandung

Yeni Mulyani*
http://pr.qiandra.net.id/

Bandung adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki pusat-pusat kebudayaan. Sebagai ibu kota Jawa Barat, Bandung juga mampu menyuburkan kehidupan sastra. Dengan kata lain, Bandung menjadi pusat berbagai kegiatan kesastraan. Pesatnya kemajuan kesastraan ini menyebabkan hidupnya kritik sastra di Kota Bandung.

Karya sastra Indonesia, pengarang, dan juga pembaca sastra cukup banyak di kota ini. Adanya karya sastra, pengarang, dan pembaca, tulisan kritik sastra pun sebagai hasil proses pembacaan terhadap karya sastra, sorotan kepada pengarang dan tanggapan kepada pembaca sastra, juga tersebar di berbagai media massa di Kota Bandung.

Di samping itu, diskusi, seminar, bedah buku, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan kritik sastra dan apresiasi sastra cukup marak di Kota Bandung. Yang menjadi masalah adalah bagaimana sesungguhnya kehidupan kritik sastra di kota kembang ini mengingat Bandung berada di wilayah sastra daerah (Sunda).

Sastra sebagai disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan oleh Wellek dan Warren (1968) terbagi menjadi tiga, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Pernyataan Wellek dan Warren itu mengimplikasikan bahwa teori, sejarah, dan kritik sastra memiliki kedudukan yang sejajar. Artinya, ketiga-tiganya penting sehingga tidak ada yang lebih utama dibanding yang lainnya. Oleh karena itu, pengamatan terhadap kritik sastra sama pentingnya dengan pemahaman terhadap teori sastra, penelitian terhadap karya sastra, dan penelitian sejarah sastra. Dengan demikian, keberadaan suatu kritik sastra akan menjadi bagian penting dalam perkembangan sastra.

Kritik sastra sebagai bagian sistem sastra tentu saja berhubungan erat dengan karya sastra, pengarang, penerbit, pengayom, dan juga pembaca. Kritik sastra lahir karena ada karya sastra, ada penerbit, dan ada pembaca. Jadi, secara sosiologis kritik sastra itu berada dalam suatu sistem yang integral sehingga secara tidak terelakkan bergerak di tengah-tengah elemen yang menjadi lingkungan terdekatnya. Dan, pengamatan tentang kritik sastra tidak hanya melihat baik-buruk sebuah karya sastra, tetapi juga menilai unsur-unsur pengarang, pengayom, dan pembaca yang menjadi lingkungan terdekatnya.

Sistem kritikus adalah sistem penyangga antara penerbitan sastra dan sistem pengarang serta sistem pembaca. Di samping itu, sistem kritikus juga merupakan sistem pengontrol untuk sistem pembaca tertentu. Dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan sastra modern, kritik sastra memegang peranan sangat penting, baik dilihat dari segi perkembangan gaya, tema karya sastra maupun dari segi penyebarluasannya.

Pada dekade 1950-an, misalnya, kritik sastra H.B. Jassin, Subagio Sastrowardoyo, Nugroho Notosusanto, dan Ajip Rosidi isinya didominasi dengan penafsiran atau penjabaran berbagai gagasan tentang kesusastraan yang berasal dari luar sangat berpengaruh terhadap penciptaan sastra di Indonesia.

Pada dekade tersebut para sastrawan Indonesia mulai menyumbangkan karya-karya yang kaya ragamnya dan terasa sangat kuat kehendaknya untuk menjadi modern, yaitu menjadi pembaharu. Lewat kritik sastra, para pengarang pemula bisa belajar menghasilkan karya sastra yang berupaya menuju ke arah pembaruan. Kritik sastra pun sangat diperlukan agar sistem sastra bisa berfungsi sebaik-baiknya.

Mengikuti penggolongan Tanaka (1993), terdapat dua macam kritik, yaitu kritik sastra akademis dan kritik umum. Kritik akademis bersifat tertutup yang mencakup para kritikus profesional, pengajar di perguruan tinggi, dan mahasiswa yang menulis untuk lingkungan sendiri. Sedangkan kritik umum bersifat terbuka yang pelakunya mencakup para kritikus umum –mereka yang biasa menulis di surat kabar, majalah, dan media lain dan dibaca khalayak.

Sistem kritik akademis berfungsi sebagai pencari keterangan dan penyusunan konsep kembali, sedangkan kritik umum berfungsi sebagai penyaring dan pemilih yang membantu arus informasi dengan cara menyaring tipe-tipe karya tertentu dari sejumlah besar karya yang ditawarkan kepada pembaca. Meskipun kritik akademis relatif tertutup, secara tidak langsung dapat memengaruhi pembaca terutama jika ia dibaca dan memengaruhi kritikus umum.

Sesungguhnya, sangat sulit membedakan kedua macam kritik berdasarkan penggolongan Tanaka ini secara tegas terutama apabila diterapkan di dalam kehidupan kritik sastra Indonesia. Misalnya, dalam pelaksanaannya kritik akademis dan kritik umum bisa dilakukan oleh orang yang sama. Seorang kritikus profesional bisa menulis kritik akademis dan kritik umum. Ia bisa menulis karangan ilmiah untuk sebuah majalah profesi dan bisa juga menulis resensi buku untuk koran.

H.B. Jassin, misalnya, sejak semula adalah kritikus profesional dan yang dihasilkannya tergolong kritik akademis. Beberapa tulisannya seperti Chairil Anwar Pelopor Angkatan `45 menunjukkan ciri-ciri kritik akademis. Akan tetapi, sejumlah besar karyanya yang kemudian dikumpulkan dalam beberapa jilid menunjukkan ciri-ciri kritik umum. Beberapa di antaranya mirip timbangan buku yang pernah disiarkan di koran, majalah, dan radio.

Apakah kemudian buku yang memuat kritik umum itu digolongkan ke dalam kritik akademik atau kritik umum? Sebagai buku, khalayaknya menjadi terbatas. Ini menunjukkan ciri akademis, tetapi sebelumnya karangan-karangan itu disiarkan lewat koran atau radio sebagai kritik umum.

Sementara itu, untuk mencari corak kritik sastra, pendapat Abrams (1984) tetap harus diperhatikan. Abrams memberikan sebuah kerangka yang sederhana, tetapi cukup efektif seperti (1) pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri (objektif), (2) pendekatan yang menitikberatkan pada penulis (ekspresif), (3) pendekatan yang menitikberatkan pada semesta (mimetik), dan (4) pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca (pragmatik).

Istilah objektif merujuk pada pendekatan yang menekankan karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom terlepas dari pengarang dan pembacanya. Sementara itu, istilah ekspresif merujuk pada pendekatan yang menekankan telaah pada pengarang dalam kaitannya dengan karya sastra. Istilah mimetik yang berasal dari bahasa Yunani, mimesis, sejak dulu dipakai sebagai istilah untuk menjelaskan hubungan antara karya seni dan kenyataan. Plato dan Aristoteles menggunakan istilah mimesis, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Inggris berbeda-beda. Ada imitation dan representation yang maknanya juga bisa bermacam-macam peneladanan, peniruan, dan pembayangan. Dan, istilah pragmatik merujuk pada efek komunikasi yang sering dirumuskan dalam istilah Horatius dengan dulce et utile “bermanfaat dan menyenangkan”.

Pada masa-masa tertentu, salah satu di antara empat pendekatan itu sering menjadi dominan. Pada zaman romantik, misalnya, pendekatan terhadap karya sastra yang dominan adalah pendekatan ekspresif. Dengan pendekatan ini, pengarang mendapat sorotan yang khas sebagai pencipta yang kreatif dan jiwa pengarang itu mendapat minat yang utama dalam penilaian dan pembasahan karya sastra. Pada masa itu pendekatan ekspresif banyak dilakukan terhadap puisi lirik yang dianggap sebagai bentuk sastra yang paling utama. Kemudian, pada masa lain karya sastra itu sendiri yang mendapat minat utama seperti dalam aliran strukturalisme.

Model Abrams jika diterapkan pada sejarah kritik sastra Indonesia dapat menjelaskan aliran-aliran utama di Indonesia. Dengan model ini, kita dapat bedakan dengan jelas Tatengkeng dan Takdir Alisjahbana pada periode Pujangga Baru. Tatengkeng mewakili pendekatan ekspresif sebagaimana terungkap dalam pandangannya bahwa seni itu adalah gerakan sukma (yang berpancaran dalam mata, terus menjelma ke kata-kata yang indah), sedangkan Takdir dapat mewakili aliran pragmatik dengan semboyannya yang menyatakan bahwa seniman bertugas untuk membimbing bangsanya.

Bagaimana dengan kritik sastra di Bandung? Untuk mengetahui situasi kritik sastra di Bandung –corak dan modelnya– sebagai sampel bisa dilihat, antara lain melalui surat kabar Pikiran Rakyat. Media ini merupakan media cetak satu-satunya di Bandung. yang secara konsisten memuat rubrik sastra. Melalui media ini kita bisa melihat potret karya kritik sekaligus dengan para kritikusnya.

Kritikus sastra Bandung ternyata memiliki cara yang berbeda-beda dalam melaksanakan kritiknya. Objek kajian para kritikus pun beragam. Artinya, kritik tersebut tidak hanya menyoroti karya sastra (objektif), tetapi berkaitan dengan hal-hal di luar sastra yang menjadi lingkungan terdekatnya. Secara umum, dapat dikatakan kritik sastra didominasi oleh jenis kritik umum dan bersifat impresionistik sebagaimana terlihat dari campur-baurnya pendekatan kritik yang diterapkan dalam satu tulisan. Karena bersifat impresionistik, penulis kritik kadang-kadang terjebak dalam inkonsistensi logika dan antara pernyataan yang satu dan yang lain kadang-kadang secara substansial juga saling bertolak belakang. Fenomena ini agaknya tidak dapat disalahkan karena karya kritik tersebut dimuat dalam media massa umum.

Sebagai ilustrasi, karya kritik atas kumpulan cerpen Kuntowijoyo Hampir Sebuah Subversi dapat dikatakan bersifat impresionistik sebagaimana terlihat dari campur-baurnya pendekatan kritik yang diterapkannya. Alinea pertama kritik ini, misalnya, mencoba bertumpu pada teori untuk melakukan kritik dengan pendekatan objektif

“Karya sastra memang bukan fakta tapi fiksi. Karena realitas fiksi inilah karya sastra tak bisa dijadikan rujukan sejarah (ilmu sejarah) untuk melihat persoalan kehidupan yang ada. Realitas sejarah yang ada, di tangan sastrawan, berubah menjadi ide atau gagasan”. Namun, pada alinea-alinea selanjutnya konsistensi pendekatan kritik yang diterapkan langsung luntur, kadang-kadang penulisnya berpijak pada pendekatan ekspresif, kadang-kadang mimetik, dan seterusnya.

Ketidakkonsistenan pendekatan dalam penulisan kritik ini di sisi lain berimplikasi pada pernyataan-pernyataan yang secara substansial juga tidak konsisten, bahkan saling bertolak belakang. Pada alinea ke-5, misalnya, dinyatakan “…. para tokoh utama tersebut kecenderungannya berada pada tokoh-tokoh dengan wawasan intelektual yang tinggi, profesi yang jelas, dan keberadaan ekonominya stabil. Mereka adalah dosen, guru, pegawai negeri, mahasiswa, wartawan, dokter, pedagang, dan karyawan swasta lainnya. Dan kita dapat memasukkannya pada kelompok kelas menengah. Hampir sulit kita mencari tokoh miskin dalam karyanya ini. …. Kemiskinan menjadi maya dalam cerpennya. Di sinilah kita bisa melihat sikap optimisme Kuntowijoyo.”

Sementara itu, pada alinea ke-14 dinyatakan “…. cerpen Kuntowijoyo ini pun merupakan simbol dari suasana masyarakat Indonesia yang sedang berubah yang tarik menarik dari masyarakat tradisional ke modern, dari politik otortarian ke demokratis. …. Dengan demikian cerpen-cerpen tersebut menjadi simbol masyarakat dunia ketiga.”

Selain ketidakkonsistenan dalam penerapan pendekatan kritik yang digunakan, kritik ini kadang-kadang juga terjebak dalam generalisasi seperti dalam pernyataan “hampir sulit kita mencari tokoh miskin dalam karyanya ini …. Kemiskinan menjadi maya dalam cerpennya. Di sinilah kita bisa melihat sikap optimisme Kuntowijoyo. Padahal, secara tekstual cerpen Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan dalam kumpulan cerpen Kuntowijoyo menampilkan kemiskinan. Jadi, dapat dikatakan karya kritik ini berangkat dari pengamatan yang fragmentaris sehingga pernyataan atau simpulannya pun –belum tentu secara tekstual mencerminkan cerpen Kuntowijoyo yang dibicarakan.

Sesungguhnya, media ini juga merupakan lembar kebudayaan yang menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah kebudayaan termasuk sastra sehingga memungkinkan lahirnya jenis kritik akademis. Di samping itu, penulis dan pembacanya pun berasal dari kelompok intelektual sehingga kemungkinan hadirnya kritik akademis sangat besar. Karya kritik Kusman K. Mahmud dan Jakob Sumardjo, misalnya, memiliki tanda-tanda untuk menjadi kritik akademis. Tulisan Kusman K. Mahmud yang berjudul Tradisi Mimetik Sastra Indonesia dan Jakob Sumardjo yang berjudul Sastra dan Tionghoa sudah menggunakan landasan teori dan metode tertentu.

Keduanya pun berasal dari kelompok intelektual sehingga tidak mengherankan karya kritik mereka senantiasa menggunakan pendekatan dan metode tertentu. Hal itu berarti konsep ilmiah masuk ke dalam paparan sehingga tulisan tersebut berkecenderungan menjadi kritik akademik. Meskipun demikian, karena tulisan itu singkat, paparan teori dan metodologi serta pencantuman daftar referensi tidak memungkinkan untuk dilakukan karena “mengganggu” ciri atau kriteria tulisan harian umum. Dengan demikian, kritik Kusman K. Mahmud dan Jakob Sumardjo tersebut tetap saja termasuk kritik umum karena dipublikasikan dalam media umum, bersifat terbuka, dan ditujukan untuk khalayak umum.

Jika melihat nama-nama penulis kritik yang muncul dalam media ini dapat dicatat beberapa hal. Pertama, asal-usul kelahiran kritikus tidak seluruhnya dari Bandung meskipun dapat dikatakan kritikus dalam harian ini didominasi oleh orang Bandung. Dua, para kritikus di kota Bandung ternyata tidak didominasi oleh orang-orang yang secara khusus terjun di bidang kritik sastra. Penulis kritik Bandung datang dari berbagai profesi seperti dosen, penyair, sastrawan, budayawan, mahasiswa, guru, dan tokoh sastra.

Jika dilihat dari latar belakang etnis atau domisili, kritikus yang menulis didominasi orang-orang Bandung atau mereka yang tinggal di Bandung (Jawa Barat). ***

*) Bekerja di Balai Bahasa Bandung.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae