Selasa, 25 Januari 2011

Ziarah ke Negeri Kata-kata

Kenedi Nurhan
http://oase.kompas.com/

Pada abad ke-19, Pulau Penyengat yang saat ini berada di Provinsi Kepulauan Riau dikenal juga dengan sebutan taman para penulis (bustan al katibin). Di pulau kecil inilah Raja Ali Haji melahirkan karya-karya besarnya, termasuk Gurindam Dua Belas yang sangat populer itu.

Penyair-esais Afrizal Malna tampak tertegun ketika muncul di ruang diskusi. Antara percaya dan tidak, antara berseloroh dan serius, Afrizal lalu berucap dalam nada tanya: ”Ini pertemuan sastrawan atau pengajian majelis taklim?”

Saat itu ruang diskusi memang didominasi ibu-ibu, yang belakangan diketahui adalah guru SMP dan SMA di Kota Tanjung Pinang dan sekitarnya. Mereka mengisi lebih separuh tempat duduk di ruang seminar bertajuk ”Sastra Indonesia Mutakhir: Kritik dan Keragaman” tersebut. Sementara di deretan agak lebih ke depan para mahasiswa setempat duduk berderet.

Sebaliknya, sebagian besar peserta Temu Sastrawan Indonesia (TSI) III/2010 yang datang dari berbagai kota di Tanah Air malah berada di luar ruangan, terlibat ”diskusi” ringan dalam kelompok-kelompok kecil. Pemandangan ini berlangsung sepanjang pelaksanaan seminar selama dua hari tersebut. Dalam tiap sesi tanya jawab, perbincangan tidak lagi terfokus pada tema besar yang diusung TSI III/2010, tapi lari ke hal-hal yang bersifat praktis dan lebih untuk kepentingan proses pembelajaran sastra di sekolah.

Bahkan pada sesi tentang ”Kemelayuan dan Keindonesiaan: Perihal Keragaman Akar Sastrawan”, setelah paparan makalah oleh pembicara, forum cenderung hanya jadi semacam ruang keluh kesah peserta tentang mengapa Melayu ditinggalkan dalam proses ”menjadi” Indonesia. Seorang perempuan pemantun dari satu pulau kecil di dekat Batam yang ikut seminar bahkan memanfaatkan ruang diskusi untuk memamerkan kepiawaiannya dalam berpantun.

Akibatnya, apa dan bagaimana potret sesungguhnya perkembangan sastra Indonesia mutakhir tidak jadi bahan utama perbincangan. Pokok persoalan yang melatari semangat diadakan pertemuan kali ini, yakni untuk melihat anatomi sastra Indonesia mutakhir berikut berbagai fenomena yang melingkupinya, malah terpinggirkan.

Gagasan menarik terkait topik-topik yang didiskusikan, yang dengan jeli dan bernas didedahkan oleh para pemakalah maupun penyanggah, akhirnya hanya berhenti pada pertukaran wacana di atas panggung. Begitu sampai pada sesi diskusi yang melibatkan peserta, fokus persoalan kerap buyar karena pemakalah dan penyanggah harus meladeni pertanyaan-pertanyaan tidak substansial, apalagi menukik ke akar persoalan yang didiskusikan.

Namun, masalah sesungguhnya bukan semata karena peserta seminar didominasi para guru, yang sangat boleh jadi kurang mengikuti perkembangan sastra Indonesia mutakhir sebagai tema sentral diskusi. Kalangan sastrawan peserta TSI III/2010 pun sebagian besar tidak menunjukkan antusiasme untuk terlibat dalam diskusi formal tersebut.

Saat acara berlangsung, banyak di antara mereka hanya duduk-duduk di restoran dan lobi hotel di lantai dasar, sebagian lainnya asyik bersama teman sejawat ngobrol di luar ruang diskusi. Padahal, ruang pertukaran gagasan dan pengalaman tentang sastra Indonesia mutakhir yang dikemas dalam bentuk seminar merupakan agenda inti dalam rangkaian acara TSI III/2010.

Alhasil, sulit menghapus kesan bahwa hajatan semacam ini dimanfaatkan oleh sebagian sastrawan lebih untuk kepentingan ”temu kangen” antarsesama mereka. Gagasan besar yang diusung dalam pertemuan ini, yang dengan susah payah dipersiapkan oleh tim kurator dalam diskusi dan rapat- rapat kecil mereka di Tanjung Pinang dan Yogyakarta jauh sebelum TSI III/2010 digelar, akhirnya hanya dimanfaatkan oleh para pemakalah dan penyanggah lewat kertas kerja yang dikirimkan ke panitia, tanpa pertukaran gagasan dalam ranah diskusi.

Pokok-pokok pikiran mereka memang dipaparkan di ruang seminar. Akan tetapi, karena sedikit direspons dalam sesi diskusi, hasil telaah berikut pandangan para pembicara terkait apa dan bagaimana perkembangan sastra Indonesia mutakhir (dalam kritik) tidak cukup teruji alias berhenti sebagai wacana di atas kertas.

Politik sastra

Secara umum, ada beberapa gagasan dan persoalan yang diangkat dalam TSI III/2010. Memang tidak ada sesuatu yang benar-benar baru. Namun, paling tidak butir-butir persoalan yang mengemuka lewat kertas kerja para pembicara harus diakui cukup memberikan rangsangan untuk meneroka lebih dalam apa yang dirumuskan panitia sebagai sastra Indonesia mutakhir.

Selain gambaran besar mengenai sastra Indonesia mutakhir terkait persoalan kritik dan keragamannya, juga dibahas isu menyangkut keberadaan komunitas dan media dari sudut pandang keragaman ideologi dan ekspresi sastrawan sebagai salah satu fenomena yang ada di balik perkembangan sastra Indonesia mutakhir. Persoalan kemelayuan dan keindonesiaan berikut sejauh mana keragaman akar sastrawan berkarya, serta bagaimana situasi terkini proses penjelajahan dan pendalaman karya sastra Indonesia mutakhir di tangan para kritikus, disoroti lewat uraian deskriptif yang cukup memadai sebagai bahan awal untuk perbincangan lebih lanjut.

Bagaimanapun, menyimak telaah dan pemikiran mereka, khalayak sastra Indonesia diingatkan kembali bahwa ada yang tidak beres dalam perkembangan sastra Indonesia. Karya-karya memang terus lahir, penulis-penulis baru bertumbuh, kegiatan penerbitan juga bertambah sumbur, dan aktivitas kesastraan di berbagai pelosok negeri masih terus bermunculan.

Akan tetapi, di balik itu semua, iklim yang memayunginya dinilai masih tidak sehat. Kondisi ini terjadi disebabkan banyak faktor. Salah satunya diyakini karena kehidupan sastra Indonesia mutakhir tidak diimbangi kehidupan kritik yang memadai.

”Sastra Indonesia mutakhir tumbuh nyaris tanpa kritik,” begitu tesis yang dimunculkan tim kurator TSI III/2010 terkait alasan mengapa tema ini penting jadi bahan perbincangan.

”Mendung krisis kritik sastra masih dirasakan pekat merundung ranah kesusastraan kita,” timpal Arif Bagus Prasetyo, penulis dan kurator yang mencoba menggeluti dunia kritik sastra independen. ”Saya termasuk orang yang sejak lama ikut menuding kehidupan sastra di Indonesia tidak sehat karena tidak diimbangi oleh kehidupan kritik,” kata sastrawan Putu Wijaya menambahkan.

Akibat ketiadaan kritik sastra yang mumpuni, bukan sekadar kritik yang dibangga-banggakan kalangan akademisi dengan seperangkat teori analisis yang justru dinilai kerap mengerdilkan akal sehat (atau meminjam istilah Budi Darma hanyalah artefak kering, kurang darah, kurang daging, dan kurang semangat hidup) itu, dunia sastra pun jadi korban.

Namun, ketiadaan kritik sastra yang representatif hanya salah satu penyebab. Perseteruan antarberbagai komunitas sastra yang memiliki ideologi masing-masing, serta peran media yang dituding kerap berpihak, juga dinilai ikut mempersempit ruang gerak sastra Indonesia.

Bahkan dalam pandangan Katrin Bandel, pengamat sastra Indonesia asal Jerman yang kini bermukim di Yogyakarta, dunia sastra Indonesia saat ini tidak bebas dari pergulatan kekuasaan. ”Dunia sastra Indonesia penuh dengan permainan politik sastra,” ujarnya.

Katrin Bandel lalu mencontohkan keberadaan satu komunitas sastra di Jakarta yang memiliki pengaruh cukup besar dalam jagat kesusastraan Indonesia mutakhir. Sayangnya, menurut Katrin, pengaruh itu bersifat negatif dan menimbulkan ketidakadilan.

Lebih celaka lagi, politik sastra tersebut—disadari atau tidak—telah bersinggungan dengan dunia akademis. Dalam konteks ini, keterkaitan akademisi antara lain terjadi lewat ”peran” mereka dalam mempromosikan sebuah karya sastra, semisal melegitimasi terpilihnya karya sastra tertentu dalam sebuah lomba. Di samping itu, pilihan seorang akademisi untuk membahas karya tertentu dan tidak mengacuhkan karya lain beserta penilaian terhadap karya-karya yang dibahas tidaklah bebas nilai, tapi bersifat politis dan dipengaruhi oleh pertarungan politik sastra yang sedang berlangsung.

”Menurut pandangan saya, saat ini kondisi wacana seputar sastra Indonesia (pembahasan dan kritik sastra) cukup memprihatinkan. Kritik sastra sebagai kerja intelektual yang serius, berani dan bertanggung jawab, masih sangat langka. Sebagai akibatnya, pembahasan dan telaah sastra yang pada dasarnya tidak layak disebut kritik sastra yang bermutu tetap memiliki pengaruh yang cukup besar,” kata Katrin Bandel.

Begitu memprihatinkankah situasi yang melingkupi dunia sastra Indonesia saat ini? Akankah semua keprihatinan itu hanya sebatas kata-kata, lalu dibalas argumentasi bersifat pengiyaan ataupun penidakan juga dengan kata-kata, tanpa ada yang mau menjawabnya dengan tindakan yang juga memanfaatkan kekuatan kata-kata?

Jika begitu, lantas di mana kekuatan kata sebagai sumber energi kehidupan bagi mereka yang terlibat dalam dunia sastra? Ataukah dunia sastra pun sudah terkontaminasi perilaku elite politik pemangku negeri ini yang memang lebih suka bermain dengan kata-kata?

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae