Kenedi Nurhan
http://oase.kompas.com/
Pada abad ke-19, Pulau Penyengat yang saat ini berada di Provinsi Kepulauan Riau dikenal juga dengan sebutan taman para penulis (bustan al katibin). Di pulau kecil inilah Raja Ali Haji melahirkan karya-karya besarnya, termasuk Gurindam Dua Belas yang sangat populer itu.
Penyair-esais Afrizal Malna tampak tertegun ketika muncul di ruang diskusi. Antara percaya dan tidak, antara berseloroh dan serius, Afrizal lalu berucap dalam nada tanya: ”Ini pertemuan sastrawan atau pengajian majelis taklim?”
Saat itu ruang diskusi memang didominasi ibu-ibu, yang belakangan diketahui adalah guru SMP dan SMA di Kota Tanjung Pinang dan sekitarnya. Mereka mengisi lebih separuh tempat duduk di ruang seminar bertajuk ”Sastra Indonesia Mutakhir: Kritik dan Keragaman” tersebut. Sementara di deretan agak lebih ke depan para mahasiswa setempat duduk berderet.
Sebaliknya, sebagian besar peserta Temu Sastrawan Indonesia (TSI) III/2010 yang datang dari berbagai kota di Tanah Air malah berada di luar ruangan, terlibat ”diskusi” ringan dalam kelompok-kelompok kecil. Pemandangan ini berlangsung sepanjang pelaksanaan seminar selama dua hari tersebut. Dalam tiap sesi tanya jawab, perbincangan tidak lagi terfokus pada tema besar yang diusung TSI III/2010, tapi lari ke hal-hal yang bersifat praktis dan lebih untuk kepentingan proses pembelajaran sastra di sekolah.
Bahkan pada sesi tentang ”Kemelayuan dan Keindonesiaan: Perihal Keragaman Akar Sastrawan”, setelah paparan makalah oleh pembicara, forum cenderung hanya jadi semacam ruang keluh kesah peserta tentang mengapa Melayu ditinggalkan dalam proses ”menjadi” Indonesia. Seorang perempuan pemantun dari satu pulau kecil di dekat Batam yang ikut seminar bahkan memanfaatkan ruang diskusi untuk memamerkan kepiawaiannya dalam berpantun.
Akibatnya, apa dan bagaimana potret sesungguhnya perkembangan sastra Indonesia mutakhir tidak jadi bahan utama perbincangan. Pokok persoalan yang melatari semangat diadakan pertemuan kali ini, yakni untuk melihat anatomi sastra Indonesia mutakhir berikut berbagai fenomena yang melingkupinya, malah terpinggirkan.
Gagasan menarik terkait topik-topik yang didiskusikan, yang dengan jeli dan bernas didedahkan oleh para pemakalah maupun penyanggah, akhirnya hanya berhenti pada pertukaran wacana di atas panggung. Begitu sampai pada sesi diskusi yang melibatkan peserta, fokus persoalan kerap buyar karena pemakalah dan penyanggah harus meladeni pertanyaan-pertanyaan tidak substansial, apalagi menukik ke akar persoalan yang didiskusikan.
Namun, masalah sesungguhnya bukan semata karena peserta seminar didominasi para guru, yang sangat boleh jadi kurang mengikuti perkembangan sastra Indonesia mutakhir sebagai tema sentral diskusi. Kalangan sastrawan peserta TSI III/2010 pun sebagian besar tidak menunjukkan antusiasme untuk terlibat dalam diskusi formal tersebut.
Saat acara berlangsung, banyak di antara mereka hanya duduk-duduk di restoran dan lobi hotel di lantai dasar, sebagian lainnya asyik bersama teman sejawat ngobrol di luar ruang diskusi. Padahal, ruang pertukaran gagasan dan pengalaman tentang sastra Indonesia mutakhir yang dikemas dalam bentuk seminar merupakan agenda inti dalam rangkaian acara TSI III/2010.
Alhasil, sulit menghapus kesan bahwa hajatan semacam ini dimanfaatkan oleh sebagian sastrawan lebih untuk kepentingan ”temu kangen” antarsesama mereka. Gagasan besar yang diusung dalam pertemuan ini, yang dengan susah payah dipersiapkan oleh tim kurator dalam diskusi dan rapat- rapat kecil mereka di Tanjung Pinang dan Yogyakarta jauh sebelum TSI III/2010 digelar, akhirnya hanya dimanfaatkan oleh para pemakalah dan penyanggah lewat kertas kerja yang dikirimkan ke panitia, tanpa pertukaran gagasan dalam ranah diskusi.
Pokok-pokok pikiran mereka memang dipaparkan di ruang seminar. Akan tetapi, karena sedikit direspons dalam sesi diskusi, hasil telaah berikut pandangan para pembicara terkait apa dan bagaimana perkembangan sastra Indonesia mutakhir (dalam kritik) tidak cukup teruji alias berhenti sebagai wacana di atas kertas.
Politik sastra
Secara umum, ada beberapa gagasan dan persoalan yang diangkat dalam TSI III/2010. Memang tidak ada sesuatu yang benar-benar baru. Namun, paling tidak butir-butir persoalan yang mengemuka lewat kertas kerja para pembicara harus diakui cukup memberikan rangsangan untuk meneroka lebih dalam apa yang dirumuskan panitia sebagai sastra Indonesia mutakhir.
Selain gambaran besar mengenai sastra Indonesia mutakhir terkait persoalan kritik dan keragamannya, juga dibahas isu menyangkut keberadaan komunitas dan media dari sudut pandang keragaman ideologi dan ekspresi sastrawan sebagai salah satu fenomena yang ada di balik perkembangan sastra Indonesia mutakhir. Persoalan kemelayuan dan keindonesiaan berikut sejauh mana keragaman akar sastrawan berkarya, serta bagaimana situasi terkini proses penjelajahan dan pendalaman karya sastra Indonesia mutakhir di tangan para kritikus, disoroti lewat uraian deskriptif yang cukup memadai sebagai bahan awal untuk perbincangan lebih lanjut.
Bagaimanapun, menyimak telaah dan pemikiran mereka, khalayak sastra Indonesia diingatkan kembali bahwa ada yang tidak beres dalam perkembangan sastra Indonesia. Karya-karya memang terus lahir, penulis-penulis baru bertumbuh, kegiatan penerbitan juga bertambah sumbur, dan aktivitas kesastraan di berbagai pelosok negeri masih terus bermunculan.
Akan tetapi, di balik itu semua, iklim yang memayunginya dinilai masih tidak sehat. Kondisi ini terjadi disebabkan banyak faktor. Salah satunya diyakini karena kehidupan sastra Indonesia mutakhir tidak diimbangi kehidupan kritik yang memadai.
”Sastra Indonesia mutakhir tumbuh nyaris tanpa kritik,” begitu tesis yang dimunculkan tim kurator TSI III/2010 terkait alasan mengapa tema ini penting jadi bahan perbincangan.
”Mendung krisis kritik sastra masih dirasakan pekat merundung ranah kesusastraan kita,” timpal Arif Bagus Prasetyo, penulis dan kurator yang mencoba menggeluti dunia kritik sastra independen. ”Saya termasuk orang yang sejak lama ikut menuding kehidupan sastra di Indonesia tidak sehat karena tidak diimbangi oleh kehidupan kritik,” kata sastrawan Putu Wijaya menambahkan.
Akibat ketiadaan kritik sastra yang mumpuni, bukan sekadar kritik yang dibangga-banggakan kalangan akademisi dengan seperangkat teori analisis yang justru dinilai kerap mengerdilkan akal sehat (atau meminjam istilah Budi Darma hanyalah artefak kering, kurang darah, kurang daging, dan kurang semangat hidup) itu, dunia sastra pun jadi korban.
Namun, ketiadaan kritik sastra yang representatif hanya salah satu penyebab. Perseteruan antarberbagai komunitas sastra yang memiliki ideologi masing-masing, serta peran media yang dituding kerap berpihak, juga dinilai ikut mempersempit ruang gerak sastra Indonesia.
Bahkan dalam pandangan Katrin Bandel, pengamat sastra Indonesia asal Jerman yang kini bermukim di Yogyakarta, dunia sastra Indonesia saat ini tidak bebas dari pergulatan kekuasaan. ”Dunia sastra Indonesia penuh dengan permainan politik sastra,” ujarnya.
Katrin Bandel lalu mencontohkan keberadaan satu komunitas sastra di Jakarta yang memiliki pengaruh cukup besar dalam jagat kesusastraan Indonesia mutakhir. Sayangnya, menurut Katrin, pengaruh itu bersifat negatif dan menimbulkan ketidakadilan.
Lebih celaka lagi, politik sastra tersebut—disadari atau tidak—telah bersinggungan dengan dunia akademis. Dalam konteks ini, keterkaitan akademisi antara lain terjadi lewat ”peran” mereka dalam mempromosikan sebuah karya sastra, semisal melegitimasi terpilihnya karya sastra tertentu dalam sebuah lomba. Di samping itu, pilihan seorang akademisi untuk membahas karya tertentu dan tidak mengacuhkan karya lain beserta penilaian terhadap karya-karya yang dibahas tidaklah bebas nilai, tapi bersifat politis dan dipengaruhi oleh pertarungan politik sastra yang sedang berlangsung.
”Menurut pandangan saya, saat ini kondisi wacana seputar sastra Indonesia (pembahasan dan kritik sastra) cukup memprihatinkan. Kritik sastra sebagai kerja intelektual yang serius, berani dan bertanggung jawab, masih sangat langka. Sebagai akibatnya, pembahasan dan telaah sastra yang pada dasarnya tidak layak disebut kritik sastra yang bermutu tetap memiliki pengaruh yang cukup besar,” kata Katrin Bandel.
Begitu memprihatinkankah situasi yang melingkupi dunia sastra Indonesia saat ini? Akankah semua keprihatinan itu hanya sebatas kata-kata, lalu dibalas argumentasi bersifat pengiyaan ataupun penidakan juga dengan kata-kata, tanpa ada yang mau menjawabnya dengan tindakan yang juga memanfaatkan kekuatan kata-kata?
Jika begitu, lantas di mana kekuatan kata sebagai sumber energi kehidupan bagi mereka yang terlibat dalam dunia sastra? Ataukah dunia sastra pun sudah terkontaminasi perilaku elite politik pemangku negeri ini yang memang lebih suka bermain dengan kata-kata?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar